Pontianak, Kalbar - Pengamat Kebudayaan Indonesia Prof Dr Sri Hastanto mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memperkuat pendidikan kesenian kepada siswa di sekolah sebagai sarana membudayakan kembali bangsa Indonesia.
"Pendidikan kesenian yang ada di Indonesia saat ini, belum seperti yang diharapkan," kata Sri saat menyampaikan pendapatnya dalam seminar persiapan kongres kebudayaan di Pontianak, Kamis.
Dia menyatakan, setelah melalui perenungan yang mendalam dan pembentukan empirik yang terakumulasi selama berpuluh tahun dalam dunia pendidikan kesenian, ternyata tujuan pendidikan kesenian itu bukan sekedar mendidik peserta didik untuk dapat berolah seni semata, melainkan seharusnya dapat memberi sumbangan nyata kepada bangsa untuk dapat mengenal jati dirinya.
Selain itu, lanjutnya, menjadikan peserta didik lebih peduli kepada lingkungannya, yang berarti mengenal budayanya sehingga dapat membawa kehidupan bangsa itu mempunyai makna di mata dunia.
"Pasalnya, bangsa yang tidak mempunyai makna di mata dunia akan dipandang sebelah mata dan akan diabaikan begitu saja oleh bangsa-bangsa lain. Sebuah bangsa yang sedang mengembangkan diri akan sama sekali tidak memperhitungkan kepentingan bangsa yang tidak mempunyai makna di mata dunia itu," tuturnya.
Menurutnya, pendidikan seni bukanlah hanya menggarap segi keilmuan atau pengetahuan seninya saja, tapi juga memberikan segi tekniknya, filosofinya, estetikanya, dan sejarahnya.
"Kalau tida dengan perlakuan seperti itu maka seni menjadi objek penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi saja, sama seperti jagung hibrida, orang utan, dan benda-benda lainnya. Sehingga slogan Ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni) sebagai kandungan kompetensi bangsa Indonesia benar-benar slogan tanpa isi," tuturnya.
Hal itu dikarenakan kehidupan dan kependukungan seni sejajar dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Belum ada seni yang sekarang telah memproklamasikan diri sebagai sebuah disiplin mestinya tidak "mengilmukan" diri.
"Kalau demikian seni tidak ada bedanya dengan ilmu positif yang sudah ada. Disiplin seni justru mempunyai garapan yang seharusnya belum digarap oleh ilmu yang telah mempunyai fungsinya sendiri di dalam kehidupan manusia.
Bidang yang belum digarap oleh ilmu adalah kesadaran dan kemampuan manusia dalam merawat lingkungan budayanya sehingga lingkungan budaya itu dapat dilihat oleh dunia luar seberapa maknanya bagi manusia dan kemanusiaan.
Dia mengatakan, ilmu pengetahuan baru memberikan pengertian ini yang baik dan ini yang buruk, tetapi belum memberi pengalaman kepada manusia untuk berbuat yang semestinya kepada lingkungan dan belum menumbuhkan kreativitas manusia sehubungan dengan pengelolaan budayanya.
Dengan demikian pendidikan seni harus dapat membentuk "seniman" yang sadar dan mampu merawat lingkungan budayanya dengan kekuatan days kreativitasnya.
"Pengertian seniman di sini dalam artian yang lugas, tidak terbatas pads seniman pencipta dan seniman pelaku tetapi juga termasuk kritikus, kurator, pengelola, dan tidak kalah pentingnya para apresiator atau masyarakat yang menjadi lahan tumbuh berkembanganya sebuah kesenian," kata Sri.
Sumber: http://www.antaranews.com