Menduniakan Kolintang menuju Unesco

Jakarta - Bunyi alunan kolintang menggema nan merdu di salah satu pusat berbelanjaan ternama di Bundaran HI, Jakarta Pusat belum lama ini. Alunan kolintang ini bersaing dengan sejumlah lagu-lagu pop Barat yang mengisi beberapa sudut mall itu. Ini adalah gambaran bagaimana perjalanan alat musik asal Minahasa, Sulawesi Utara itu akan bersaing dengan alat musik tradisional lainnya untuk mendunia dan dicintai khalayak.

Kini kolintang akan menyusul sejumlah kekayaan tradisional Indonesia lainnya menuju Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Upaya ini lah yang tengah dijalankan oleh Persatuan Insan Kolintang Nasional (Pinkan) Indonesia. Sebuah organisasi yang ingin mempertahankan eksistensi kolintang di mata masyarakat Indonesia dan dunia hingga menuju Unesco.

Menurut Wakil Sekjen Pinkan, Juli Widiastuti Santosa, selama dua tahun ini Pinkan berusaha keras untuk kembali membangkitkan kecintaan masyarakat Indonesia pada kolintang. Ini, kata Juli, bukan hal yang mudah.

“Dulu kolintang banyak dimainkan terutama oleh unit Dharma Wanita. Namun saat ini sudah mulai menurun. Makanya kami bergerak untu mensosialisasikan kembali kolintang pada masyarakat dan kaum muda,” ujar Juli di sela-sela acara permainan kolintang dalam sebuah pameran bertema budaya Indonesia.

Kolintang atau kulintang adalah alat musik perkusi yang terbuat dari kayu dan perunggu asal Indonesia bagian timur dan Filipina. Di Indonesia kolintang dihubungkan dengan orang Minahasa dari Sulawesi Utara, namun kolintang juga terkenal di Maluku dan Timor.

Meski hanya dimainkan di beberapa tempat tersebut, Juli menyatakan kolintang sudah merangkak menuju mancanegara. Kolintang mendunia karena diperkenalkan para perantau asal Minahasa yang menetap di luar negeri. Di beberapa belahan duni, kata dia, jika terdapat orang Minahasa maka kolintang dapat dengan mudah dijumpai. Di Amerika, terdapat grup-grup kolintang Michigan MISDA Kids Andrews University Pioneer Chapel yang rutin menunjuk permainan kolintang pada masyarakat setempat.

Begitu juga dengan perkumpulan di Gereja Masehi Injili di Jepang (GMIJ). Anggota GMIJ membentuk grup kolintang seperti di Minahasa sehingga rasa persaudaraan dan kekeluargaan masyarakat Minahasa di Negeri Matahari Terbit itu tetap terjalin sekaligus mengenalkan kolintang pada masyarakat Jepang.

Menurut Juli sudah banyak pertunjukan kolintang yang juga sukses di luar negeri seperti saat dalam Konser Natal Albertschweitzer Haus dan beberapa konser di Vienna. Di Australia, lanjutnya, terdapat beberapa grup kolintang terutama di sekolah-sekolah dengan kurikulum internasional.

“Melihat inilah maka oleh Pinkan digiatkan lagi. Tujuan kita ingin membawa kolintang ini ke Unesco. Agar bisa ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia,” ungkap Juli.

Jalan panjang kolintang menuju Unesco ini tidak mudah. Juli mengakui banyak yang harus dilakukan pihaknya saat ini untuk lebih dulu mensosialisasikan kolintang pada masyarakat Indonesia. Istri dari Wakil Ketua PPATK Agus Santosa itu mengatakan sejumlah sosialisasi sudah dilakukan. Di antaranya lomba kolintang tingkat nasional, lokakarya, kongres, seminar hingga pertunjukkan seni.

Untuk acara seni malam ini, Pinkan, ujarnya, sengaja menghadirkan sejumlah grup kolintang yang memenangkan perlombaan nasional dan internasional. Yaitu Bapontar Dunia, yang menjadi juara dunia tahun 2011, Sound of Angel yang memenangkan Festival Malesung 2013 dan Gita Sedayu yang menjadi juara umum Piala Ibu Negara.

Para pemain kolintang yang kebanyakan berusia remaja itu dengan lincahnya memainkan kolintang dalam pertunjukan itu. Pakaian mereka pun lebih modis, dengan minidress berwarna cerah sehingga pertunjukkan kolintang itu lebih terlihat menarik. Ini yang, tutur Juli, diharapkan pihaknya. Kaum muda mencintai kolintang dan menikmati memainkannya.

Masyarakat Indonesia, kata Juli, harus mencintai kolintang jika ingin menghantarnya menuju Unesco. Jika tidak banyak yang mengenalnya, akan sulit bagi kolintang untuk menyusul batik yang sudah lebih dulu diakui Unesco.

“Untuk menuju Unesco, kami secara tertulisnya baru menyelesaikan lokakarya di Cisarua. Itu di hadiri oleh sesepuh kolintang baik praktisi, akademisi, juga produsen pembuat kolintang. Itu kita kumpulkan, lalu kita bikin kesepakatan, itu penting sekali untuk dibawa ke sana. Kita harus perkuat sosialisasinya,” tegas Juli.

Gerakan Pinkan ini sendiri cukup didukung banyak pihak. Terlihat juga dengan bergabungnya sejumlah istri pejabat negara sebagai Pembina yaitu Lis Purnomo Yusgiantoro, istri dari Menhan Purnomo Yusgiantoro, Silvya Agung Laksono, istri Menkokesra Agung Laksono dan istri dari Menhub, EE. Mangindaan yaitu Adelina Mangindaan. Sementara di jajaran Penasehat Pinkan ada nama Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Benny Mamoto yang juga berdarah Manado, Sulut.

Juli berharap semakin banyak dukungan yang datang, kolintang akan didorong menjadi salah satu alat music tradisional kebanggaan Indonesia.

“Kami butuh dukungan semua pihak terutama dari Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk bisa meloloskan kolintang menuju Unesco,” tandas Juli.

-

Arsip Blog

Recent Posts