Medan, Sumut - Peringatan Tragedi Maret 1946 merupakan satu titik balik bagi sejarah kelam masyarakat Melayu di Sumatera wilayah timur, hal ini tidak boleh dilupakan begitu saja. Inilah yang akan digelar dalam sebuah acara, Jumat (4/3) malam besok, di pelataran halaman Mesjid Raya Al Mashun Medan mulai pukul 20.00 WIB.
Demikian disampaikan Ketua Panitia Pelaksana peringatan ‘Melawan Lupa: 70 Tahun Revolusi Sosial Sumatera Timur 1946’, Tengku Jack Zaidy didampingi Tengku Fahmi Aulia, OK Aprizal, Tengku Adri, Tengku Nursida Aradea dan Humas Acara Muhammad Rizki saat beraudiensi kepada Waspada Online, Rabu (2/3).
Dikisahkan Tengku Jack, bermula dari kegiatan peringatan 69 tahun Tragedi Kemanusiaan di Sumatera Timur pada 12 Maret 2015 di Mesjid Raya Al Mahsun-Medan, berupa pembacaan do’a bagi arwah atok dan onyang puak Melayu yang menjadi korban keganasan peristiwa tersebut. Dimana pada masa itu turut hadir menyampaikan do’anya adalah Tengku Erry Nuradi yang saat itu sebagai Wakil Gubernur Sumatera Utara.
“Ini adalah tindak lanjut dari acara tahun lalu, maka ada keinginan dari para peserta yang hadir untuk meningkatkan nilai peringatan Tragedi Maret 1946 menjadi lebih memiliki kekuatan lebih besar lagi,” kata Tengku Jack.
Dikatakan Tengku Jack, pada Maret 1946 telah terjadi penyerangan dengan cara penculikan, penahanan, pemerkosaan, pembunuhan, dan perampokan yang di hampir seluruh wilayah Sumatera Timur (kini Provinsi Sumatera Utara, di luar Tanah Tapanuli dan Nias) , terhadap Sultan, kerabat, petinggi kesultanan-kesultanan Melayu, juga masyarakat adat tempatan. Hal serupa juga terjadi di sebagian Simalungun dan Karo.
Ditambahkan Tengku Fahmi, peristiwa Maret 1946 merupakan bagian dari sejarah kelam menuju Indonesia masa kini, yang tidak boleh dihilangkan dari sejarah bangsa. “Dan apa yang menimpa Sumatera Timur ini juga terjadi di banyak wilayah, sebut saja Kalimantan Barat. Kekacauan demi kekacauan, pembunuhan, pemerkosaan, perampasan hak, penyerangan demi penyerangan, hingga sekian banyak orang ketakutan hingga berpindah etnis, berpuncak dari peristiwa Maret 1946 atau bulan lain pada 1946, bahkan tak tercatat dalam buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah,” ungkap Tengku Aulia.
“Tak ada pengusutan, tak ada pengungkapan, tak ada penanggungjawab, tak ada pelajaran yang bisa dipetik, tak ada ingatan, tak ada manfaat yang terasa. Yang ada hanya kematian dan kehancuran,” katanya lagi.
Menurutnya, acara yang akan digelar Jumat (4/3) malam besok, diharapkan memberikan efek melawan lupa kepada generasi pada masa kejadian. Memberikan pengetahuan kepada generasi setelahnya, bahwa catatan sejarah yang kelam ini pernah terjadi di Sumatera Timur tanpa ada siapa yang bertanggungjawab.
“Kita juga berharap, kegiatan ini mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan gerakan melawan lupa untuk tragedi Maret 1946 melalui muatan lokal pada pelajaran tingkat SMP dan SMA. Menyusun rekomendasi ke pemerintah pusat untuk memasukkan peristiwa tersebut sebagai satu sejarah Nasional dan diwujudkan dalam pembentukan tim investigasi tragedi Maret 1946,” jelas Tengku Aulia lagi.
Ditambahkan OK Aprizal, ini akan menampilkan kilas balik ‘Tragedi Revolusi Sosial’ yang akan dikemas dalam bentuk Talkshow interaktif yang diisi dengan beragam aksi seperti pembacaan puisi, narasi, senandung, melukis diatas pasir, pameran foto dan aksi teatrikal. “Menghadirkan para Sultan dari Kesultanan se-Sumatera Timur, Kepala Daerah Se-Sumatera Timur, tokoh masyarakat, saksi sejarah, sejarawan, budayawan dan lembaga-lembaga terkait,” imbuhnya.
Sementara itu, Tengku Adri mengingatkan, acara ini murni panggilan hati nurani, dan tidak ada maksud apapun selain mengingatkan segenap masyarakat luas. “Bahwa kita tak boleh melupakan sejarah. Harus ada pengakuan pemerintah bahwa peristiwa ini adalah bagian dari sejarah,” tuturnya.
Humas Panitia Acara, Muhammad Rizki meminta, tokoh-tokoh adat, khususnya Melayu turut berpartisipasi, sejenak duduk bersama di acara ini. Mengingat dan mengenang apa yang telah terjadi di masa lalu. “Tokoh-tokoh Melayu khususnya harus ikut berperan serta. Peduli dengan adanya sejarah yang telah terjadi di masa lalu,” tutupnya.
Sumber: http://waspada.co.id