Yogyakarta - Yogyakarta memang identik dengan kota budaya dan kota pariwisata. Dari soal kuliner, peninggalan purbakala, heritage keraton, arsitektural gedung-gedung peninggalan Belanda, sampai seni tradisi pun hidup dan berkembang di sana. Yogyakarta itu seperti “Bali”-nya Pulau Jawa. Culture-nya sangat kental, dan itulah daya tarik 60% pariwisata ke Indonesia.
Sayang jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) ke Yogyakarta belum naik dari 1 persen. “Akses masih menjadi persoalan mendasar untuk Joglosemar –Jogja Solo Semarang—dengan ikon Borobudur. Atraksinya, sudahlah saya tidak perlu berbusa-busa, sudah pasti keren. Budayanya kuat, alamnya bagus, kulinernya wow, seni pertunjukan juga selalu ada, konsisten. Amenitasnya, juga sudah lengkap, apa saja ada di sana,” ujar Menpar Arief Yahya.
Jika airport yang baru dengan landasan yang panjang sudah terbangun, lalu jalur kereta menuju Borobudur tuntas, maka promosi Joglosemar bisa digeber habis-habisan. Saat itulah, tiga jangkar Jawa Tengah DIY, Jogja-Solo-Semarang akan terkoneksi dengan baik. Semua objek wisata yang potensial yang selama ini belum tergarap dengan baik, secara otomatis akan terdongkrak. “Swasta pun akan ikut berinvestasi di sana, masyarakat juga hidup dengan pariwisata,” katanya.
Ketua Umum Persatuan Istri ABRI (PIA) Ardhya Garini, Bryan Rachmawati bersama sejumlah pengurus organisasi Persatuan Istri Prajurit TNI Angkatan Udara dan Yasarini Pusat, sempat berkunjung ke Yogyakarta. Persisnya di Rumah Budaya dan Agrowisata Baru, Omah Kecebong, di Sendari, Sleman. Apa kesannya? “Sentuhan budaya Jogja itu sangat dalam. Orang yang berwisata ke Jogja, bisa merasakan atmosfer budaya Jawa yang sangat kental,” kata Bryan Rachmawati.
Dia bisa membatik, mengenal wayang suket, jelajah alam pedesaan dengan gerobak sapi, yang sudah jarang –bahkan hampir tidak ditemukan lagi di daerah lain--, yang menunjukkan kekuatan local wisdom. Dia ingat, bagaimana Bali dikenal oleh wisatawan mancanegara. Karena upacara adat, ngaben, pengairan subak, kesenian, patung, dan tradisi dalam memperingati hari-hari penting buat masyarakat Bali.
Penggagas Omah Kecebong, Hasan Setyo Prayogo menyebut, suasana pedesaan, tanaman padi, kebun klengkeng, pohon jambu, dan banyak pepohonan langka itu menjadi kekuatan Jogja. Termasuk rumah dengan desain kuno, ala Jawa, rumah kayu yang dijadikan resort, lengkap dengan asesorinya yang serba Jawa. “Kalau di Bali ada Ubud, kalau di Jawa ada di Jogja, suasana yang alami dan bisa merasakan sensasi kembali ke zaman silam,” ujar Hasan.
Selain Yogyakarta, Solo, Semarang juga Bandung yang sudah mulai banyak inbound yang menjual paket-paket alam. “Sudah banyak group pelajar-pelajar Singapore yang memilih paket ke Jogja, Solo, Semarang, back to nature. Ada kegiatan menanam padi, main lumpur, membatik, dan lainnya. Dan itu akan semakin banyak jumlahnya, karena di Singapore, tidak ada tempat bermain seperti itu,” kata Sulaiman, Staf VITO di Singapura.
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com