Lemang, Kue Khas Pontianak

Lemang merupakan makanan yang tidak setiap hari ada di Pontianak. Lemang hanya bisa dinikmati pada bulan Ramadan dan Idul Fitri. Lemang menjadi makanan khas Melayu Pontianak yang dinikmati setahun sekali. Saya teringat masa-masa kecil di sebuah kampung Melayu di Kecamatan Mukok, Sanggau. Saya menikmati lemang setahun dua kali, yaitu saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Di Pontianak lemang menjadi panganan khas Ramadan. Bagi masyarakat Kota Pontianak setiap bulan puasa lemang hadir sebagai menu pilihan yang nikmat. Menurut keterangan Imam (penjual) lemang yang saya temui, masyarakat bukan Melayu justru pembeli terbanyak pangan khas Melayu dan Dayak Kalimantan Barat ini.

Krek… krek… krek… suara lemang bambu yang dibelah terdengar. Imam sang penjual lemang tampak cekatan melucuti bambu yang telah terbelah dengan ujung-ujung jarinya. Sebelum melucuti pecahan bambu lemang, Imam memecahkan bambu dengan tangan terlebih dahulu pada ujung bambu yang terbuka, seperti orang memecah buah manggis. Hasil pecahan kecil itulah yang kemudian dilucuti sehingga “menelanjangi” lemang.

Saya terus mengamati Imam yang sibuk memotong satu ruas lemang dengan panjang sekitar 1 meter menjadi beberapa bagian. Lemang berukuran kecil dijual dengan harga per potong lima ribu rupiah. Lemang berukuran besar (ruas bambu besar) dengan panjang sekitar 1 meter juga dipotong dalam empat potong setengah. Potongan-potongan itu dijual dengan harga sepuluh ribu per potong. Lemang berukuran besar diisi dengan kacang merah sedangkan lemang berukuran kecil tanpa kacang merah.

Lemang merupakan beras ketan yang dilapisi daun pisang dengan air santan kelapa terkadang diisi kacang merah dengan memanfaatkan bambu sebagai wadah. Bambu berisikan beras ketan ini kemudian dimasak dengan cara dibakar. Di Pontianak Lemang dibakar selama 5 jam. Dalam varian Melayu Sanggau, lemang dipandok/mandok (bakar) dengan menjajarkannya secara vertikal dalam beberapa baris ruas bambu.

Lemang menjadi panganan favorit multietnik orang-orang di Pontianak selama Ramadan. Bersilih ganti para pembeli yang menyambangi lapak kecil Imam ternyata didominasi orang-orang Cina. Dalam benak saya fenomena ini agak mengherankan juga, bukan? Pembeli Cina begitu dominan menikmati panganan khas Melayu dan Dayak. Mungkin orang Melayu kurang begitu suka memakan lemang untuk berbuka puasa karena sama mengenyangkan dengan nasi? Menurut Imam kalau dipersentase, pembeli lemang dari kalangan orang Cina sekitar 90%. “Pelangan saye banyak Cine Bang, 90% lah” ujar Imam. Satu keluarga Cina yang membeli lemang tampak tawar-menawar harga dengan Imam saat ingin membeli satu ruas panjang utuh. Pembeli dari kalangan Cina ini memilih lemang yang hangus. “Yang hangus enak,” kata si pembeli.

Ternyata lemang bukan baru kali ini dinikmati keluarga Cina ini. Mereka sudah terbiasa memakan lemang saat masih di kampung (kawasan Sungai Ayak, Sekadau). Imam sang penjual lemang merupakan mata rantai penting yang menyelamatkan makanan tradisional Kalimantan Barat dari kepunahan. Lemang sebagai simbol makanan pribumi Kalimantan Barat yang disenangi oleh orang-orang bukan pribumi mudah-mudahan terus menjadi panganan yang dicari di Kota Pontianak.

Penulis: Dedy Ari Asfar

***

Sumber: Borneotribune

-

Arsip Blog

Recent Posts