Tana Paser, Kaltim - Ribuan masyarakat dengan mayoritas suku Paser, kemarin (10/8), menggelar acara Pawai Budaya Seribu Mandau. Kegiatan yang digelar di Tana Paser, Kabupaten Paser, itu untuk memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia dan HUT ke-70 RI.
PESERTA dari berbagai kecamatan datang membawa berbagai macam alat tradisional, seperti mandau dan tombak. Meski demikian tak hanya suku Paser yang hadir. Sejumlah elemen masyarakat bersuku Banjar, Jawa, Bugis, Dayak, dan lainnya, ikut dalam pawai tersebut.
“Mereka yang hadir adalah yang mencintai kebudayan Paser. Bahkan ada yang datang dari Penajam, Balikpapan, Samarinda, bahkan dari Kalsel,” ujar Syukran Amin, selaku kooordinator lapangan Paser Bekerai sebagai pelaksana kegiatan.
Dia mengaku, mencoba sesuatu yang berbeda dari pawai sebelumnya. Dan kemarin, merupakan kali pertama Paser merayakan Hari Masyarakat Adat Sedunia. Panitia pun mencoba menampilkan kearifan lokal dan salah satunya adalah mandau.
Umumnya, mandau dikenal sebagai salah satu senjata suku Dayak yang menjadi pusaka turun temurun. Bahkan dianggap barang keramat. Nah, mandau juga menjadi salah satu senjata suku Paser.
Mandau merupakan alat untuk memotong, menebas tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karena nyaris sebagian besar kehidupan seharian orang Dayak dan Paser, dulunya di hutan. Karena itu, mandau selalu berada dan diikatkan pada pinggang.
“Kami ingin membuat stigma bahwa melestarikan budaya daerah itu keren. Kami berharap, mandau bukan sesuatu yang terdengar ekstrem. Jika membawa mandau, biasanya masyarakat memandang hal-hal yang berkaitan dengan konflik dan kericuhan. Kali ini kami menegaskan, mandau bukan berarti simbol kekerasan,” tegas Syukran
Sayangnya, kegiatan ini tidak didukung Pemkab Paser. Hanya aparat keamanan yang terlihat di lapangan.
Dia berharap, Paser Bekerai selaku panitia, dapat memberi pengaruh kuat dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Paser. Karena sejauh ini, belum ada pengakuan dari pemerintah seperti dalam bentuk perda dan aturan khusus lainnya.
“Mengapa saya katakan ini penting? Karena sampai saat ini masih banyak masyarakat Paser yang terdiskriminasi dan termajinalkan. Budaya dan kearifan lokal kita belum dilindungi dan di atur oleh pemerintah,” sebutnya.
“Hak masyarakat adat seperti hak pendidikan, ketenagakerjaan, dan lainnya, harusnya diatur dalam perda adat,” pungkasnya.
Pawai ini berkeliling kota Tana Paser. Yang dimulai dari Jalan Kartini, melewati Jalan Noto Sunardi, Jalan Cokroaminoto, dan berakhir di Lapangan Garuda. Di lapangan tersebut, seluruh peserta berkumpul dan menari bersama.
Sumber: http://www.kaltimpost.co.id