Palembang - Pemerintah optimistis kain tradisional songket akan bertahan meski sistem perdagangan bebas Asean-China berlaku sejak 2010. Alasannya, kain tradisional punya keunggulan yang tak tersaingi tekstil China seperti kekhasan motif dan peran dalam kegiatan adat-budaya.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan Eppy Mirza, Rabu (13/1) di Palembang, produk-produk tekstil buatan Indonesia dipastikan akan kalah bersaing jika harus berhadapan dengan beragam produk dari China pascapenerapan sistem perdagangan bebas ASEAN-China. Selama ini pihaknya telah mengamati kualitas produk dari negara China dan beberapa negara ASEAN lainnya.
”Hasilnya jelas terlihat bahwa produk-produk dari Indonesia, selain tekstil, sudah kalah kualitas, antara lain sepatu, alat elektronik, dan baja,” katanya.
Namun, Eppy Mirza menambahkan bahwa hal itu akan berbeda jika dibandingkan dengan keberadaan tekstil tradisional, salah satunya kain songket Palembang. Produk-produk industri rumah tangga di skala lokal, seperti kerajinan kain tradisional dan makanan, diperkirakan bakal aman dari imbas sistem ASEAN- China FTA.
Selain itu, komoditas andalan lain dari sektor agrobisnis, seperti karet dan kelapa sawit, juga diharapkan bisa bertahan dari gempuran sistem perdagangan bebas. Eppy menegaskan bahwa sektor andalan berada di posisi yang aman karena China tidak memiliki komoditas serupa.
Kualitas unggul
Ia menambahkan, kain tradisional songket memiliki keunggulan yang tak dimiliki tekstil internasional lainnya, antara lain kekhasan motif dan diproduksi melalui buatan tangan.
Ditanya soal keberadaan kain tenun serupa yang berasal dari negara ASEAN lain, seperti Malaysia dan Thailand, Eppy menjawab, masing-masing kain tradisional tetap memiliki pangsa pasar tersendiri. Selain itu, keunggulan lain terletak pada peran di bidang budaya yang tak bisa digantikan.
”Karena itu, saya yakin produk ini aman dari dampak perdagangan bebas. Sampai sekarang dampaknya juga belum terlihat,” katanya.
Selain itu, songket Palembang memiliki motif dan corak yang khas. Hal ini tidak bisa ditiru negara lain karena sudah dipatenkan. Dengan demikian, kekhasan ini tidak akan mungkin diambil perajin lain karena sudah menjadi ciri khas Sumsel.
33 motif
Eppy juga menginformasikan, saat ini sudah 33 motif songket yang dipatenkan. Dengan adanya perdagangan bebas ini, ekspor songket ke negara ASEAN dan China akan bertambah lagi dibandingkan sebelum diberlakukan kesepakatan perdagangan bebas ini.
”Selama ini songket belum banyak diekspor. Tetapi, dengan perdagangan bebas, tentu peluang ekspor lebih besar,” ujarnya.
Hasan Bisri (45), salah satu produsen asal Tangga Buntung, berpendapat senada. Menurut dia, salah satu faktor pendukung terkait dengan citra masyarakat terhadap songket Palembang.
”Saya yakin konsumen punya kesan bahwa songket Palembang ini berkualitas karena diproduksi dengan tangan, bukan mesin. Kalaupun ada produk yang sejenis, statusnya tidak akan sama,” katanya.
Ia menambahkan, songket Palembang ini memiliki penggemar setidaknya di Sumatera Selatan dan beberapa wilayah di Indonesia. Demikian halnya dengan kain tenun Malaysia yang juga punya penggemar di kalangan internal. Ini terjadi karena setiap kain tenun daerah pasti melekat di hati warga setempat. (ONI)
Sumber: http://cetak.kompas.com
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan Eppy Mirza, Rabu (13/1) di Palembang, produk-produk tekstil buatan Indonesia dipastikan akan kalah bersaing jika harus berhadapan dengan beragam produk dari China pascapenerapan sistem perdagangan bebas ASEAN-China. Selama ini pihaknya telah mengamati kualitas produk dari negara China dan beberapa negara ASEAN lainnya.
”Hasilnya jelas terlihat bahwa produk-produk dari Indonesia, selain tekstil, sudah kalah kualitas, antara lain sepatu, alat elektronik, dan baja,” katanya.
Namun, Eppy Mirza menambahkan bahwa hal itu akan berbeda jika dibandingkan dengan keberadaan tekstil tradisional, salah satunya kain songket Palembang. Produk-produk industri rumah tangga di skala lokal, seperti kerajinan kain tradisional dan makanan, diperkirakan bakal aman dari imbas sistem ASEAN- China FTA.
Selain itu, komoditas andalan lain dari sektor agrobisnis, seperti karet dan kelapa sawit, juga diharapkan bisa bertahan dari gempuran sistem perdagangan bebas. Eppy menegaskan bahwa sektor andalan berada di posisi yang aman karena China tidak memiliki komoditas serupa.
Kualitas unggul
Ia menambahkan, kain tradisional songket memiliki keunggulan yang tak dimiliki tekstil internasional lainnya, antara lain kekhasan motif dan diproduksi melalui buatan tangan.
Ditanya soal keberadaan kain tenun serupa yang berasal dari negara ASEAN lain, seperti Malaysia dan Thailand, Eppy menjawab, masing-masing kain tradisional tetap memiliki pangsa pasar tersendiri. Selain itu, keunggulan lain terletak pada peran di bidang budaya yang tak bisa digantikan.
”Karena itu, saya yakin produk ini aman dari dampak perdagangan bebas. Sampai sekarang dampaknya juga belum terlihat,” katanya.
Selain itu, songket Palembang memiliki motif dan corak yang khas. Hal ini tidak bisa ditiru negara lain karena sudah dipatenkan. Dengan demikian, kekhasan ini tidak akan mungkin diambil perajin lain karena sudah menjadi ciri khas Sumsel.
33 motif
Eppy juga menginformasikan, saat ini sudah 33 motif songket yang dipatenkan. Dengan adanya perdagangan bebas ini, ekspor songket ke negara ASEAN dan China akan bertambah lagi dibandingkan sebelum diberlakukan kesepakatan perdagangan bebas ini.
”Selama ini songket belum banyak diekspor. Tetapi, dengan perdagangan bebas, tentu peluang ekspor lebih besar,” ujarnya.
Hasan Bisri (45), salah satu produsen asal Tangga Buntung, berpendapat senada. Menurut dia, salah satu faktor pendukung terkait dengan citra masyarakat terhadap songket Palembang.
”Saya yakin konsumen punya kesan bahwa songket Palembang ini berkualitas karena diproduksi dengan tangan, bukan mesin. Kalaupun ada produk yang sejenis, statusnya tidak akan sama,” katanya.
Ia menambahkan, songket Palembang ini memiliki penggemar setidaknya di Sumatera Selatan dan beberapa wilayah di Indonesia. Demikian halnya dengan kain tenun Malaysia yang juga punya penggemar di kalangan internal. Ini terjadi karena setiap kain tenun daerah pasti melekat di hati warga setempat. (ONI)
Sumber: http://cetak.kompas.com