Potensi peninggalan benda cagar budaya (BCB) bawah air di perairan Indonesia relatif banyak, mencapai sedikitnya 500 situs. Kini, Direktorat Peninggalan Bawah Air (PBD), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI tengah mengidentifikasi potensi penggalan bawah air di wilayah Karimunjawa.
Kepala Seksi Survei pada Subdit Eksplorasi, Direktorat PBA, Desse Yussubrastra mengatakan, kegiatan di Karimunjawa berlangsung selama 10 hari, bertujuan untuk menghasilkan data awal yang dapat dijadikan bahan rujukan untuk perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan potensi peninggalan bawah air di wilayah Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.
"Dari dokumen dan arsip, serta informasi yang diperoleh, perairan Karimunjawa telah menjadi jalur transportasi sejak ratusan tahun lalu dan terdapat bangkai kapal-kapal tenggelam yang diduga memiliki nilai historis yang penting," katanya, Senin (26/4/2010) di Jakarta.
Dari kegiatan identifikasi, tim survei Direktorat PBA berhasil mendata lima lokasi situs dengan karakteristik yang berbeda, baik jenis temuan, kedalaman, arus, dan jarak pandang. Alat survei yang digunakan adalah magnetometer dan GPS Map Sounder. Berdasarkan data yang terekam kedua alat tersebut, tim melakukan penyelamatan untuk mengidentifikasi langsung dan pendokumentasian.
Desse menjelaskan, hasil identifikasi di lapangan menunjukkan bahwa dua lokasi yaitu Kapal Indonor di Kemojan dan temuan fragmen kremaik di perairan Pulau Genting berpotensi untuk menjadi lokasi yang memiliki nilai historis dan dapat dikembangkan menjadi lokasi wisata budaya dan edukasi yang menarik serta atraktif. Penilaian ini masih bersifat sementara dan harus ditindaklanjuti dengan kajian lebih lanjut.
Sedangkan untuk temuan kapal kayu di perairan Manjangan Kecil dan Pulau Seruni walaupun usianya masih relatif baru, kedua lokasi ini dapat dikembangkan menjadi lokasi wisata budaya (weckdiving) yang menarik untuk ditawarkan kepada wisatawan asing dan domestik, ungkapnya.
Sementara untuk lokasi di pulau Geleang, masih dibutuhkan indentifikasi lebih lanjut karena posisi bangkai kapal tergolong dalam, melebihi 43 meter dan jarak pandang amat terbatas (kurang dari 1 meter).
Menurut Desse, peninggalan bawah air dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai tujuan wisata bahari yang dapat menjadi salah satu alternatif pembangunan perekonomian daerah. Untuk meningkatkan sumber daya tarik dan perkembangan wisata, semua pemangku kepentingan harus sadar bahwa menyatukan prinsip-prinsip pembangunan perkelanjutan harus sadar bahwa betapa pentingnya menyatukan prinsip-prinsi p pembangunan berkelanjutan pada perencanaan yang matang dan konsisten pada implementasinya.
Pengembangan potensi wisata arkeologi bawah air ini selain menguntungkan penduduk lokal, juga membantu pelestarian warisan budaya di lokasi tujuan wisata.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Peninggalan Bawah Air, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Surya Helmi, membenarkan temuan tim survey di perairan Karimunjawa tersebut.
"Hasil interpretasi arkeologi menjadi data penting bagi penulisan sejarah lokal, karena akan melengkapi dan memperkuat akurasi data-data tertulis (dokumen) yang digunakan sebagai acuan penulisan sejarah," katanya.
Untuk pengembangan temuan tim survei menjadikan situs kapal tersebut sebagai obyek wisata, pemerintah daerah setempat perlu belajar dengan masyarakat Tulamben, Karangasem, Bali, yang sangat memperhatikan kelestarian peninggalan arkeologi berupa kapal tenggelam, yaitu kapal USAT Liberty, sebuah kapal kar go milik Amerika Serikat. Kapal tersebut mengangkut peralatan perang dan karam karena dilumpuhkan oleh torpedo kapal selam milik Jepang I-166, di Selat Lombok pada 11 Januari 1942, dalam Perang Dunia II.
"Masyarakat merasa perlu melestarikan obyek ini agar tidak rusak karena ulah manusia, sehingga terciptalah aturan-aturan yang di Bali dikenal dengan istilah awig-awig, antara lain tercantum berupa larangan tidak boleh memancing pada radius 100 meter dari lokasi kapal tenggelam. Larangan bagi siapa pun untuk mengambil atau memanfaatkan sisa-sisa kapal rusak untuk kepentingan komersial. Larangan untuk menghancurkan terumbu karang yang tumbuh dan berkembang pada dinding-dinding kapal yang telah menjadi habitar dari terumbu karang, dan sejumlah larangan lainnya," ungkap Surya Helmi.
Sumber: Kompas.com, 26 April 2010