Surabaya, Jatim - Festival multikultural yang digelar Jurusan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya diikuti peserta dari tujuh negara.
Ketua Panitia "International Culture Festival and Celebration", Hady Sutris Winarlim, di Surabaya, Jumat, mengatakan tujuh negara yang diwakili konsulat atau perwakilan kebudayaan, yaitu Belarusia, Tiongkok, Jerman, Belanda, Perancis, Spanyol, dan Indonesia.
"Hubungan satu orang maupun institusi dari berbagai negara saat ini dipermudah dengan segala macam teknologi, namun untuk dapat berkomunikasi dengan baik, penguasaan bahasa asing saja tidak cukup, maka harus memperhatikan detil budaya," katanya.
Oleh karena itu, beberapa negara ingin memberikan pengetahuan tentang budaya-budaya mereka serta bertukar cerita, sehingga UKWMS menggelar festival multikultural yang melibatkan mahasiswa dan pelajar dari beberapa SMA di Surabaya serta masyarakat umum.
"Masing-masing perwakilan negara memberikan presentasi tentang kebudayaannya, mulai dari kuliner, adat istiadat hingga tarian khas dari negara masing-masing," katanya di Auditorium Lantai 2 Gedung Albertus Kampus UKWMS Kalijudan, Surabaya.
Ia mengatakan negara Tiongkok diwakili oleh perkumpulan etnis Tionghoa Hwie Tiauw Ka Surabaya yang menunjukkan seni pembuatan kaligrafi dan membuat lampion dari kertas bekas hong bao (amplop merah).
"Perwakilan dari Indonesia membuka galeri pecel dan memaparkan nikmatnya makan pecel dengan gaya Indonesia melalui presentasi berbahasa Inggris," tuturnya.
Sementara itu, Domingo Enrique Grande yang datang dari Spanyol menyuguhkan tarian salsa bersama rekannya dari Surabaya Salsa Community. Kehebohan pun terjadi saat beberapa mahasiswa dan siswa SMA serta perwakilan negara asing turut naik ke panggung dan menari.
Mahasiswa yang ikut serta dalam persiapan acara, Holy Gabriella Sandra, selaku perwakilan dari Belarusia menyajikan presentasi sumber daya alam terutama air mineral pun menggunakan Bahasa Inggris.
"Budaya itu mungkin terlihat remeh, namun ketika bekerja dalam lingkungan global, mengetahui kebudayaan orang yang bekerja sama dengan kita akan sangat bermanfaat. Bukan berarti kita perlu menghilangkan kebudayaan dan kebiasaan kita sendiri," tandasnya.
Sumber: http://www.antaranews.com