Meja Batu di Wara Loka, Nusa Tenggara Timur

Kabupaten Manggarai Barat memiliki satu lokasi situs Megalit. Situs megalit tersebut berupa meja-meja batu dan batu-batu balok peninggalan jaman Neoliticum akhir, zaman batu baru berumur ribuan tahun. Selain meja batu dan balok-balok batu, terdapat pula porselin dan uang koin cina.

Dalam waktu perjalanan satu setengah jam menggunakan perahu motor kita akan sampai di Labuan Bajo ibu kota Manggarai Barat Barat. Wara Loka terletak di lepas pantai Selatan Labuan Bajo dan merupakan bagian dari wilayah Wae Wu’ul habitat Komodo Flores. Warloka termasuk wilayah kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Besar Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kampung Wara Loka mempunyai arti dan nilai penting dalam bidang arkeologi, prasejarah, sejarah, paleoantrologi, paleontologi dan geologi. Pasalnya, kampung ini memiliki kisah tersendiri dari masa ke masa. Persisnya situs megalitik itu terletak di puncak bukit yang berjarak satu kilo meter dari kampung Wara Loka. Di situs tersebut terdapat empat buah batu meja dan ratusan balok-balok batunya sudah berusia ribuan tahun.

Puncak situs tersebut diberi nama bukit Batu Meja dan memiliki empat buah batu meja masing-masing berukuran 1×1,5 meter dengan sisi meja seperti diskap rata. Meja-meja batu ini diyakini sebagai tempat pertemuan orang-orang penting zaman dulu. Kaki-kaki meja tersebut terbuat dari balok batu setinggi 100 centi meter, tapi ada pula yang tingginya 60 senti meter.

Di Kampung Wara Loka batu-batu balok tidak hanya terdapat di perbukitan, namun ada juga yang tertanam dekat pemukiman warga. Pilar batu dan meja itu merupakan peninggalan dari zaman Neolithicum akhir zaman batu baru sekitar 4000-3000 tahun lampau. Selain itu, disekitar meja-meja batu terdapat juga balok-balok batu purba berbentuk tiang kayu persegi empat dengan permukaan sisi sangat halus dan simetris. Panjanganya mencapai 4 hingga 5 meter.

Orang menduga lokasi ini adalah tempat bersenang-senangnya Raja Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit di Jawa pada abad ke-14. Sementara ada juga yang menduga, tempat itu merupakan persinggahan pionir kerajaan bangsa Cina untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia Timur. Namun oleh warga lokal lokasi itu konon diyakini sebagai tempat pertemuan Raja Todo Manggarai Barat dan Kesultanan Bima sesuai penggalan nama kampung itu, Wara artinya Ada, Loka berarti pertemuan. Namun terlepas dari itu, keberadaan tempat ini masih menjadi misteri.

Selain meja batu, terdapat pula tiang-tiang dan balok-balok yang terbuat dari batu. Tiang-tiang dan balok-balok batu tersebut, berada dalam wilayah seluas kurang lebih 3 km2. Dua tiang dari batu, berbentuk seperti tiang kayu, yang berdiri miring, tumbuh kokoh di atas tanah kerikil yang keras. Keempat sisinya masing-masing licin bagaikan diskap. Bagian atas masing-masing berbentuk seperti ujung sebuah tiang kayu persegi empat. Posisi tiang-tiang dan balok-balok yang berserakan di sini memberikan kesan seolah sedang ada persiapan membangun rumah baru.

Saat ini penduduk desa Waraloka ber mata pencaharian sebagai nelayan dengan latar belakang asal yang berbeda. Orang Bugis, orang Ende, orang Bima, Sape dan Bajo, memilih tinggal dan hidup berdampingan di desa Warloka.

Sayangnya, kekayaan sejarah di desa Wara Loka belum bisa dijadikan tempat wisata yang mapan oleh pemerintah setempat. Padahal apabila dilakukan hal tersebut, Kabupaten Manggarai Barat akan memiliki satu lagi destinasi wisata, yaitu situs megalitik Wara Loka. Boleh jadi nanti Kabupaten Manggarai Barat akan dijuluki “Kota Purba” di mana terdapat warisan sejarah purbakala di sana. Penduduk di sana pun masih bertumpu pada profesi sebagai nelayan yang penghasilannya hanya cukup untuk sehari-hari. Sebagai desa nelayan, jika malam tiba, laut yang gelap selalau diterangi cahaya lampu petromax dari puluhan bagan yang menunggui laut.

________________

Sumber Rujukan


Suarantt.com, “Batu Meia dan Pilar Purba Wara Loka, Situs Megalitik Manggarai Barat”, [diakses 19/01/2013 22.32]

Kasman, Benny, “Pillar Batu di Waraloka, Manggarai Barat”, 03/02/2012 [diakses 19/01/2013 22.35]

Sumber: wacananusantara.org
-

Arsip Blog

Recent Posts