Lembang, Jabar - Tradisi hajat lembur kembali dilaksanakan masyarakat Kampung Batu Loceng, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (15/10/2015). Pesta rakyat yang telah berlangsung sejak 1957 itu ditujukan untuk kelestarian alam dan lingkungan.
Bupati Bandung Barat Abubakar mengatakan, sebagai desa yang berada di kawasan Bandung utara, masyarakat Suntenjaya harus bisa menjaga dan memelihara alam maupun lingkungan. Soalnya, kerusakan alam dan lingkungan akan turut berdampak ke daerah yang lain.
"Kita yang ada di wilayah Bandung utara punya misi, harus menjaga dan merawat kondisi alam dan lingkungan. Di sini terdapat sumber kehidupan, yaitu air. Air di Kota Bandung silsilahnya itu kan dari sini. Tentu saja, untuk menjaga lembur itu harus dibangkitkan dengan tradisi-tradisi," kata Abubakar.
Dia menilai, kelestarian alam berikut tradisi seni dan budaya di Kampung Batu Loceng dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat umum. Apalagi, Desa Suntenjaya memiliki udara yang sejuk dan pemandangan yang asri. Oleh karena itu, Kampung Batu Loceng direncanakan bakal dijadikan sebagai kampung atau desa wisata.
"Pemerintah daerah memberikan supervisi, bimbingan teknis. Ke depan, ini akan menjadi desa wisata. Masyarakat di sini akan didorong membuat homestay. Jadi, wisatawan bisa mencoba tinggal bersama penduduk di lembur, kemudian menyatu dengan masyarakat asli, sambil dikenalkan dengan budaya-budaya yang ada," tuturnya.
Menurut Abubakar, suatu tujuan wisata bukan hanya ditentukan oleh objeknya, tetapi juga oleh nilai-nilai sosial yang ada. "Kan orang kota sudah lupa, bahkan barangkali tidak mengenal tradisi-tradisi masyarakat lembur. Jadi, ini yang perlu disiapkan ialah sarana pendukungnya, seperti homestay itu," imbuhnya.
Kepala Adat Kampung Batu Loceng, Encang Mulyana mengemukakan, hajat lembur perlu digelar karena daerah tersebut merupakan satu kampung purba atau yang dikenal dengan kabuyutan, di mana keberadaannya sudah ada sebelum Belanda datang ke indonesia. "Hajat Lembur rutin digelar tiap tahun untuk melestarikan tradisi lokal masyarakat," katanya.
Dia mengungkapkan, asal-usul nama Batuloceng didasarkan atas penemuan makam, yang di sampingnya terdapat sebongkah batu yang berbentuk seperti lonceng. Selain Batu Loceng, di Suntenjaya masih ada Batu Goong yang berbentuk seperti gong, kemudian Batu Wahyu yang biasa digunakan sebagai tempat penyembelihan hewan.
"Namun, hal itu bukan untuk persembahan, melainkan sebagai tempat penyembelihan hewan ternak saja, karena mayoritas masyarakat di sini beragama Islam," tuturnya.
Setelah sekian tahun ditata oleh masyarakat sekitar, lanjut dia, saat ini Kampung Batu Lonceng kerap dijadikan sebagai tempat kunjungan orang asing. Soalnya, masyarakat di kampung tersebut juga masih lekat dengan kesenian Sunda, seperti sisingaan, pencak sikat, tarawangsa, wayang golek, dan lain-lain.
"Di sini juga terdapat kuliner lokal, yakni kopi racikan masyarakat Batu Loceng yang sudah dinikmati masyarakat luar kampung," tambahnya.
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com