Tanjungpinang, Kepri - Cagar budaya yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau mulai mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri sudah mulai melakukan pendataan dan penataan sejumlah cagar budaya yang ada. Namun, upaya itu tidak bisa dilakukan serentak mengingat keterbatasan anggaran dan tenaga di Disbud Kepri.
“Jadi harus dibagi dulu. Dan dimulai dari Penyengat dan Kabupaten Lingga,” kata Kepala Disbud Kepri, Arifin Nasir, kemarin.
Di Pulau Penyengat, berdasarkan data mutakhir yang dicatat Disbud Kepri, setidaknya ada 31 cagar budaya yang sudah didata dan ditata. Sebanyak 15 di antaranya sudah beralih status menjadi cagar budaya nasional. “Sisanya dan beberapa cagar budaya di daerah lain juga akan kami gegas agar bisa jadi cagar budaya nasional,” ungkap Arifin.
Pulau Penyengat, sambung mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri ini, juga nantinya akan dijadikan konsentrasi awal penerapan langsung rancangan peraturan daerah mengenai cagar budaya yang sedang dibahas di tingkat legislatif. Rencana ini, masih kata Arifin, merupakan bagian dari upaya untuk mendorong program pengajuan pulau yang pernah dijadikan mahar ini menjadi warisan budaya dunia.
“Lebih seperti kerja sejalan. Agar mimpi besar itu juga lebih mudah terlaksana,” ungkap Arifin.
Sementara itu, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) mengenai pelestarian, perlindungan dan pengelolaan cagar budaya, digadang menjadi payung hukum, untuk mencantumkan anggaran demi menjaga cagar budaya yang ada di Provinsi Kepri. Pada penyampaian Ranperda cagar budaya, Senin (29/9), Penjabat Gubernur Provinsi Kepri, Agung Mulyana secara umum mengatakan peraturan daerah yang diharapkan segera terbentuk ini, dapat menjaga segala bentuk peninggalan budaya baik fisik maupun nonfisik.
“Ini sangat penting. Semua cagar budaya yang di Kepri berpotensi untuk ikut menumbuhkan perekonomian masyarakat. Tapi satu yang harus diingat, cagar budaya ini harus dilestarikan dan pengelolaannya pun harus mengikuti aturan ini nantinya,” tutur Agung yang ditemui usai paripurna.
Menurutnya, selama ini pemerintah daerah baik di tingkat provinsi Kepri maupun kabupaten/kota mengalami sedikit kendala ketika akan menganggarkan pengeluaran untuk kepentingan pelestarian cagar budaya. Dan kesulitan juga turut dirasakan pula ketika pemerintah setempat ingin melaksanakan pengelolaan di wilayah cagar budaya.
“Seperti Penyengat itu, jika semakin lama semakin ramai dikunjungi maka di sekitarnya pun semakin banyak yang membuka lokasi untuk berjualan. Kalau dibiarkan tanpa diatur oleh pemerintah daerah setempat dampaknya akan kurang baik,” lanjut Agung kemudian.
Ia melanjutkan, menjamurnya pedagang di berbagai lokasi cagar budaya tanpa diatur tata letak mengikuti estetika, dikhawatirkan mampu menurunkan pamor cagar budayanya yang telah ada sebagai lokasi pariwisata. Yang dampaknya juga turut dapat menurunkan perputaran ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu, kekhawatiran lain juga timbul dari semakin tidak terpeliharanya cagar budaya tersebut. Utamanya pada cagar budaya berupa situs cagar budaya, benda cagar budaya, kawasan cagar budaya dan struktur bangunan cagar budaya.
Adanya Perda Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya Kepri dikemudian hari ini, akan menjadi payung hukum. Agar pemda setempat dapat mengalokasikan perbaikan dan pelestarian secara total terhadap cagar budaya di wilayah Kepri. Baik yang berada di darat, maupun benda di bawah air yang banyak ditemukan di sekeliling Kepri.
“Perda ini merupakan upaya untuk menyelamatkan cagar budaya Kepri. Dari itu harus ada pengaturan yang dibuat dalam bentuk perda sebagai dasarnya,” papar Agung.
Sumber: http://batampos.co.id