Batam - DPRD Kota Batam menilai pajak 10% yang akan dikenakan kepada pekerja seks komersial (PSK) bisa mengurangi penyebaran penyakit berbahaya seperti AIDS di Batam. Sebab dengan begitu para lelaki hidung belang berpikir dua kali untuk berkencan.
"Terlalu kecil 10%. Mengapa tidak 20% saja. Tentu saja tarif mereka menjadi naik. Misalkan dari Rp200 ribu menjadi Rp300 ribu. Lelaki hidung belang tentu akan berpikir dua kali. Dan sah-sah saja jika itu membawa kebaikan bagi semua pihak," kata Ketua Komisi II DPRD Kota Batam kepada Media Indonesia, Senin (15/2).
Hal itu dikatakannya menanggapi usulan komisi I DPRD Kota Batam untuk mengutip pajak 10% terhadap PSK yang bekerja di sejumlah tempat hiburan di daerah ini. Usulan itu dilontarkan anggota komisi I DPRD Kota Batam Riky Solihin pekan lalu.
Usulan tersebut sempat mendapat tanggapan pro dan kontra di daerah ini. Selama ini Kota Batam oleh para turis dari negaram tetangga memang dikenal dengan wisata esek-eseknya, sehingga ada usulan seperti itu langsung membuat masyarakat di daerah ini bereaksi.
Menurut Yudhi, bila dikenakan pajak 10% praktik perzinahan di Kota Batam bisa dikurangi karena tingginya tarif untuk berkencan. Akan tetapi, lanjut dia, tidak mudah memperdakan pajak 10% tersebut. Sebab harus berdasarkan pertimbangan dan masukan dari berbagai unsur dari masyarakat sehingga tidak menganggu aktivitas sosial lainnya.
"Kita memang memang membahas soal peningkatan PAD. Termasuk mempertimbangkan kenaikan retribusi tempat-tempat hiburan di Batam. Semula kami nilai tidak tepat namun setelah diteliti lebih jauh ada benarnya juga pajak 10% itu dibebankan kepada mucikari dan PSK yang bekerja di Batam. Hanya saja tidak semudah membalik telapak tangan," katanya.
Namun dia berpendapat masalah itu harus juga mempertimbangkan aspek moralnya sehingga tidak dianggap melegalkan prostitusi di Batam.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Batam Guntur Sakti tidak mau berkomentar soal pajak yang akan dikenakan kepada PSK itu. Menurut dia, banyak hal yang harus menjadi pertimbangan jika benar akan diperdakan. "Untuk itu saya tidak ada komentar karena banyak pertimbangannya yang harus dipikirkan," jelasnya. (HK/OL-06)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com
"Terlalu kecil 10%. Mengapa tidak 20% saja. Tentu saja tarif mereka menjadi naik. Misalkan dari Rp200 ribu menjadi Rp300 ribu. Lelaki hidung belang tentu akan berpikir dua kali. Dan sah-sah saja jika itu membawa kebaikan bagi semua pihak," kata Ketua Komisi II DPRD Kota Batam kepada Media Indonesia, Senin (15/2).
Hal itu dikatakannya menanggapi usulan komisi I DPRD Kota Batam untuk mengutip pajak 10% terhadap PSK yang bekerja di sejumlah tempat hiburan di daerah ini. Usulan itu dilontarkan anggota komisi I DPRD Kota Batam Riky Solihin pekan lalu.
Usulan tersebut sempat mendapat tanggapan pro dan kontra di daerah ini. Selama ini Kota Batam oleh para turis dari negaram tetangga memang dikenal dengan wisata esek-eseknya, sehingga ada usulan seperti itu langsung membuat masyarakat di daerah ini bereaksi.
Menurut Yudhi, bila dikenakan pajak 10% praktik perzinahan di Kota Batam bisa dikurangi karena tingginya tarif untuk berkencan. Akan tetapi, lanjut dia, tidak mudah memperdakan pajak 10% tersebut. Sebab harus berdasarkan pertimbangan dan masukan dari berbagai unsur dari masyarakat sehingga tidak menganggu aktivitas sosial lainnya.
"Kita memang memang membahas soal peningkatan PAD. Termasuk mempertimbangkan kenaikan retribusi tempat-tempat hiburan di Batam. Semula kami nilai tidak tepat namun setelah diteliti lebih jauh ada benarnya juga pajak 10% itu dibebankan kepada mucikari dan PSK yang bekerja di Batam. Hanya saja tidak semudah membalik telapak tangan," katanya.
Namun dia berpendapat masalah itu harus juga mempertimbangkan aspek moralnya sehingga tidak dianggap melegalkan prostitusi di Batam.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Batam Guntur Sakti tidak mau berkomentar soal pajak yang akan dikenakan kepada PSK itu. Menurut dia, banyak hal yang harus menjadi pertimbangan jika benar akan diperdakan. "Untuk itu saya tidak ada komentar karena banyak pertimbangannya yang harus dipikirkan," jelasnya. (HK/OL-06)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com