Meulaboh, NAD - Majelis Adat Aceh (MAA) prihatin karena nilai kebudayaan setempat mulai terkikis sedikit demi sedikit dan terpengaruh oleh kebudayaan luar. Pengaruh ini terlihat dalam tatacara perkawinan akhir-akhir ini.
Padahal, dalam setiap event perlombaan, seperti Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) III, V, dan VI, daerah yang dijuluki Bumi Teuku Umar itu selalu membawa pulang prestasi gemilang sebagai juara pertama.
Demikian dikatakan Ketua MAA Aceh Barat, H Umar Ali Mufti, Kamis (22/10) dalam sosialisasi dan simulasi pelaksanaan adat perkawinan tradisi Aceh Barat di Aula Pendopo Lama, Suak Indrapuri, Kecamatan Johan Pahlawan.
Hadir sebanyak 75 peserta, terdiri atas perwakilan 12 kecamatan dan sejumlah pelaku tata rias pengantin di Aceh Barat selaku ujung tombak pelaku adat-istiadat perkawinan di daerah itu.
Umar Mufti Ali mengatakan, selama ini, tatacara perkawinan di Aceh Barat telah terpengaruh oleh adat luar daerah, seperti adat Melayu. Dia mengaku sangat prihatin melihat kondisi yang mengikis tradisi leluhur tersebut.
Padahal, dalam tradisi adat perkawinan Aceh Barat, banyak proses unik yang tidak ada dalam adat perkawinan daerah lain, seperti mano pucok (penyampaian syair nasehat kepada mempelai), khatam Quran yang biasa dilaksanakan sebelum mempelai mengukir inai.
“Kalau pakaian adat asli mempelai Aceh Barat itu ringan, tidak berat. Kalau daerah lain berat, bahkan ada yang pingsan,” ujarnya.
Dalam sosialisasi itu langsung dilakukan praktik berupa simulasi tatacara perkawinan sesuai tradisi masyarakat Aceh Barat, mulai dari meminang, sampai mencari kepastian, syarat-syarat, mengantar pengantin hingga duduk di pelaminan. “Demikian juga peunuwo (perlengkapan pengantin) sampai tatacara menyambut pengantin,” ungkapnya.
Sumber: http://analisadaily.com