Jakarta - Musik tradisional sebagai bagian dari entitas budaya lokal kini dihujani ancaman yang tak main-main: minimnya minat generasi penerus. Kondisi ini menurut pegiat musik Ubiet perlu menjadi pengingat bagi siapa pun.
"Sebenarnya tidak sampai khawatir musik tradisi akan hilang, karena ia akan selalu hidup dalam masyarakatnya dan ada konteks kebudayaan di sana," kata Ubiet kepada CNN Indonesia ketika ditemui di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin (3/9). "Tapi memang tradisi oral bila kehilangan konteks dapat hilang."
Kondisi musik tradisional yang semakin ditinggalkan oleh generasi muda ini mendorong Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama dengan Etnomusikologi Institut Kesenian Jakarta untuk mengadakan acara diskusi bertajuk Meja Bundar Musik.
Acara yang diselenggarakan di Teater Luwes Institut Kesenian Jakarta itu mengangkat tema World Music-Musik Tradisi Nusantara: Merawat, Mengembangkan, Mengilhami. Di sesi diskusi, para narasumber yang terdiri dari akademisi dan musisi membahas kondisi musik tradisional di tengah minimnya penerus.
Ubiet sebagai pengajar Institut Kesenian Jakarta mengakui bahwa budaya pop memang lebih dominan di Indonesia. Baginya, hal tersebut tidak menjadi masalah selama masyarakat masih mengenal budaya aslinya.
Keberadaan insitusi pendidikan tinggi kesenian seperti Institut Kesenian Jakarta memang masih dapat membantu untuk menghidupkan kembali keberadaan musik tradisional, namun hal itu saja tidaklah cukup.
"Kalau melihat negara-negara lain seperti Jepang dan Korea, mereka mengenalkan kepada anak-anaknya musik luar seperti musik klasik, juga musik tradisi, akhirnya yang terjadi adalah keseimbangan," kata Ubiet.
Pengenalan itu patut disadari oleh pemegang tanggung jawab pendidikan di Indonesia. Alangkah baiknya, menurut dosen musik ini, ada sebuah mata pelajaran yang memuat apresiasi terhadap musik-musik tradisional kepada seluruh anak-anak di Indoensia.
Mata pelajaran tersebut berisikan pengenalan budaya ataupun instrumen musik tradisional, misalnya pengenalan dan pembuatan gamelan, atau rebab.
Yang tak kalah penting, peran orang tua membuka pintu bagi anak-anak menuju kekayaan musik tradisional di Indonesia. Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan seluruh anak mengetahui apa yang diinginkannya.
"Orang tua baiknya hanya membuka pintu tanpa harus memaksakan satu aliran tertentu kepada anak. Tetapi juga haru didukung oleh sekolah juga," kata Ubiet. "Kan, sekarang sistem pendidikan dunia seperti itu, tidak ada lagi PR, hanya lima pelajaran dan dua itu dari seni, terserah inginnya anak seni apa yang diminati.
Sumber: http://www.cnnindonesia.com