Padang, Padek—Mantan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (Kadispertahor) Kabupaten Pasaman, Ezmita Arbi melalui kuasa hukumnya Sutomo SH bakal mem-praperadil-kan Kejaksaan Negeri Lubuksikaping Pasaman. Gugatan ini dilatari penetapan Ezmita sebagai tersangka dan ditahan, dinilai tidak tepat dan berlebihan. Ezmita merupakan tersangka dalam dugaan korupsi proyek pencetakan sawah 50 Ha di Nagari Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman tahun 2006 senilai Rp232,9 juta.
Berdasar Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-982/N.3.18/Fd.1/06/2008 tanggal 27 Juni 2008, Ezmita resmi ditahan kejaksaan. Dugaan korupsi ini berawal saat pemerintah pusat menggelontorkan dana APBN tahun 2006 sebanyak Rp232,9 juta untuk pencetakan sawah seluas 50 Ha di Nagari Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Berdasarkan surat perjanjian kontrak No 521-2/10/TP.X-2006 tanggal 31 Oktober 2006, kontraktor (CV Anisa-red) berkewajiban menyelesaikan proyek dalam tenggat 50 hari usai surat perintah kerja diterbitkan. Namun hingga tanggal 19 Desember, pekerjaan tersebut belum selesai lebih kurang 12,5 persen.
Atas permintaan kontraktor dan setelah dilakukan rapat staf Dispertahor dan Kadispertahor, diputuskan dana sisa proyek tersebut dicairkan sebanyak Rp32,5 juta. Disyaratkan proyek tersebut tetap diselesaikan kontraktor, dengan disertai serah terima pekerjaan (PHO). Ini guna menghindari pengembalian uang ke kas negara. Dalam kelanjutannya, sisa proyek ini diselesaikan kontraktor 6 bulan kemudian. Ezmita Arbi yang kini menjabat Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pasaman dipersalahkan karena melakukan pencairan dana sisa pekerjaan yang belum selesai dan tidak mengembalikannya ke kas negara.
Kepada Padang Ekspres, Sutomo menyesalkan penahanan yang dilakukan terhadap kliennya. Ia menilai penahanan terhadap Ezmita telah cacat hukum, sewenang-wenang dan tidak sah. “Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan, diketahui pemeriksaan terhadap klien kami dinyatakan selesai. Namun anehnya, dalam surat perintah penahanan, salah satu pertimbangan penahanan untuk kepentingan penyidikan. Setelah mencermati penetapan tersangka dan penahanan terhadap klien kami tersebut, kami mempertimbangkan bakal mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Lubuk Sikaping dalam waktu dekat,” tegasnya.
Lebih lanjut, alumnus Fakultas Hukum Unand ini menilai keputusan untuk mencairkan sisa dana proyek tersebut merupakan keputusan pejabat TUN dan bukan keputusan pribadi Ezmita Arbi. Hingga ini bukan merupakan domain hukum pidana melainkan hukum administratif . Jika ada para pihak yang merasa dirugikan, langkah hukum yang bisa ditempuh adalah dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat. Sedangkan tanggung gugat menyangkut pelaksanaan kontrak pemborongan tersebut tunduk sepenuhnya pada domain hukum keperdataan.
“Selain itu tidak ada bukti bahwa klien kami memperkaya diri sendiri. Karena tidak ada bukti Ezmita menerima uang dari proyek pencetakan sawah 50 Ha di Nagari Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kab Pasaman tersebut. Semua dana sesuai kontrak sudah diserahkan kepada kontraktor untuk penyelesaian proyek,” tandas pemilik kantor hukum Sutomo, SH & Rekan tersebut.
Lain lagi dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lubuaksikaping, Willy Ade Chaidir. Dihubungi Padang Ekspres kemarin, Willy mengaku siap melayani gugatan praperadilan tersebut. “Kita berpandangan telah terjadi pemalsuan dokumen.
Seolah-olah pengerjaan proyek telah tuntas 100 persen, padahal baru tuntas sekitar 80 persen. Kemudian sisa uang proyek tidak disetorkan ke negara. Inilah yang kita jadikan telah terjadi penyimpangan,” jelasnya. Disebutkan Willy, kerugian keuangan negara melebihi angka Rp50 juta. Meskipun berdasarkan penghitungan Bawasda, kerugian negara hanya Rp32 juta lebih. “Untuk pastinya, akan ada penghitungan dari BPKP. Sedangkan perbuatan tersangka dipersalahkan melanggar pasal 2, 3 dan 9 UU Nomor 31 tahun 1999 yang dirubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sejauh ini kita baru menetapkan satu tersangka,” tandas Willy.
Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. (az)
Sumber : Padang Express : 14 Juli 2008