Mataram, NTB - Provinsi NTB di Lombok didiami oleh tiga suku berbeda, yakni Sasak, Samawa dan Mbojo yang biasa didingkat Sasambo. Mereka pun punya tradisi menikah yang unik.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 1.340 suku menurut sensus penduduk tahun 2010. Suku tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Tidak sedikit juga di suatu daerah di Indonesia terdapat lebih dari satu suku. Misalnya saja di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memiliki tiga suku yaitu Sasak, Samawa, dan Mbojo.
Ketiga suku tersebut tersebar di Pulau Lombok dan ada juga yang terdapat di Pulau Sumbawa. Untuk di Pulau Lombok itu didiami oleh suku Sasak. Sementara untuk Pulau Sumbawa didiami oleh Samawa dan Mbojo. Ketiganya sering disingkat sasambo (Sasak, Samawa, dan Mbojo).
"NTB itu banyak banget kekayaan budayanya. Orang-orang NTB saja punya tiga bahasa yang beda. Bahasa Sasak itu untuk masyarakat suku sasak di Lombok, samawa itu untuk di Sumbawa dan Sumbawa Barat, serta Nggahi Mbojo di Bima dan Dompu," kata Kabid Disbudpar NTB, Siti Alfiah di Kantor Disbudpar, Jalan Langko, Mataram, NTB, Jumat (27/5/2016).
Salah satu tradisi pendewasaan anak di Sumbawa (dok. Disbudpar NTB)
Dari ketiga suku tersebut ada suatu tradisi yang masih tampak. Dan itu bisa dilihat dari saat masyarakat NTB masih dalam kandungan, baru dilahirkan, bayi, anak-anak, hingga masyarakat khususnya wanita mengandung kembali.
"Tradisinya terkadang ada yang mirip di antara suku satu dan suku yang lain. Misal tradisi tujuh bulanan antara suku Mbojo dan Samawa. Itu di Mbojo ada namanya peta kapanca, Samawa ada barodak, Mbojo ada kiri lako, mereka itu punya keunikan sendiri," lanjutnya.
Namun ternyata yang membedakan adalah dari segi pernikahan. Bila di suku Sasak, pernikahan tidak diawali dengan lamaran, tetapi di Sumbawa diawali dengan lamaran.
Cadar yang menandakan status wanita di Sumbawa (dok. Disbudpar NTB)
Meski di suku sasak tidak ada lamaran, namun suku sasak mengenal merariq atau proses pra nikah dengan cara mengambil gadis idamannya.
"Jadi dia menculik, si pria menculik wanitanya itu untuk mengalihkan perhatian orang tua dan keluarganya. Sebenarnya tujuannya satu yaitu menikah," ucap Alfi.
Suku Sasak menganggap hal itu bukanlah suatu pelanggaran, melainkan suatu sikap ksatria bagi seorang pria Sasak. Pria Sasak dan gadis Sasak sama-sama sepakat untuk lari. Bila sudah berhasil tidak akan ada istilah untuk gadis Sasak dipulangkan kembali.
"Bila dipulangkan ya artinya merendahkan martabat keluarga sang gadis dan bisa panjang urusannya," tuturnya.
Selain di suku Sasak, di suku Samawa dan Mbojo juga mengenal merari. Namun merari ini beda dengan merariq di suku Sasak. Karena kedua suku ini mempunyai adat lamaran, maka merari ini diartikan sebagai kawin lari.
Budaya berkuda di Sumbawa (dok. Disbudpar NTB)
Merari terjadi di suku Samawa dan Mbojo dikarenakan salah satu pihak keluarga tidak menyetujui hubungan anak-anak mereka. Adat Samawa dan Mbojo tidak mengenal merari.
"Ya karena itu melanggar aturan adat. Yang ada hanya melamar. Kalau di Mbojo kawin lari namanya londo lha," jelas Alfi.
Kehidupan dan tradisi suku di NTB ini rata-rata kental akan nilai-nilai filosofi, aspek religius, semangat gotong royong serta keindahannya. Dan terkadang dalam beberapa hal, nilai-nilai tersebut mengalami modifikasi seiring dengan perkembangan zaman.
Sumber: http://travel.detik.com