Menengok Budaya Lontara di atas Selembar Kain Batik

Makassar, Sulsel - Kenapa Makassar tak memiliki batik seperti daerah lainnya? Andi Bau Aisha Jeanni menjawabnya dengan mengembangkan batik Lontara, merujuk corak budaya Bugis.

Di usianya sudah 62 tahun tak menyurutkan Andi menggoreskan kuas dan canting ke atas selembar kain berukuran dua meter yang sebelumnya sudah terpola motif Lontara.

Kemampuan membatik Aisha diperolehnya saat masih kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1975. Jurusan bahasa Inggris yang ia ambil memang tak berhubungan dengan aktivitas membatiknya.

"Saat kuliah itu saya sering ke rumahnya Pak Bagong Kussudiardja, ayah Butet Kartaredjasa untuk belajar membatik," Aisha memulai ceritanya kepada Tribun Timur di beranda rumahnya di Jalan Gunung Nona, Lorong 33, No 35, Kelurahan Pisang Selatan, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Senin (2/5/2016).

Selama kurang lebih dua bulan, saban sore jika sedang tak ada aktivitas, Aisha selalu belajar membatik bersama teman-temannya di rumah Bagong.

Batik Lontara Aisha kembangkan pada 2013, terinspirasi ketika berbagai daerah di Indonesia memilik batik, tapi Makassar tidak. Akhirnya Lontara diambil sebagai motif karena memiliki keunikan.

"Saya sempat buat motif Toraja, tapi kalau dilihat ternyata motifnya hampir sama dengan motif budaya Batak dan Papua. Makanya saya coba Lontara karena saya anggap unik," beber perempuan bertudung itu.

Untuk membuat satu kain batik berukuran dua meter, Aisha memerlukan waktu satu sampai dua minggu, tergantung tingkat kesulitannya.

Dalam membuat kain batik itu ia masih memakai cara dan peralatan sederhana: menggambar motif, mencanting, mencolet, menutup malam, mewarnai, lalu melorot dan semua peralatannya masih sederhana.

Selama proses pembuatan batik Lontara ia dibantu dua karyawan yang sudah dilatih membuat batik.

Meski memiliki produk yang terbilang unik, hingga kini Aisha mengaku peminat batik Lontara masih sangat kurang. Ia hanya membuat beberapa saja untuk mengisi waktu luangnya.

"Saya bikin sesuai pesanan orang saja. Saya bikin kalau orang ada yang mau, karena saya tidak tahu mau dijual di mana," kata Ketua Pokja III PKK Kecamatan Ujung Pandang ini.

Meski begitu, bukan berarti batik Lontara buatan Aisha tidak laris. Ia mengaku beberapa lembar kain batiknya pernah dibeli turis mancanegara yang datang ke Makassar, Sulawesi Selatan.

"Batik Lontara lebih disukai warga negara asing daripada orang-orang Indonesia sendiri. Mereka berpikir mau diapakan sih batik ini, toh ada batik yang lebih bagus," sambung dia.

Ia tak memiliki cara khusus mempromosikan batiknya itu. Cara yang dipakai sekaranya getok tular alias dari mulut ke mulut, toh cukup efektif meski implikasinya belum terlihat benar.

Belakangan usahanya sedikit terbantu berkat Camat Ujung Pandang, Muhamamd Syarief. Ia diminta Syarief membikin batik Lontara untuk kemudian akan dia beli sendiri.

Wanita berdarah Bone ini kadung cinta kesenian sejak dulu. Ia sering membuat percobaan-percobaan sendiri untuk menghasilkan kerajinan tangan. Aisha enggan berdiam diri dan selalu membuat motif lain.

"Saya harap pemerintah mau bantu pengusaha kerajinan lokal untuk melestarikan kebudayaan, supaya budaya kita eksis di dunia internasional. Apalagi banyak yang tertarik," selama ini Aisha mengaku memakai modal pribadi.

Ia mengeluh karena tak ada generasi muda yang tertarik pada kesenian membatik Lontara, bahkan keponakannya masih belum terlalu tertarik. Kebanyakan alasan anak muda zaman sekarang, membatik membosankan.

"Sangat disayangkan para generasi muda cuma pikir kuliah, tidak ada jiwa mempertahankan budaya lokal," kata dia yang terus berharap batik Lontara dapat menggugah generasi muda mengangkat budaya lokal.

Terlepas sepi peminat, Aisha terus menggoreskan canting dan kuasnya untuk membuat batik bermotif Lontara. Produknya mulai dikemas khusus untuk lebih menarik para pembeli.

Batik Balla Sari Motif Lontara, begitu Aisha menamakan batiknya. Satu lembar batik ia jual Rp 400 ribu sampai Rp 1 juta. Ia berharap dapat mengembangkan bisnisnya dan membuka pasar lebih luas.

"Prinsip saya, pertahankan pendapat sendiri meski orang tak menyukai, apapun karyamu yang sudah kau buat dengan keyakinan sendiri," kata Aisha.

-

Arsip Blog

Recent Posts