Jakarta - Musik tradisi Nusantara terasa kian samargaungnya. Lantunan nada indahnya seolahtidak lagi ada yang meminati. Segala upayauntuk melestarikan sudah banyak digulirkan.Namun dibutuhkan langkah konkrit untuk memerdukan kembali, suara asli bumi pertiwi ini.
Salah satu seni budaya yang turun-temurun hidup dan berkembang di berbagai daerah Nusantara adalah musik. Setiap daerah punya ciri khas musik yang unik sebagai identitas, media ekspresi, dan akar budaya masyarakat setempat. Seperti ciri khas musik di Nias yang menggunakan alat musik perkusi dengan panjang hingga tiga meter yang biasa disebut sebagai gendera, Jawa Barat dengan angklung, Maluku dengan Tifa (semacam gendang) dan lain sebagainya.
Namun sayangnya kekayaan musik tradisi di era sekarang kurang mendapat perhatian oleh para “pewarisnya”. Bahkan saking minimnya kepedulian terhadap kelestarian musik tradisi ini, keberadaannya kini kian terancam dan jangan heran kalau suatu saat justru musik tradisi Nusantara akan punah, di Tanah Air sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut, Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Program Studi Jurusan Etnomusikologi Insitut Kesenian Jakarta (IKJ) belum lama ini menggelar diskusi yang diberi judul Meja Bundar Musik.
Acara yang diselenggarakan di Teater Luwes IKJ itu mengangkat tema World Music-Musik Tradisi Nusantara: Merawat, Mengembangkan, Mengilhami. Acara ini dilangsungkan sebagai wadah pertemuan para pakar musik, musisi, dan akademisi dalam membahas permasalahan, perkembangan, dan pelestarian musik.
Pembicara yang hadir adalah I Wayan Balawan (pendiri Batuan Ethnic Fusion yang mengusung eksplorasi musik tradisional Bali), Rahayu Supanggah (komponis tradisi yang banyak berkolaborasi dengan kelompok internasional), Rence Alfons (komponis suling bambu Ambon), dan Trisutji Djuliati Kamal (komponis berbasis klasik barat yang memasukan unsur tradisi nusantara dalam karyanya).
Bukan Sekadar Mempertahankan
Yang menarik dalam diskusi ini terkuak beragam keluh kesah, perjuangan sampai dengan ide mengenai pelestarian musik tradisi. Dalam sesi diskusi tersebut, Rahayu Supanggah menjabarkan beragam masalah mengenai pelestarian musik tradisi.
“Masalah pelestarian bukan sekedar mempertahankan seperti kondisi beratus-ratus tahun. Maka jika tak lagi segera disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekarang, seni tradisi akan ditinggalkan, bahkan mati. Seni tradisi itu perlu juga diregenerasi, direfungsionalisasi, direformasi dan direkreasi,” kata Supanggah, profesor yang pernah mendalami etnomusikologi di Universite de Paris VII, saat disambangi Koran Jakarta usai acara tersebut.
Seni tradisi dalam hal ini musik tradisional, dapat tetap hidup apabila disesuaikan dengan masa sekarang. Terkait dengan pakem yang sudah ada, menurut Supanggah bukan menjadi kendala dalam pelestarian, karena pakem merupakan sebuah persetujuan oral yang mungkin bakal berubah kondisinya sekarang dan di masa depan.
“Pakem hanya dibicarakan saja, aslinya tidak ada. Orang tidak pernah menemukan dimana sumbernya atau bukunya. Jadi pelestariann musik tradisi nusantara ini datangnya dengan mengubah dan mengkreasikanya agar mengikuti perkembangan zaman,” cetusnya.
Dalam bincang-bincang ini, Supanggah “menyentil” sistem pembelajaran sekolah yang dinilai kurang mengakomodir serta mencerahkan pelestarian kesenian budaya Indonesia.
“Tujuan dari pendidikan kesenian itu apa? Karena di sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) pendidikan kesenian ditujukan untuk menjadi seniman. Nah, itu salah. Yang penting itu sebenarnya menciptakan anak-anak bisa mengapresiasi, karena melalui cara ini para pelajar mempunyai rasa kepedulian. Mereka bisa tidak bisa main, tapi tahu betul seni musik tradisi negerinya. Kalau diajari bisa nabuh gamelan, rasanya kurang pas karena satu minggu cuma dua jam, itu kurang,” jelas Supanggah.
Pendidikan apresiasi dalam pelestarian musik tradisional kiranya bisa menjadi cara menumbuhkan kecintaan kembali musik tradisi Nusantara di hati para generasi penerus. “Maka dari itu, pendidikan apresiasi kesenian ini, bakal mencakup, seperti sebenarnya kesenian manfaatnya apa sih untuk kehidupan manusia, dari segi ekonomi apa untungnya dan lain sebagainya? Jadi, diharapkan kedepan masyarakat kita bisa menghargai keberadaan seni tradisi semacam ini,” sambungnya.
Tugas Putra Daerah
Yang menarik dalam diskusi yang digelar selama dua hari, mulai dari 3-4 September ini menyerukan agar seluruh generasi penerus bangsa atau putra daerah bertanggung jawab untuk menjaga pelestarian kekayaan tradisinya. Menurut Panggah, butuh keterlibatan putra daerah dalam merawat kekayaan seni daerahnya.
Sebab, akan lebih berisiko jika orang luar yang tidak memiliki latar belakang budaya yang sama merawat kekayaan budaya dari satu daerah. “Saya pernah ditawari melestarikan musik tradisi Riau, tetapi saya katakan tidak berani. Saya tidak punya latar belakang tentang Riau. Kalaupun saya mau, setidaknya saya minta waktu untuk memelajarinya tiga tahun. Karena ini berbahaya, yang ada tradisi dan kesenian mereka akan rusak jika orang luar menggarapnya,” ceritanya.
Sementara itu, I Wayan Balawan yang juga menjadi pembicara dalam acara diskusi ini berpendapat bahwa idealnya pelestarian musik tradisional dilakukan putra daerah, sehingga secara kolektif kekayaan budaya terus terjaga.
“Merawat tradisi Nusantara tugas berat. Saya saja belum bisa mengeksplorasi kesenian Bali secara keseluruhan karena terlalu banyak. Untuk ke depannya, bagaimana perjalanan pelestarian ini mengangkat maestro setempat. Justru putra daerah masing- masing harus bertanggung jawab,” kata Balawan.
Melalui tangan putra daerah, kelestarian musik tradisi bisa lestari bahkan gaungnya bisa jadi sampai keluar negeri. Sebagai contoh putra daerah yang melestarikan musik tradisinya ialah Supanggah dan Balawan.
Kedua maestro musik ini, berhasil mengangkat kesenian musik daerah ke ranah internasional melalui beragam karya serta kolaborasi apiknya dengan para musisi luar negeri.
Balawan contohnya, yang telah berhasil memadukan usur musik modern dengan gamelan bali. Tak jauh berbeda dengan seniman asal Bali ini, Supanggah, juga berhasil membuktikan bahwa musik tradisional mampu dikemas menarik, tidak kalah dengan musik-musik luar pada umumnya.
Salah satu kolaborasi Panggah paling fenomenal yang pernah dilakoninya adalah tergabung bersama grup kuartet instrumen gesek bernama Kronos, Amerika Serikat.
Sumber: http://www.koran-jakarta.com