Museum di Kanada Simpan 600 Koleksi Wayang Indonesia

Jakarta - Simon Fraser University (SFU), sebuah universitas ternama di Kanada, diketahuii memiliki koleksi hingga 600 wayang. Bahkan, universitas ini sering menggelar pertunjukkan wayang dengan menggunakan bahasa Inggris, walau alur dan musiknya tetap memakai alunan gamelan Jawa.

Hal tersebut terungkap saat Konsulat Jenderal RI di Vancouver, Kanada, menyelenggarakan pameran Wayang Kulit sejak 1 April lalu di Museum Arkeologi dan Etnologi SFU, Burnaby, British Columbia, Kanada. Acara itu, digelar dalam rangka ulang tahun ke-50 dari SFU.

Acara pembukaan pagelaran wayang ini dilakukan oleh Presiden SFU, Andrew Petter dan Konsul Jenderal RI, Sri Wiludjeng, serta dihadiri oleh kurang lebih 100 orang dari kalangan akedemisi, korps Konsuler, media, anggota parlemen, dan budayawan setempat.

Konjen RI di Vancoucer, Sri Wiludjeng, mengatakan, pertunjukan singkat tersebut mendapat sambutan hangat dari pengunjung. Acara pameran Wayang Kulit ini, lanjut dia, akan dilaksanakan sampai dengan Januari 2017.

"Pertunjukan Wayang Kulit telah diakui oleh UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Oleh karena itu dengan melestarikan wayang kulit, tidak hanya berarti melestarikan warisan budaya Indonesia namun juga warisan peradaban manusia," kata Sri Wiludjeng seperti dikutip dari keterangan tertulis KJRI di Vancouver, yang diterima Beritasatu.com, di Jakarta, Minggu (3/4).

Presiden SFU, Prof. Andrew Petter, menyampaikan, mereka menyimpan koleksi wayang mereka di Museum Arkeologi dan Etnologi SFU sejak tahun 1965. Wayang-wayang itu dianggap sebagai artefak bersejarah.

Koleksi Wayang Kulit SFU sendiri dihibahkan oleh Ferdinand Chen, seorang Warga Indonesia yang hijrah ke Kanada pada awal tahun 1960. Saat ini, kata Petter, terdapat sekitar 600 Wayang Kulit yang menjadi koleksi Archaeology and Ethnology Museum, SFU.

Dalam acara itu, digelar pertunjukan gamelan yang dibawakan oleh para mahasiswa kelas gamelan SFU School for Contemporary Arts, yang dikomandoi oleh Sutrisno Hartana, warga Indonesia yang menjadi pengajar pada sekolah tersebut. ‎

Dalang Sutrisno Hartana membawakan cuplikan adegan pembicaraan antara Rahwana dan Kumbakarna yang dibawakan dalam bahasa Inggris, diiringi alunan gamelan yang dimainkan oleh para mahasiswa School for Contemporary Arts.

-

Arsip Blog

Recent Posts