Tanjungpinang, Kepri - Peluncuran single album Sayang Laksamana Bentan yang ditaja Dinas Pariwisata Batam berlangsung meriah, Kamis (13/8) malam. Lagu ini berisikan catatan sejarah Kerajaan Melayu di masa Sultan Mahmud Shah II.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Batam serta merta menoleh mendengar teriakan itu. Begitu juga Wali Kota Batam Ahmad Dahlan. Terkaget-kaget, keduanya menatap ke satu sosok di antara mereka.
Sosok itu mengenakan pakaian kebesaran Melayu lengkap dengan selempang dan sebuah pin dari rangkaian kain merah-kuning-hijau. Bajunya berwarna merah menyala. Sulaman benang emas membentuk motif di sekujur kain. Ia mengenakan tanjak, juga dengan warna yang sama. Sedang celana dan kain sampingnya berwarna hitam. Sebilah keris terangkat ke udara. Kedua matanya terpejam.
Mulutnya menganga lebar. Pekikannya panjang dan lama. Itulah pertama kalinya, teriakan pujangga Kepri Samson Rambah Pasir tertandingi.
“Saya sempat takut juga lihat dia cabut keris. Kalau di sini saya sultan, saya juga yang kena tusuk,” kata Ahmad Dahlan, Wali Kota Batam berkomentar. ‘Dia’ yang Dahlan maksudkan itu adalah Dato Megat Nazri Kamal Al-Bentan. Ia keturunan ke-8 dari Megat Sri Rama, pria berjuluk Laksamana Bentan yang terkenal dengan semboyannya ‘Raja Alim Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah’ itu.
Semboyan itu diucapkannya sebelum membunuh Sultan Mahmud Shah II Ibni Almarhum Sultan Ibrahim, pada sebuah Jumat sore di tahun 1699. Alasannya, Sultan Mahmud Shah II itu telah bertindak sewenang-wenang dengan membunuh istrinya, Dang Anom.
Kesalahan istrinya, waktu itu, hanya memakan sebiji nangka. Nangka itu memang sudah menjadi nangka idam-idaman Sultan. Dang Anom, lantaran sedang hamil tua, juga menginginkan nangka itu. Ia ngidam.
Menurut Tuhfat Al Nafis yang ditulis Raja Ali Haji, ketika perut Dang Anom itu dibuka, sang jabang bayi itu sedang makan nangka. Maka, menyesallah Sultan Mahmud Shah II. Namun, nyawa tak bisa kembali. Dang Anom sudah mati.
Laksamana Bentan marah bukan kepalang. Kemarahan itulah yang kemudian merasuk ke dalam jiwa Dato Megat Nazri Kamal Al-Bentan ketika mendengar puitisasi dari Samson Rambah Pasir.
“Saya seperti merasakan apa yang dato moyang saya rasakan waktu itu,” kata Dato Nazri seusai acara.
Pria kelahiran Malaysia, 13 Agustus 1974 itu sedang menjadi bintang dalam acara di Gedung Lembaga Adat Melayu, Kamis malam (13/8) itu. Ia tengah meluncurkan single album perdananya yang berjudul Sayang Laksamana Bentan. Acara itu dibuka dengan penampilan Samson.
Samson bertugas mengantarkan kisah. Puncak tragedi ditampilkan lebih seru oleh Teater Bangsawan Bulan Mengambang milik Batam Bisa Production. Hingga kemudian terucaplah kutukan dari Sultan Mahmud Shah II untuk keturunan Laksamana Bentan di tanah Kota Tinggi Johor itu.
“Mulai hari ini, saya bersumpah untuk tujuh keturunan Laksamana Bentan. Apabila mereka menginjak tanah Johor ini, mereka akan muntah darah,” kata Sultan menjelang ajalnya.
Sumpah telah terucap. Laksamana Bentan menjadi orang pertama yang muntah darah di sana. Ia mati saat itu juga.
“Saya ini keturunan ke-8. Sudah tidak masalah lagi kalau mau masuk ke Kota Tinggi, Johor,” ujar Dato Nazri.
Kisah saling bunuh antara Laksamana dan Sultannya itu tak pelak menjadi buah bibir masyarakat Melayu. Raja Ali Haji juga mengabadikan kisah itu dalam karyanya Tuhfat Al Nafis. Kisah itu akrab dikenal dengan judul Sultan Mahmud Mangkat Dijulang.
Karya itu sudah ditampilkan berulang-ulang dalam bentuk drama. Baik itu drama teater maupun drama elektronik. Juga sudah menjadi kajian-kajian para cendekiawan sejarah Melayu.
Namun, inilah kali pertama kisah itu dibuat dalam bentuk lagu. Judulnya, Sayang Laksamana Bentan. Dato Megat Nazri Kamal Al-Bentan sengaja melakukannya untuk lebih mengangkat harkat martabat masyarakat Melayu. Selain juga mengenang dan membangkitkan memori tentang nenek-moyangnya.
“Di dalam lagu ini ada sejarah,” ujarnya.
Masyarakat, terutama muda-mudi Melayu, dapat mengenal Megat Sri Rama juga Sultan Mahmud Shah II. Juga mengetahui bahwa Bentan merupakan asal mula Kerajaan Melaka. Kepulauan Riau memang masih ada hubungannya dengan Johor, Malaysia.
“Dulu, pulau-pulau itu termasuk satu tanah Melayu. Sebelum Belanda kemudian memisahkannya,” katanya lagi.
Langgam Melayu ini dibuat dalam waktu delapan bulan. Enam bulan untuk pembuatan lirik. Dua bulan sisanya untuk pembuatan melodi lagu.
Lirik dikerjakan langsung oleh Dato Nazri. Ia mengaku, sempat ‘dikunjungi’ moyangnya ketika hendak mengerjakan lagu ini. Ia bahkan terus menerus menangis saat mengerjakan lirik. “Memang jadinya agak sakral,” tuturnya.
Sementara itu, melodi dikerjakan grup musik Sanggar Pasola pimpinan Budi Kailani. Penyanyi kawakan Malaysia Shidee didaulat menjadi penyanyi. Proses rekam dikerjakan penuh di Malaysia.
“Saya mau menyanyikan lagu ini karena saya kenal dekat dengan Dato’ Nazri. Sebenarnya, saya terbilang susah untuk menerima pekerjaan-pekerjaan seperti ini,” kata Shidee.
Dalam proses kreatif itu, Shidee merasa tidak ada kendala. Kecuali, malam itu. Ia masih belum hafal liriknya. Biasanya, ia akan menolak tampil jika belum hafal lirik. Tapi untuk pertunjukan kali ini, ia membuat pengecualian.
“Tapi lagu ini kan baru, jadi saya masih susah menghafalnya,” ujarnya.
Malam itu, di gedung yang berlokasi di Jalan Raja Isa nomor 21 Batamcentre, lagu Sayang Laksamana Bentan berkumandang dua kali. Sekali dari Shidee. Sekali lagi dari Niesa Septri Handayani. Gadis yang biasa disapa Echa itu adalah orang Batam. Dengan gaun Melayu abu-abu birunya, ia memukau semua tamu undangan.
“Sebagian besar lagu ini memang dibuat di Kepulauan Riau,” timpal Dato’ Nazri.
Peluncuran single ini juga akan dilakukan di Malaysia dan Brunei Darussalam. Sebelumnya peluncuran digelar di Bintan.
Sumber: http://batampos.co.id