Wisata Blanakan Miliki 300 Buaya

Bandung - Wisata Alam Penangkaran Buaya Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang sudah memiliki 300 ekor buaya hasil penangkaran dari F-1 (induk utama) dan F-2 (induk kedua), belum bisa menjual buaya, hasil penangkarannya.

Manajer Agro Forestri dan Usaha Lain Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten, Atty Thurniaty di Subang, Minggu, yang membawahi wisata alam itu mengatakan, pihaknya masih dibatasi perizinan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk menjual buaya dalam keadaan hidup.

"Untuk menjual seekor buaya umur satu tahun dengan harga Rp1 juta, diperlukan waktu yang tidak sebentar karena harus menjalani berita acara pemeriksaan (BAP) sebagai prosedur tetap. Kami baru menjual kepada perajin dengan mengikuti protap yang berlaku. Itu pun hanya menjual kulitnya," katanya.

Atty yang didampingi Kasi Humas Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Ronald G Suitela, mengatakan, pengelola baru dapat menjual buaya dari kelompok F-2 dan F-3 dengan harga jual antara Rp1 juta dampai Rp6 juta/ekor.

Selain mengambil keuntungan dari penjualan buaya yang relatif masih belum maksimal, demikian Atty, Perhutani masih tetap mengandalkan dari retribusi wisata.

Menurut Atty, pada hari-hari libur, pengunjung mencapai 200 orang/hari, tetapi pada hari-hari biasa hanya berkisar antara 25-50 orang saja.

Sementara Santoso, salah satu pengelola Wisata Alam Penangkaran Buaya di Blanakan, mengatakan, penangkaran itu sudah memiliki dua pejantan berusia 22 tahun dengan ukuran panjang lima meter. Dua pejantan dari kelompok F-1 itu adalah Baron dan Jack yang menghuni kolam utama.

Keduanya penguasa yang memiliki home range (daerah kekuasaan) masing-masing di satu kolam dengan lima betina."Mereka tidak pernah berebut daerah kekuasaan meskipun tinggal di satu kolam," ujar Santoso.

Idealnya, lanjut Santoso, untuk kepentingan penangkaran, setiap satu ekor jantan berpasangan dengan 5-6 betina. Tapi di Blanakan, perbandingan antara jantan dengan betina satu berbanding tiga, bahkan satu berbanding dua, karena kebutuhan makanan sang pejantan masih relatif sedikit.

"Kami hanya memberi mereka makan tiga hari sekali yaitu 150 kg daging untuk semua. Tetapi biasanya mereka mendapat extra fooding dari para pengunjung yang ingin berfoto bersama atau melihat atraksi Baron dan Jack," kata Santoso.

Baron dan pejantan lainnya biasa memasuki masa kawin pada September hingga November. Kemudian pada Desember betina mulai bertelur, lalu mengerami.

Masa penetasan secara alami bisa berlangsung hingga 80 hari, sedangkan jika penetasan dengan semialami relatif lebih cepat.

"Selain itu, kita bisa menentukan apakah yang akan ditetaskan itu jantan atau betina. Bergantung pada kebutuhan. Kita tinggal menyesuaikan suhunya saja," kata Santoso. [*/mor]

Sumber: http://www.inilah.com
-

Arsip Blog

Recent Posts