Bireuen, NAD - Genap berusia 67 tahun pada 16 Desember 2013 tidak menyurutkan semangat dan langkah Hj Pocut Haslinda Syahrul binti Teuku Hamid Azwar untuk terus menelusuri sejarah leluhurnya, yakni Tun Sri Lanang yang merupakan raja pertama di Samalanga, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, Aceh.
Kendati sudah menetap lama di Jakarta, perempuan yang memiliki darah asli Aceh dari pasangan almarhum Teuku Hamid Azwar dan almarhumah Cut Nyak Djariah Kemala Putri Azwar ini serius menggali berbagai informasi menyangkut leluhurnya di abad ke-17 itu.
“Beberapa upaya saya lakukan seperti penerbitan buku-buku sejarah, seminar sejarah agar sejarah yang tersimpan berabad-abad ini terungkap serta bisa diketahui oleh generasi penerus,” ungkap perempuan yang akrab disapa Pocut Haslinda ini kepada Kompas.com, Senin (17/2/2014).
Memiliki sejarah erat dengan negeri jiran, Malaysia, keturunan Tun Sri Lanang sendiri diakuinya menyebar di sejumlah daerah di wilayah itu. Hal itu terbukti dari banyaknya lawatan ke situs makam Tun Sri Lanang yang terletak di Desa Lueng, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen.
Suatu konsep besar yang masih ingin diciptakan Pocut adalah berdirinya suatu lembaga penelitian, Pusat Pengkajian Sejarah Aceh-Melayu di Samalanga, Kabupaten Bireuen, Aceh.
“Kekayaan sejarah Aceh, khususnya Tun Sri Lanang, bukanlah milik Aceh semata, tetapi lebih dari itu, Tun Sri Lanang merupakan milik Nusantara, bahkan dunia,” jelas perempuan yang mengaku keturunan ke-8 Tun Sri Lanang.
Berbekal kemampuan analisis sejarah, ibu lima anak ini masih aktif mengikuti seminar internasional di beberapa negara, berbasis seni dan budaya. Keseriusan Pocut Haslinda dalam mengawal sejarah leluhurnya itu ia buktikan pula dengan lahirnya Seminar Ketokohan Tun Sri Lanang dalam Sejarah Dua Bangsa yang dilaksanakan pada 8 Desember, serta Peresmian Kawasan Wisata Sejarah Melayu Nusantara di Samalanga pada 9 Desember 2011 lalu.
Sumber: http://regional.kompas.com