Songket Semakin Diminati

Surabaya, Jatim - Satu lagi kain tradisional Nusantara yang mendapat tempat di mata dunia. Songket, jenis kain tenun dengan sulaman benang emas atau perak itu, kini kian diminati. Berbagai daerah di Nusantara menghasilkan varian songket masing-masing. Sebut saja Melayu, Minangkabau, Palembang, dan Sulawesi.

Motif songket biasanya tersusun atas pola-pola sederhana dan simetris, seperti bentuk wajik, belah ketupat, segi tiga, atau sulur bunga. Beberapa pola mencerminkan tradisi masyarakat atau tumbuhan dan hewan khas suatu tempat. Dalam perkembangannya, ratu segala kain itu dapat digunakan, baik pria maupun perempuan. Mulai atasan, bawahan, selendang, hingga ikat kepala.

Lia Afif, salah seorang desainer busana muslim asal Surabaya, termasuk salah seorang pencinta kain cantik tersebut. Ibu empat anak itu bahkan mengikutsertakan songket dalam rancangannya pada Payakumbuh Fashion Week di Sumatera Barat beberapa waktu lalu. Berhubung songket adalah salah satu masterpiece buatan tangan, tentu Lia mengaku amat berhati-hati memperlakukannya. ”Supaya tidak rusak, saya cuci pakaidry clean,” ujar Lia.

Benang emas atau perak yang berkilau pada songket, tutur Lia, amat rentan pada detergen. Kandungan logam pada benang dikhawatirkan dapat bereaksi dan rusak jika terkena sabun. ”Songket juga sebaiknya tidak dicuci, apalagi diperas. Khawatir tenunnya rusak,” kata dia.

Untuk itulah, ujar Lia, jika hanya dipakai sebentar, pakaian dari bahan songket cukup diangin-anginkan agar tidak lembap. Songket baru dicuci jika benar-benar kotor atau terkena noda. Itu pun sebaiknya hanya penyucian kering dengan steam dan tanpa detergen.

”Songket juga tidak tahan dengan panas. Jika disetrika, benang-benang emasnya bisa putus. Kan sayang,” kata dia. Dengan menggunakan songket, ungkap Lia, sang pemakai akan terlihat cemerlang dan berkelas bak raja-raja. Pakaian para bangsawan itu juga menyimbolkan kemewahan, keanggunan, dan keagungan seni budaya tinggi.

-

Arsip Blog

Recent Posts