Mataram - Untuk memenuhi permintaan investor asing, Emaar Properties asal Dubai Uni Arab Emirate, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melepas hak pengelolaan lahan (HPL) kawasan wisata Mandalika seluas 1.175 hektare senilai Rp 1,2 triliun yang dikuasai sejak 1993.
Pemprov NTB juga akan membantu membebaskan lahan seluas 49 hektare yang belum dikuasai dan menyelesaikan masalah penyerobotan lahan oleh penduduk sekitar lokasi.
Pemprov NTB juga bersedia menanggung pembangunan infrastruktur berupa jalan utama tiga jalur sekitar 16 kilometer dari Bandara Internasional Lombok (BIL) yang sedang dibangun di Dusun Slanglit Desa Tanak Awu di Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah, yang diperkirakan memerlukan dana puluhan miliar. Pemprov juga bersedia menyiapkan suplai air bersih kapasitas 30.000 meter kubik per hari.
Persetujuan Pemprov NTB itu sudah dilayangkan Gubernur NTB Lalu Serinata melalui suratnya tertanggal 19 Januari 2008 Nomor: 050/49/03-Bappeda ke Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM). "Prinsipnya kami setuju untuk melepas HPL melalui mekanisme perundingan tersendiri, sesuai ketentuan yang berlaku antara Pemprov NTB dengan pemerintah pusat," ujar Lalu Serinata dalam suratnya.
Adanya surat persetujuan tersebut disampaikan Kepala Bagian Humas Pemprov NTB Ibnu Salim kepada Tempo di kantornya, Rabu (30/1). "Pemprov NTB berkepentingan agar Emaar Properties segera investasi di sini," ujarnya. Alasannya, realisasi investasi tersebut dapat mempercepat akselerasi pembangunan di daerah NTB.
Sebelumnya, Pemprov NTB, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah telah bekerja sama dengan PT Angkasa Pura I membiayai pembangunan BIL yang memiliki panjang landas pacu 2.500 meter senilai Rp 665 miliar.
Kawasan Mandalika semula dikuasai PT Pengembangan Pariwisata Lombok atau Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) milik PT Rajawali Corporation (Pieter Sondakh) dan PT Tridan Satria Putra Indonesia (keluarga Cendana) yang menggandeng Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Namun karena kredit yang diprolehnya sebesar Rp 1,379 triliun bermasalah, lantas diambil alih oleh PT Perusahaan Pengelola Aset.
Sumber: Tempo Interaktif (30 Januari 2008)