Si Cantik Ini Siang Kerja di Dealer, Malam Terpaksa Jadi PSK, Gilanya Didukung Suami

MANADO - Prostitusi di Kota Manado butuh penanganan serius. Beragam motif di balik suburnya praktik asusila ini di masyarakat. Mulai dari motif ekonomi, gaya hidup atau gabungan keduanya.

Rara (29), bukan namanya sebenarnya, misalnya. Sepintas terlihat biasa saja. Seperti kebanyakan orang, ibu dua anak ini bekerja demi menunjang kehidupan keluarganya.

Namun Rara nyaris tak punya waktu bagi dua putrinya yang masih balita. Pagi hingga sore ia bekerja di sebuah dealer. Setelah jam kerja selesai, Rara hanya pulang sebentar dan kembali bekerja.

Malamnya Rara menjadi seorang wanita penghibur di sebuah cafe di Manado. Dunia malam yang sudah ia geluti sejak lima tahun lalu, sebelum pun ia menikah.

Kulit Rara tampak terawat, rambutnya pirang seperti bule. Alisnya sudah ia sulam, begitu pula dengan bulu matanya yang sudah disambung. Penampilan baginya nomor satu, demikian Rara, Rabu (2/5/2018).
Bukan hanya penampilan, Rara pun memegang handphone keluaran terbaru dari iPhone. Kehidupan Rara dikelilingi barang mewah dan biaya perawatan yang bisa dikata mahal.

Namun di balik penampilannya, ada beban yang harus ia tanggung. Rara adalah tulang punggung keluarganya. Ia terpaksa jadi wanita penghibur karena suaminya tak bekerja sama sekali. Sembari menghidupi keluarga, Rara juga bisa bergaya dengan penghasilannya.

Setiap hari suaminya hanya bermalas-malasan di rumah. Keluar minum dengan teman-temannya. Memang sebelum mereka menikah pun, suaminya memang tidak bekerja. Namun entah kenapa, Rara mau saja menikah bahkan hingga punya dua anak.


Suaminya tahu jika Rara menjadi pekerja seks komersial (PSK). Bahkan mendukung penuh pekerjaannya itu. Uang rokok, makan suaminya ia yang tanggung. Dari hasil kerjanya sebagai salles promotion girls (SPG) di sebuah dealer dan sebagai seorang PSK.

Setiap malam Rara bisa mendapat Rp 500 ribu, sekali melayani tamu. Ia pun tak menunggu harus dapat lebih tamu. Satu tamu saja sudah cukup, ia langsung pulang ke rumah.

Menurut Anggota DPRD Sulut Fanny Legoh, sulit rasanya untuk memberantas prostitusi sampai ke akar-akarnya. Di Sulut, kata politisi PDIP ini, hingga tahun 1970-an belum ada protstitusi seperti saat ini. Pertumbuhan ekonomi Sulut yang tinggi, ditambah gempuran wisatawan mancanegara makin menambah subur geliat ‘bisnis’ ini.

Tak sefulgar daerah lain sampai dilokalisasi, tapi geliat prostitusi tetap ada dan sulit diberantas. "Arus wisatawan dan pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan side effect, prostitusi," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Rabu (2/5/2018).
Pemerintah harus memperhatikan model pariwisata bagaimana akan dikembangkan di Manado. Sebab ada beragam wisata seperti menjual keindahan alam, nilai budaya, wisata belanja dan tak bisa dipungkiri wisata seks.
Manado harus punya arah. Setidaknya dua alternatif yang bisa diambil untuk mengikuti perkembangan zaman. "Ingin sekuler atau religi," kata dia.

Ia mencontohkan wisata sekuler sekelas di Bangkok, semuanya bebas. "Kunjungi Pattaya Thailand itu merupakan bentuk sekuler dunia pariwisata," kata dia. Apakah Manado akan jadi seperti itu atau menekankan daerah religi.


Sulut dengan mayoritas Kristen ini masih mengutamakan moralitas. Manado sebagai kota bersehati, bukan saja dalam arti fisik tetap dalam hal mental spiritual. Prostitusi tidak bisa distop begitu saja. Yang ada hanya meminimalisir.

"Atau kita akan menutup mata dengan kondisi ini," ujar Sekretaris Komisi I V DPRD Sulut ini.
Fanny mengatakan, semua pihak harus duduk bersama untuk mendiskusikan. "Kita harus punya satu metode untuk menjawab semua ini tanpa mengurangi citra Manado sebagai kota religi," kata legislator dari Dapil Minahasa ini.

Ada motif ekonomi, tapi ada juga gaya hidup. Semua wajib untuk bersikap menyelamatkan generasi muda dari jerat prostitusi. Keluarga, sekolah dan gereja/masjid merupakan cara untuk menangkal semua hal negatif termasuk prostitusi.

"Pondasi tiga hal ini harus diperkuat, supaya tidak mudah terjebak arus terjerumus dalam prostitusi," kata dia.

Kehadiran PSK di Manado memang tidak bisa disembunyikan. Bahkan ada yang menawarkan diri secara terang-terangan dipinggir jalan.

Informasi yang diperoleh tribunmanado.co.id, mencoba menelusuri beberapa tempat transaksi PSK di Manado. Kurang lebih ada tiga tempat lagi diluar Taman Kesatuan Bangsa (TKB) yang menjadi tempat transaksi PSK.

Tiga tempat tersebut yakni di belakang kantor PT Telkom di Jalan Piere Tendean, di Jalan Sam Ratulangi Manado tepatnya di depan Pengadilan Tinggi Manado, dan di tugu dekat kantor Wali Kota Manado.
"Kalau di belakang Telkom sudah bukan rahasia, tapi harus datang tengah malam," ujar Jemmy, seorang warga, Rabu (2/5/2018).

Kehadiran mereka memang sejauh ini tidak menggangu. "Mungkin mereka perlu uang," kata dia. Sedangkan di dekat kantor Pemkot Manado hampir mirip di belakang kantor Telkom. Transaksi dilakukan pada pukul 23.00.

"Cukup lewat saja pakai mobil atau motor, mereka pasti langsung mampir dan menawarkan," kata Jack, warga lainnya.

Tarif yang diminta rata-rata dari Rp 200 ribu sampai Rp 350 ribu. "Kami berharap pemerintah bisa melokalisasi para pekerja ini," kata dia.

Jennifer: 7.530 Lelaki Berisiko AIDS
Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulut, Jennifer Mawikere menjelaskan, lembaga swadaua masyarakat yang dipimpinnya sudah pernah mendampingi ratusan wanita yang terjerumus pada praktik asusila.

"Kalau untuk wanita, PKBI memang pernah melakukan pendampingan terhadap mereka. Tapi itu sudah lama sebelum kita masuk pada program yang baru," kata Mawikere di kantor PKBI Sulut, Jalan Ahmad Yani, Manado, Rabu (2/5/2018) sore.

Sejak 2006 hingga 2011 sudah ratusan orang dapat pendampingan. "Selama lima tahun ada 750 wanita yang kita dampingi, dengan jumlah jangkauan lebih dari seribu orang. Ini hanya data yang khusus Manado saja," bebernya.

Dia mengaku dari ratusan PSK yang mendapat pendampingan, jumlah terbanyak adalah mereka yang melakukan prostitusi terselubung.

"Untuk lima tahun itu, yang paling banyak kita dampingi yakni PSK secara tidak langsung. Maksudnya secara langsung menawarkan jasa seks seperti umumnya di Taman Kesatuan Bangsa (TKB)," katanya.
"Biasanya mereka menawarkan diri on call kampus, atau juga berkedok temani pelanggan minum di klub malam. Nah, kalau yang langsung itu yang kayak PSK di TKB," jelasnya.

Soal usia, PSK yang pernah mereka dampingi berkisar belasan hingga puluhan tahun. "Ada yang 14 tahun sudah jadi PSK, ada juga yang 40 tahun. Kalau untuk yang belasan tahun itu biasanya mereka berada di klub malam," ungkapnya.

Kata Mawikere, di antara ratusan PSK yang mendapat pendampingan, tak sedikit dari mereka yang mengaku dijual dan disuruh oleh orang terdekat. "Iya selain pacar, ada juga orang tua yang suruh mereka. Kalau untuk datanya lebih lengkap berapa jumlahnya. Saya sudah lupa soalnya sudah lama jugakan," katanya.

Kini PKBI sudah lebih fokus pada kelompok penyuka sesama jenis. "Sekarang yang jadi fokus kita itu adalah lelaki suka lelaki, male sex male, transgender (LGBT/lesbian gay biseks transgender), dan penggunaan jarum suntik narkotika. Karena biasanya yang kita temukan itu faktor-faktor inilah yang dapat memicu penularan HIV/AIDS," bebernya.

Menurut Direktur PKBI, lelaki berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. "Dari data kita itu, untuk pekerja seks ada 1.465 orang, sedangkan untuk lelaki berisiko tinggi ada 7.530 orang," bebernya. "Lelaki berisiko tinggi ini contohnya pasangan dari si pekerja seks. Pasangan yang dimaksud ini bisa berupa pacar, suami, ataupun teman kencan," pungkasnya.

Di Indonesia praktik prostitusi lebih banyak dilakukan oleh wanita meskipun tidak dapat dipungkiri pria mulai banyak. dan Misalnya prostitusi di sepanjang jalur lintas antarkota.

Sulang Usulkan Bangun Rumah Singgah PSK

DPRD Kota Manado menganggap PSK, gelandangan dan pengemis adalah masalah mendesak.

"Permasalahan sosial ini jelas terlihat orang luar. Jangan menitik beratkan program ke program seremonial misalnya," ujar Wakil Ketua DPRD Richard Sualang, Rabu kemarin.

Politisi PDIP mengusulkan bagaimana jika Pemkot membuat rumah singgah, menampung gepeng dan PSK. Lalu kemudian memberi mereka keterampilan.

"Didik mereka, supaya kembali ke masyarakat. Kalau tampung saja, tanpa pendidikan, pasti mereka balik lagi di jalan, balik lagi cari tamu," ucapnya.

DPRD meminta Pemkot Manado untuk tak menunda-nunda mengatasi permasalahan ini. Sebab Manado bukan hanya didatangi wisatawan dalam negeri, tapi juga dari luar negeri.

"Kalau mereka berkeliaran wajah kota kan jadi tak bagus. Semisal gepeng, di lampu merah ada, di toko-toko ada, di pintu masuk kawasan bisnis ada. Masalah sosial ini mendesak," ucapnya.
Menilai program Pemkot Manado beberapa tahun terakhir, Sualang menilai pemerintah perlu ada inovasi program. Berkeliarannya PSK saat ini itu tandanya program tak jalan.


"Perlu ada inovasi. Jangan hanya jalankan program nasional, program provinsi. Kota juga harus berinovasi dengan kondisi di lapangan," ucapnya.

Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Kota Manado, Olga Krisen mengatakan membangun rumah singgah bagi PSK dan gepeng, maupun waria masih sebatas rencana yang belum tahu kapan realisasinya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Manado, Xaverius Runtuwene mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk membangun rumah singgah bagi PSK dan waria yang sering mangkal di jam-jam tertentu di pusat kota.

"Jadi di rumah singgah ini mereka akan mendapat pelatihan keterampilan. Misalnya menjahit, gunting rambut dan kegiatan lainnya. Ini modal bagi mereka untuk mencari uang dengan cara yang lebih layak," ujarnya.

Dini Dapat Mukjizat setelah Datangi Gereja
Warung kecil di satu perumahan di pinggiran Kota Bitung itu ramai pengunjung.
Pemiliknya seorang wanita (40-an). Ia masih tergolong cantik. Kulitnya halus dan bertubuh kencang.
Saat ia tersenyum, keluar sebaris gigi putih. Wanita ini, sebut saja Dini. Ia adalah pelacur yang sudah bertobat. "Semuanya kini
untuk memuliakan Tuhan," kata dia kepada tribunmanado.co.id, beberapa waktu lalu.Ia bercerita, awalnya terjun ke dunia hitam karena ditinggalkan sang suami.

Diduga sang suami telah lari dengan wanita lain. "Saat itu muncul masalah bagaimana membiayai tiga anak saya. Mereka sangat ingin sekolah, sedang saya tak punya penghasilan. Saya kalang kabut, pinjam uang sana sini," kata dia. Untuk menyambung hidup, ia mencoba berbagai pekerjaan. Tour of duty mengantarnya bekerja di salon. "Saat itu saya ketemu seorang pria, ia katakan saya sangat cantik, jika mau saya bisa dapat uang banyak," kata dia.
Penasaran, Dini pun mendatangi tempat pria itu. Ternyata ia germo. Ditawarilah Dini menjadi pelacur. Tawaran itu datang saat dia sedang butuh uang. "Ia yang pertama mencicipi saya," kata dia.
Singkat cerita, tibalah ia ke Lorong Popaya Bitung, tempat pelacuran kelas bawah yang termasyur itu. Dia merasakan persaingan ketat antarpelacur.

pria tertangkap bersama PSK (CHINAPRESS)
Wajah cantiknya bukan jaminan. Ia harus berjuang keras untuk menang. Setiap hari bak pertandingan final.
"Saya belajar dandan, beli kosmetik, belajar isap rokok, bahkan pernah pakai pelaris," kata dia.
Lama kelamaan ia banyak diminati. Dini pun mulai berani menolak tamu.

"Saya tak sembarang terima, saya malah hanya ingin di-booking, harganya mahal," kata dia. Seiring dengan kesuksesannya, kehidupan ekonomi keluarganya mulai menggeliat. Ia dapat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya.

"Bahkan pernah belikan PS," ujar dia. Memasang wajah tersenyum setiap hari, kondisinya berlawanan dengan itu.

"Anak anak saya kerap tanya, mama ke mana dan saya bohong. Itu membuat saya resah," kata dia. Dini enggan membeber kapan persisnya dan bagaimana pastinya ia bertobat. Ia hanya menyebut peristiwa itu anugerah. "Saya berhenti, tempat pertama yang saya datangi adalah gereja," kata dia. Tidak lagi melacur memiliki konsekwensi baginya yakni kembali ke kehidupan miskin.

Namun mukjizat kerap terjadi. "Awalnya saya jualan nasi kuning, tak laku, lalu kerja di toko, kumpul uang, buka warung dan mulai berkembang, banyak berkat. Anak saya yang tua juga sudah kerja hingga ekonomi kami tercukupi," kata dia.

Dini menyebut momen tersulit hidupnya adalah harus mengaku kepada anaknya jika ia pelacur. "Syukur mereka bisa mengerti," kata dia. Mimi, sebut saja demikian, juga adalah pelacur tobat. Dulunya ia mantan pelacur di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Kota Manado. Modusnya canggih. "Saya ketemu orang di TKB kasih nomor telepon," kata dia.

Kisah tobatnya Mimi mirip film Memoir of Geisha. Seorang Geisha jatuh cinta dengan pelanggannya. Lalu keduanya menikah.

"Saya ketemu dengan seorang pria, kencan, saya suka padanya, ia pun suka, lantas mengajak saya untuk ikut dengannya dan berhenti," beber dia.

Sebut dia, setiap pelacur sama saja. Senang di luar tapi batin tertekan. "Kalau mau ditanya tak ada mau jadi pelacur, namun semua karena keadaan, kami ingin hidup normal," kata dia.

Seorang pelacur lainnya eks Lorpo Bitung sebut saja Merry, bertobat dengan cara aneh. "Ada seorang pelanggan yang mati, saya ketakutan, beberapa teman saya katakan arwahnya sering ganggu, saya pun berhenti," kata dia. (fin/ind/art/ryo/nie)

Sumber: http://manado.tribunnews.com
-

Arsip Blog

Recent Posts