Pekanbaru - Organisasi pemerhati satwa WWF menyatakan populasi harimau Sumatra di Provinsi Riau tinggal 30 ekor. Keberadaan hewan langka ini terus terancam akibat kerusakan hutan serta perburuan.
"Berdasarkan survei kami, ada 30 ekor harimau sumatra di Riau, yang dibedakan dari tiap individu dilihat dari belangnya yang berbeda-beda," kata Manajer Program WWF Wilayah Riau, Suhandri, di Pekanbaru, Sabtu (6/2).
Suhandri meyakini jumlah populasi harimau di Riau terus menurun. Jumlah tersebut hanya sekitar 10 persen dari seluruh populasi harimau di Pulau Sumatera yang diperkirakan hanya tinggal 300 ekor. Secara keseluruhan, ujarnya, populasi harimau Sumatera menurun drastis dari tahun 1978 yang saat itu diperkirakan mencapai 1000 ekor di Pulau Sumatera.
Jumlah harimau terus menurun pada 1987 yakni mencapai 800 ekor, kemudian diperkirakan tinggal 500 ekor pada tahun 1992. "Ancaman terbesar dari konservasi harimau adalah kehilangan habitat dan perburuan," katanya.
Berkurangnya habitat harimau, lanjutnya, paling banyak disebabkan konversi hutan menjadi perkabunan akasia dan perkebunan kelapa sawit yang tidak terkendali. Hal tersebut mengakibatkan konflik makin meningkat antara harimau dan manusia. Menurut dia, sekitar 20 persen perkebunan kelapa sawit besar di Riau tidak memiliki izin HGU (hak guna usaha). Selain itu, sekitar 95 persen perkebunan masyarakat yang dikelola swadaya tidak punya izin perkebunan dari dinas perkebunan.
Hal tersebut jelas mengancam keberadaan harimau yang sudah tergolong satwa terancam punah (critical endangered species). Sedangkan untuk ancaman dari perburuan, ia mengatakan lemahnya penindakan hukum membuat aktivitas ilegal tersebut sulit dihentikan.
Lemahnya penegakan hukum, salah satunya bisa dilihat dari adanya 11 toko di pasar Pekanbaru yang hingga kini masih memperdagangkan bagian tubuh dari harimau sumatra. "Tidak ada cara lain untuk mengerem laju kepunahan harimau yakni dengan menghentikan konversi hutan dan penegakan hukum," kata Suhandri. (Ant/OL-06)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com
"Berdasarkan survei kami, ada 30 ekor harimau sumatra di Riau, yang dibedakan dari tiap individu dilihat dari belangnya yang berbeda-beda," kata Manajer Program WWF Wilayah Riau, Suhandri, di Pekanbaru, Sabtu (6/2).
Suhandri meyakini jumlah populasi harimau di Riau terus menurun. Jumlah tersebut hanya sekitar 10 persen dari seluruh populasi harimau di Pulau Sumatera yang diperkirakan hanya tinggal 300 ekor. Secara keseluruhan, ujarnya, populasi harimau Sumatera menurun drastis dari tahun 1978 yang saat itu diperkirakan mencapai 1000 ekor di Pulau Sumatera.
Jumlah harimau terus menurun pada 1987 yakni mencapai 800 ekor, kemudian diperkirakan tinggal 500 ekor pada tahun 1992. "Ancaman terbesar dari konservasi harimau adalah kehilangan habitat dan perburuan," katanya.
Berkurangnya habitat harimau, lanjutnya, paling banyak disebabkan konversi hutan menjadi perkabunan akasia dan perkebunan kelapa sawit yang tidak terkendali. Hal tersebut mengakibatkan konflik makin meningkat antara harimau dan manusia. Menurut dia, sekitar 20 persen perkebunan kelapa sawit besar di Riau tidak memiliki izin HGU (hak guna usaha). Selain itu, sekitar 95 persen perkebunan masyarakat yang dikelola swadaya tidak punya izin perkebunan dari dinas perkebunan.
Hal tersebut jelas mengancam keberadaan harimau yang sudah tergolong satwa terancam punah (critical endangered species). Sedangkan untuk ancaman dari perburuan, ia mengatakan lemahnya penindakan hukum membuat aktivitas ilegal tersebut sulit dihentikan.
Lemahnya penegakan hukum, salah satunya bisa dilihat dari adanya 11 toko di pasar Pekanbaru yang hingga kini masih memperdagangkan bagian tubuh dari harimau sumatra. "Tidak ada cara lain untuk mengerem laju kepunahan harimau yakni dengan menghentikan konversi hutan dan penegakan hukum," kata Suhandri. (Ant/OL-06)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com