Oleh : Dedi Wuluh
Beberapa waktu yang lalu muncul berbagai argumentasi terkait dengan tata kota dan tata kelola kota yogya dengan mengedepankan kekhasan tanpa meninggalkan fungsinya sebagai penyokong perekonomian Ibukota propinsi.
Ada wacana dari beberapa kalangan untuk menata kembali dan menjadikan kawasan Pasar Kembang (Sarkem) sebagai bagian dari paket wisata yogyakarta yakni sebagai bagian dari paket “wisata sex” untuk mendukung pencanangan kembali kota yogya sebagai daerah tujuan wisata.
Pasar kembang yang sejak dulu memang identik dengan komplek “wisata lendir” mau tidak mau memang sudah menjadi bagian dari perjalanan panjang kota yogyakarta hingga menjadi seperti sekarang ini. Keberadaannya tidak dapat dilepaskan begitu saja dari pola masyarakat jawa jaman dulu dimana berbagai hal yang bersinggungan dengan hasrat dan imani tidak dapat dipisahkan begitu saja. Cara pandanglah yang membuat segala sesuatu yang pada awalnya merupakan bagian dari heterogenitas menjadi sesuatu yang terpolar. Ya, yakni antara kekhasan budaya dan kultur dengan hakekat kemanusiaan raga yang tidak juga dapat dihapus dengan begitu saja meski mengatasnamakan moral dan religiusitas.
Lokalisasi yang keberadaannya tepat didaerah pusat kota dan lingkup pemerintahan hendaknya disikapi dengan rasio yang bukan hanya menilik dari keberadaannya sekarang, melainkan menarik mundur mengapa sejak awal komplek itu berada tepat didaerah pusat keramaian dan pusat pemerintahan!? Bukankah tidak mustahil kompleks semacam itu digusur keberadaannya dengan dalih mengganggu kepentingan umum dan tidak sesuai dengan norma yang ada. Mengapa kota yogya yang sarat dengan nuansa religius, kultural dan budaya “malah” memangku kompleks itu diantara deretan komplek strategis dan memiliki kedudukan yang penting dalam tata kelola pemerintahan!?
Entah siapa yang memiliki wewenang untuk menjawab secara tepat pertanyaan ini meski sampai detik ini masih banyak sekali perdebatan yang mempertanyakan dan mempermasalahkan keberadaan sarkem didaerah yang begitu strategis baik dalam peta pemerintahan maupun ekonomi.
Kita lihat saja, bagaimana nasib kompleks sarkem kedepan seiring dengan perubahan kota yogya yang semakin hari semakin sesak dijejali problematika sebuah kota besar. Semoga setiap permasalahan diselesaikan dengan arif dan bijaksana.
Sumber : http://dedi-maestro.blogspot.com