Pekanbaru, Riau - Dari awal pementasan, suara tawa terus bederai di halaman belakang Rumah Budaya Tengkah Zapin yang terletak di Jalan Sumatera, Pekanbaru. Halaman yang tidak begitu luas, terasa bergelora ketika Teater MATAN menampilkan teater tradisi Mendu, Rabu (14/10/2015) malam. Penonton terus ketawa setiap kali para aktor masuk panggung dengan aksi-aksi kocaknya.
Cerita bermula ketika Raja Langkadura (Jefri Al Malay) risau dengan surat yang dilayangkan oleh Raja Laksemalik (Hang Kafrawi) yang berkeinginan mempersunting putrinya yang bernama Siti Mahdewi (Jamaluddin). Raja Langkadura meminta pendapat kepada kedua pejabat kerajaan, Wazir Menteri (Andi) dan Pahlawan (Deni Afriadi) terkait surat tersebut. Raja Langkadura tak sudi dengan apa yang dikehendaki Raja Lasemalik, namun sebagai pimpinan yang memiliki pembesar-pembesaran kerajaan, Raja Langkadura pun meminta pendapat dua pembesar kerajaan tersebut. Terjadilah dialog-dialog dan aksi-aksi improvisasi dari para aktor yang membuat ketawa penonton pecah.
Begitu juga dengan adegan ketika Raja Lasemalik mendapat surat penolakan Raja Langkadura. Ketawa penonton terus bergema. Erik yang memiliki tubuh semekot (semeter kotor) berperan sebagai Datuk Penika Bandan diperintahkan mengutuk Putri Siti Mahdewi. Aksi-aksi spontanitas pun kembali diperlihatkan.
Gelaktawa penonton bertambah-tambah, ketika Dewa Mendu (Ridwan Mustafa) dan adiknya Angkara Dewa (M.Nasri) turun ke bumi dari Negeri Kayangan. Ridwan Mustafa yang dikenal sebagai aktor penuh improvisasi ini, beraksi tanpa henti membuat penonton ketawa terbahak-bahak. Dewa Mendu inilah yang dapat mengembalikan wujud Putri Siti Mahdewi yang telah dikutuk Datuk Penika Bandan menjadi gajah putih. Putri Siti Mahdewi pun diterima kembali di istana Raja Langkadura, yang sebelumnya Raja Langkadura mengusir Putri Siti Mahdewi dari istana karena malu mimiliki putri berwujud gajah.
"Inilah kekuatan teater tradisi, aktor harus memiliki kepiawaian dalam berakting dan juga berimprovisasi. Improvisasi ini memunculkan hal-hal yang tidak terduga, sehingga memunculkan komedi yang mampu menghibur penonton," jelas Monda Gianes, Sang Sutradara pementasan teater Mendu tersebut.
Menurut Monda Gianes, cerita yang dipegelarkan ini memang dari Mendu asli. Para aktor yang memiliki kemampuan akting, mengembangkan dengan aksi-aksi komedi. Ditambahkan Monda, dalam pementasan ini tidak ada kendala berarti, sebab Teater MATAN selalu menjadikan teater tradisi sebagai objek dalam pementasan.
"Teater MATAN terus menggali khazanah tradisi, khususnya di bidang teater, untuk dikembangkan dan juga sekaligus dilestarikan. Kedepannya, Teater MATAN akan konsen menggarap Mendu, baik yang trdaisi maupun pementasan teater modern, ruhnya dari teater Mendu," ucap alumni AKMR ini.
Sementara itu, Baiduri Zam, pembina Sanggar Tengkah Zapin merasa sangat puas dengan pementasan Mendu yang dibawakan oleh Teater MATAN. Selain menyuguhkan komedi, kata Baiduri, pementasan Mendu ini mengingatkan dirinya kepada orang tuanya yang juga pemain Mendu di masa lalu.
"Pengobat stress. Teringat almarhum bapak dan kampong halaman. Bapak saya semasa hidupnya, pemain Mendu juga. Dari kecil saya sudah nonton Mendu," ujar Baiduri yang asli dari Kepulauan Riau ini.
Tidak Jauh berbeda dengan Baiduri Zam, Tengku Hairi, PNS Taman Budaya yang juga menyaksikan pementasan tersebut, mengapresiasi dengan baik. Pementasan Mendu ini, Kata Tengku, sangat menghibur.
"Saya pribadi sangat terhibur, dan saya juga yakin penonton lain juga merasakan apa yang saya rasakan. Sebab dari awal sampai akhir, tidak ada penonton yang tidak tertwa, bahkan tertawa sampai mengeluarkan air mata," ujar Tengku Hairi.
Sumber: http://riaukepri.com