SYAMSINAR merintis usaha kerajinan tenun songket Melayu “Wan Syamsinar” sejak tahun 2004. Bersama almarhum suaminya, ia memulai usaha tersebut dengan enam pengrajin dan enam Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Lokasinya di sekitar Kelurahan Bagan Keladi dan Kelurahan Purnama, Kecamatan Dumai Barat, Kota Dumai.
"Sejak masih muda, saya sudah menjadi guru tenun. Bahkan, di kerajinan tenun Putri Tujuh, saya dulu juga menjadi gurunya,’’ ujar Syamsinar. Kerajinan tenun Putri Tujuh merupakan salah satu sentra kerajinan tenun di Dumai.
Sejak belia, Syamsinar sudah belajar menenun. Ibunya seorang penenun di Bengkalis. “Dengan keterampilan yang saya miliki, saya dan almarhum suami kemudian berkeinginan untuk membuka kerajinan tenun sendiri. Waktu itu, kakak saya ikut membantu modal awal usaha tersebut," kenangnya.
Sebagai putri asli kelahiran tanah Melayu, Syamsinar ingin membangkitkan dan menjaga warisan seni dan budaya zaman Kesultanan Siak tersebut. Dia ingin turut menjaga kelestarian kerajinan tenun songket Melayu. “Saya ingin berbagi keterampilan dengan masyarakat sekitar sekaligus membantu peningkatan taraf ekonomi mereka.”
Kelompok Tenun Songket Wan Syamsinar yang dibinanya kini memiliki 10 pengajin dan 10 ATBM. Lokasi usahanya beralamatkan di Jalan Raja Ali Haji, Purnama, Kota Dumai. Para pengrajin di kelompok tersebut berlatarbelakang ibu rumah tangga dan mahasiswi. Setiap bulan, mereka memproduksi rata-rata 30 - 40 helai kain tenun dengan pendapatan sekitar Rp16 juta.
Harga tenun songket Wan Syamsinar bervariasi, mulai dari Rp 350 ribu hingga Rp 600ribu perlembar. Untuk songket yang sepasang, harga dibanderol mulai Rp 900 ribu hingga Rp 1,6 juta. Sementara untuk pesanan khusus, misalnya pengantin, harga dipatok Rp 2 juta hingga Rp 4 juta. "Pelanggan yang memesan tidak hanya orang Dumai, tapi juga dari Pekanbaru, Jakarta dan Kalimantan. Promosi kami dibantu oleh PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI, Red.),’’ papar Syamsinar, nenek dari empat cucu tersebut.
Dia mengatakan, merintis sebuah usaha tidaklah mudah. Jatuh bangun dalam menjalankan usaha kerajinan ini sudah pernah dilaluinya. Terkadang, diakehabisan bahan dan modal sehingga tidak mampu memenuhi pesanan yang masuk.
PT CPI merupakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama dari Pemerintah Indonesia yang mengoperasikan Blok Rokan di Riau. Dalam mengoperasikan blok migas, PT CPI bekerja di bawah pengawasan dan pengendalian Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas, atau disingkat SKK Migas.
Pada April 2015 lalu, Syamsinar memutuskan untuk bergabung dalam Program PRISMA, kependekan dari Promoting Sustainable Integrated Farming, Small Medium Enterprise Cluster and Microfinance Access. Program tersebut merupakan salah satu program investasi social PT CPI di bidang pengembangan ekonomi local di sekitar wilayah operasi perusahaan. PT CPI bekerjasama dengan Yayasan Sahabat Cipta (YSC) sebagai mitra pelaksana Program PRISMA tersebut. YSC merupakan sebuah yayasan nirlaba nasional yang focus pada penyusunan strategi pengembangan dan peningkatan kapasitas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan pengelolaan program pemberdayaan.
"Melalui Program PRISMA, dilakukan upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif kepada kami dengan pelatihan dan motivasi. Para pengrajin kami juga diikutkan pelatihan tentang desain, penentuan pewarnaan dan pembuatan songket Melayu Riau,’’ jelas Syamsinar. Selain itu, program PRISMA memberikan dana bergulir dan pendampingan langsung dalam mengidentifikasi sumber bahan baku, proses produksi, desain, pemasaran, dan perluasan jejaring.
Setelah menjalani pelatihan rencana usaha, Kelompok Tenun Songket Wan Syamsinar kemudian menjalin kerjasama pemasaran dengan Rumah Kreatif Cempaka di Rumbai, Pekanbaru, pada31 Mei 2016. Berkat pelatihan-pelatihan tersebut, lanjut Syamsinar, para anggota kelompoknya memiliki wawasan yang lebih terbuka berkait desain sesuai perkembangan dan kebutuhan pasar. “Kain tenun kita cocok untuk kemeja resmi, kemeja kantor, pakaian pesta pernikahan, kemeja sarimbit couple, pejabat, pengusaha, maupun perwira dengan harga yang terjangkau," kata Syamsinarbangga.
Dia berupaya terus menyajikan motif-motif kreasi baru. “Supaya tenunan songket benar-benar membudaya dan dicintai masyarakat luas Riau," ucapibu tiga anak itu.
Kekuatan Simbol dan Falsafah dalam Motif Songket
Syamsinar mengaku, pembuatan motif songket dengan warna-warna baru memang tidak mudah. Butuh ketelitian dan kesabaran. Kelompok Syamsinar memadukan motif-motif songket Melayu terdahulu dengan warna-warna yang lebih berani dan cerah, tanpa meninggalkan motif aslinya.
"Dengan berani berkreasi, belajar dan terus belajar, pelanggan akan datang kembali memesan. Ketika saya tanya motif dan warna yang diinginkan, pelanggan selalu menjawab terserah saja, yang penting tidak menghilangkan khas Melayu. Alhamdulillah, pelanggan puas," kata Syamsinar sembari mengemas kain tenun songket berpasangan warna biru untuk calon pengantin.
Menurut Syamsinar, seorang pengguna songket bukan hanya menjadikan songket sebagai bahan busana semata. Mereka juga ingin memahami dan menghayati simbol-simbol dan falsafah yang terkandung dalam sebuah desain songket. Kearifan itulah yang menjadikan songket terus hidup dan berkembang.
Beberapa motif yang sangat diminati antara lain motif Siku Keluang, berarti kepribadian yang memiliki sikap dan tanggung jawab yang menjadi idaman setiap orang Melayu Riau. Motif lainnya adalah motif Siku Awan, yang berkaitan dengan budi pekerti, sopan santun dan kelembutan akhlak yang menjadi asas tamadun Melayu, pengayoman terhadap masyarakat dengan budi pekerti yang luhur.
Selain itu, ada juga motif Pucuk Rebung Kaluk Pakis Bertingkat yang melambangkan kemakmuran hidup lahiriah dan batiniah. "Sifat yang penting, sesuai ungkapan tahu diri dengan perintah, tahu duduk dan tegaknya, tahu alur dan patutnya,” kata Syamsinar menjelaskan.
Kemudian motif Pucuk Rebung Bertabur Bunga yang melambangkan nilai kasih sayang, hormat-menghormati, lemah lembut dan bersih hati menjadi acuan dalam budaya Melayu Riau. Juga, motif Siku Tunggal yang mencerminkan sikap atau perilaku orang Melayu yang sangat mengutamakan persebatian iman atau perpaduan umat, baik antar sesama Melayu maupundengan pendatang. Motif yang tak kalah menarik adalah Pucuk Rebung Bertali yang melambangkan nilai budaya Melayu yang sangat dipengaruhi nilai-nilai Islam.
Program PRISMA Jangkau Ribuan Penerima Manfaat
Syamsinar mengatakan, berkat Program PRISMA, kelompoknya mendapatkan suntikan motivasi untuk terus mengembangkan kerajinan tenun songket Melayu. "Program PRISMA dari PT CPI ini membawa semangat baru bagi kami untuk terus maju mengangkat marwah negeri," ujarnya.
Program PRISMA membantu para petani, pelaku usaha mikro, serta kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang tersebar di wilayah operasi PT CPI. Sejak diluncurkan pada Januari 2015 hingga Desember 2017, Program PRISMA di Riau telah menjangkau 2.186 petani dan pelaku usaha mikro secara langsung. Para peserta program ituberasaldari 41 kelompok yang tergabung dalam 21 induk kelompok binaan.
Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kondisi sumber daya alam dan lingkungan, dan peningkatan sumber daya manusia. Ruang lingkup sektor program meliputi pertanian/perkebunan, peternakan, wirausaha, keuangan mikro, air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat, serta pusat pelayanan usaha kecil.
Program PRISMA menerapkan strategi “Membuat pasarbekerja untuk petani dan pelaku usaha kecil”, yang menitik beratkan pada penyediaan fungsi pendukung, yaitu akses keberbagai layanan termasuk akses kepengetahuan, keterampilan, bahanbaku, pasar dan hubungan antar pasar, teknologi, dan lain-lain. Selain pengembangan ekonomi lokal, program-program investasi sosial PT CPI juga focus pada pendidikan, kesehatan, lingkungan, rehabilitasi bencana, dan budaya. (R24/Adv/Chevron)
Sumber: http://www.riau24.com