Nyadran di Makam Sewu Bantul, Tradisi Budaya yang Didasari Tuntunan Agama

BANTUL - Selain masyarakat yang tumpah memadati area sekitar Makam Sewu, Wijirejo, Pandak, pada Senin (7/5/2018) sore, turut hadir pula dalam tradisi nyadran ini sejumlah pejabat dari Pemerintah Kabupaten Bantul.

Terlihat hadir di Pendopo Makam Sewu, Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih. Ia mengenakan kopiah hitam dan pakaian hijau linmas, Kepala Dinas Kebudayaan, Sunarto dan Camat Pandak, Sri Kayatun.

Dalam sambutan atas nama pemerintah Kabupaten Bantul, Abdul Halim mengutarakan rasa bangga terhadap masyarakat Wijirejo dan sekitarnya yang telah melestarikan kebudayaan yang baik.

Menurutnya, tradisi Nyadran Makam Sewu merupakan kebudayaan yang mengajarkan nilai-nilai agama untuk berbakti kepada orang tua dan para leluhur.

"Para leluhur dan orang tua itu telah banyak memberi kebaikan dan kemanfaatan kepada kita semua dan para anak cucunya. Oleh sebab itu, kebudayaan nyadran Makam Sewu ini baik dan harus tetap dilestarikan," tuturnya dalam bahasa Jawa.

Ia mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Bantul memiliki cita-cita dan arah tujuan yang mulia membawa masyarakat Bantul menjadi masyarakat yang harmonis.

Guyup rukun dan memiliki kebudayaan adiluhung yang istimewa.

Satu di antara kebudayaan adiluhung, adalah tradisi Nyadran Makam Sewu yang dinilainya merupakan tradisi yang mulia.

Tradisi yang berpegang pada tuntutan agama.


"Pemerintah Kabupaten Bantul syukur dan bangga masyarakat Wijirejo dan sekitarnya terus melestarikan budaya religius nyadran Makam Sewu. Kebudayaan yang didasari oleh tuntutan agama itu tradisi yang baik," ungkapnya.

Diceritakan sebelumnya, Tradisi nyadran makam sewu ini diawali dengan membaca ayat-ayat suci Alquran dan tahlil di Makam Sewu.

Puncak acara tradisi nyadran ini dengan kirab jodhang (berisi uborampe kenduri) yang diarak dari Balai Desa Wijirejo menuju Pendopo Makam Sewu yang dilakukan oleh bregada berpakaian prajurit.

Dalam kirab ini diarak pula enam gunungan yang berisi hasil bumi. Di belakang kirab gunungan, aneka kesenian ditampilkan.

Setiap jalan yang dilalui kirab tampak penuh sesak dipadati oleh masyarakat.

Jodhang yang dikirab oleh prajurit berbentuk kotak dan dipikul oleh empat orang. Di dalam Jodhang ini berisi aneka macam makanan. Ada nasi gurih, lauk pauk, apem, gedang rejo dan ingkung.

Sampai di Pendopo Makam Sewu, Jodhang beserta keenam gunungan itu langsung diserahkan kepada tokoh agama untuk didoakan.

Ketua Panitia Nyadran makam sewu, Hariyadi menjelaskan, tradisi nyadran Makam Sewu merupakan tradisi masyarakat Wijirejo dan sekitarnya sebagai bagian birrul walidain, tanda bakti kepada orang tua dan leluhur.

"Tradisi ini diadakan setiap tahun. Bulannya bulan Ruwah, tanggalnya 20 keatas dan dilakukan setiap hari Senin. Tradisi ini sebagai tanda bakti kepada orang tua (birrul walidain) dan kepada leluhur," tuturnya. (tribunjogja)

Sumber: http://www.tribunnews.com
-

Arsip Blog

Recent Posts