Aksara Sunda (Ngalagena)

Oleh Tim Wacana Nusantara

Dalam Sejarah
Aksara Sunda disebut pula aksara Ngalagena. Menurut catatan sejarah aksara ini telah dipakai oleh orang Sunda dari abad ke -14 sampai abad ke- 18. Jejak aksara Sunda dapat dilihat pada Prasasti Kawali atau disebut juga Prasasti Astana Gede yang dibuat untuk mengenang Prabu Niskala Wastukancana yang memerintah di Kawali, Ciamis, tahun 1371-1475. Prasasti Kebantenan yang termaktub dalam lempengan tembaga, berasal dari abad ke-15, juga memakai aksara Sunda Kuno.

Tak ada bukti yang jelas tentang awal mula aksara Sunda lahir, sejak kapan nenek moyang orang Sunda menggunakan aksara ini. Yang jelas, sebelum abad ke-14, kebanyakan prasasti dan kropak (naskah lontar) ditulis dalam aksara lain, seperti aksara Pallawa (Prasasti Tugu abad ke-4) dan aksara Jawa Kuno (Prasasti Sanghyang Tapak abad ke-11). Bahasanya pun Sansekerta dan Jawa Kuno bahkan Melayu Kuno. Baru pada abad ke-14 dan seterusnya, aksara Sunda kerap dipakai dalam media batu/prasasti dan naskah kuno.

Sama seperti naskah-naskah kuno di Jawa, yang menjadi media naskah kuno Sunda adalah daun (ron) palem tal (Borassus flabellifer)—di sinilah lahir istilah rontal atau lontar—atau juga daun palem nipah (Nipa fruticans), di mana masing-masing daunnya dihubungkan dengan seutas tali, bisa seutas di tengah-tengah daun atau dua utas di sisi kanan dan kiri daun. Penulisan dilakukan dengan menorehkan peso pangot, sebuah pisau khusus, pada permukaan daun, atau menorehkan tinta melalui pena. Tintanya dari jelaga, penanya dari lidi enau atau bambu. Biasanya peso pangot untuk huruf-huruf persegi, sementara tinta-pena untuk huruf-huruf bundar.

Naskah-naskah kuno Sunda yang memakai aksara Sunda Kuno dan juga bahasa Sunda Kuno di antaranya Carita Parahyangan (dikenal dengan nama register Kropak 406) yang ditulis pada abad ke-16. Ada hal yang menarik dalam Carita Parahyangan ini, di mana di dalamnya terdapat dua kata Arab, yaitu dunya dan niat. Ini menandakan bahwa persebaran kosa kata Arab, dengan Islamnya, telah merasuk pula ke dalam alam bawah sadar penulis carita tersebut. Begitu pula naskah Bujangga Manik dan Sewaka Darma yang ditulis pada masa yang tak jauh beda, yang keduanya mengisahkan perjalanan spiritual sang tokoh dalam menghadapi kematian, ketika raga wadag (tubuh) meninggalkan alam fana, yang dibungkus dalam sebuah sistem religi campuran antara Hindu, Buddha, dengan kepercayaan Sunda asli. Judul yang lain adalah Sanghyang Sisksakanda (ng) Karesian (disebut pula Kropak 603), sebuah naskah tentang keagamaan dan kemasyarakatan yang ditulis pada 1518 M. Ada pula naskah Amanat Galunggung (disebut pula Kropak 632 atau Naskah Ciburuy atau Naskah MSA) yang naskahnya baru diketemukan 6 lembar, yang membahas mengenai ajaran moral dan etika Sunda. Usia naskah ini ditenggarai lebih tua dari Carita Parahyangan; hal ini terbukti dari ejaannya, seperti kwalwat, gwareng, anwam, dan hamwa (dalam Carita Parahyangan dieja: kolot, goreng, anom, dan hamo).

Naskah-naskah keagamaan tersebut biasa ditulis di sebuah kabuyutan atau mandala, yakni pusat keagamaan orang Sunda yang biasanya terletak di gunung-gunung, yang juga merupakan pusat intelektual. Gunung Galunggung, Kumbang, Ciburuy, dan Jayagiri merupakan contoh dari kabuyutan tersebut. Kini peranan kabuyutan digantikan oleh pesantren.

Setelah islamisasi, keberadaan aksara Sunda makin tergeser. Lambat-laun, aksara Arab-lah yang mendominasi dunia tulis menulis, yang dikenal dengan huruf pegon. Otomatis, para pujangga dan penulis tak lagi menggunakan aksara Sunda. Hal ini terlihat dari penggunaan huruf Arab dalam naskah Sajarah Banten yang disusun dalam tembang macapat pada tahun 1662-1663, di mana Kesultanan Banten baru saja seabad berdiri. Naskah-naskah lain yang memakai huruf pegon adalah Kitab Waruga Jagat dari Sumedang dan Pancakaki Masalah Karuhun Kabeh dari Ciamis yang ditulis pada abad ke-18, sedangkan bahasa yang digunakan adalah Jawa.

Pemakaian aksara Sunda makin terkikis setelah aksara latin diperkenalkan oleh bangsa-bangsa Eropa pada masa kolonialisasi pada abad ke-17 hingga seterusnya. Tak hanya itu, penguasaan Mataram Sultan Agung atas wilayah-wilayah Sunda pada abad yang sama mengakibatkan sastra-sastra Sunda lahir dengan memakai aksara Jawa atau Jawa-Sunda (carakan), bukan aksara Sunda. Contoh naskah Sunda yang ditulis menggunaka bahasa dan aksara carakan adalah Babad Pakuan atau Babad Pajajaran yang ditulis pada 1816, di mana terdapat kisah Guru Gantangan, pada masa pemerintahan Pangeran Kornel (Aria Kusuma Dinata), Bupati Sumedang. Isi babad ini menggambarkan pola pikir masyarakat Sunda atas kosmologi dan hubungannya antara manusia sempurna dengan mandala kekuasaan.

Sistem Aksara Sunda
Aksara Sunda berjumlah 32 buah, terdiri atas 7 aksara swara atau vokal (a, é, i, o, u, e, dan eu) dan 23 aksara ngalagena atau konsonan (ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za). Aksara fa, va, qa, xa, dan za merupakan aksara-aksara baru, yang dipakai untuk mengonversi bunyi aksara Latin. Secara grafis, aksara Sunda berbentuk persegi dengan ketajaman yang mencolok, hanya sebagian yang berbentuk bundar.

Aksara swara adalah tulisan yang melambangkan bunyi fonem vokal mandiri yang dapat berperan sebagai sebuah suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah kata. Berikut tabel aksara swara Sunda:

Sedangkan aksara ngalagena adalah tulisan yang secara silabis dianggap dapat melambangkan bunyi fonem konsonan dan dapat berperan sebagai sebuah kata maupun sukukata yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah kata. Setiap konsonan diberi tanda pamaeh agar bunyi ngalagena-nya mati. Dengan begitu,aksara Sunda ini bersifat silabik, di mana tulisannya dapat mewakili sebuah kata dan sukukata. Berikut tabel aksara ngalagena Sunda:

Ada pula para penanda vokal dalam aksara Sunda, yakni: panghulu (di atas), panyuku (di bawah), pemepet (di atas), panolong (di kanan), peneleng (di kiri), dan paneuleung (di atas). Berikut penanda vokal dalam sistem aksara Sunda:

Selain pamaeh konsonan, ada pula variasi fonem akhiran, yakni pengecek (akhiran –ng), pangwisad (akhiran –h), dan panglayar (akhiran –r). Ada pula fonem sisipan yang disimpan di tengah-tenngah kata, yakni pamingkal (sisipan –y-), panyakra (sisipan –r-), dan panyiku (sisipan -l-). Berikut tabel variasi fonem sisipan dan akhiran beserta tanda pamaeh dalam aksara Sunda.

Kepustakaan
Danasasmita, Saleh. 2006. “Ya Nu Nyusuk Na Pakwan”, dalam Mencari Gerbang Pakuan dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda. Bandung: Pusat Studi Sunda.
McGlynn, John H. dkk. 2002. Indonesian Heritage 10 (Bahasa dan Sastra). Jakarta: Buku Antar Bangsa.
Sumardjo, Jakob. 2004. Hermeneutika Sunda: Simbol-simbol Babad Pakuan/Guru Gantangan. Bandung: Kelir.
__________ (2009) Aksara Sunda Kuna, [online] http://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Sunda_Kuna, februari 2010.

Sumber Tulisan:
http://www.wacananusantara.org/2/617/aksara-sunda-%28ngalagena%29

Aksara Nusantara - Dwipantara

Oleh Richadiana Kadarisman Kartakusuma

I. Manggala
Aksara merupakan pinjaman kata (istilah) bahasa Sanskerta, akshara. Aksara juga disebut huruf-abjad (bahasa Arab) adalah suatu lambang bunyi atau ujaran (fonem); sedangkan bunyi adalah lambang pengertian. Secara umum aksara adalah suatu tanda-tanda grafis yang dipakai manusia sebagai salah satu alat komunikasi yang mewakili suatu ujaran, alat untuk mencatat setiap ujaran secara sistematis. Ke dalam pengertian aksara merupakan media untuk menyampaikan ide-ide, gagasan-gagasan, maksud seseorang kepada orang lain yang tidak dapat disampaikan melalui pembicaraan lisan atau ujaran.

Berbicara tentang aksara tidak terlepas dari kedudukannya sebagai sumber tertulis (data tekstual). Pada masa paling awal bukti otentik aksara ditandai oleh hadirnya prasasti. Di sini prasasti memiliki kedudukan sebagai data utama, karena sebagian besar prasasti hampir selalu kontemporer masanya. Dibuat dan dikeluarkan atas wewenang raja, penguasa tertinggi suatu pemerintahan resmi, negara atau kerajaan berdaulat. Isi-pesannya berkenaan dengan titah atau anugrah raja/penguasa kepada seseorang yang berjasa atau dalam rangka memutuskan sesuatu perkara hukum (perdata). Prasasti adalah Surat Keputusan (SK) atau dokumen resmi pemerintah. Kehadiran suatu prasasti di masa lalu selalu diiringi upacara resmi dengan mellibatkan pemerintah langsung sebagai pembuat keputusan hukum. Itu sebabnya prasasti dipandang sangat sakral dengan sebutan hormat Sanghyang Ajna Prasasti.

Suatu prasasti ketika diputuskan untuk dibuat dan dikeluarkan sama artinya dengan dikukuhkannya keputusan resmi pemerintah. Oleh karena itu suatu prasasti tidak hanya dibuat satu, prasasti asli digoreskan pada media bahan yang lebih kuat dan permanen, biasanya dipilih bahan batu. Sedangkan copy atau tembusan (tinulad) digoreskan pada lempeng atau lembar tembaga - tamra prasasti - lebih mudah dibawa dan dipindahkan. Jumlah copy atau tembusan disesuaikan kepada pejabat desa yang diundang hadir sebagai (tatra) saksi. Prasasti merupakan dokumen otentik tentang gambaran bunyi (aksara) yang sarat mengandung sumber dan record – yang berbicara atas bukti-bukti langsung warisan budaya Nusantara di masa lalu.

Dari bukti prasasti yang telah berhasil ditemukan hingga kini, media menggoreskan aksara meliputi batu, logam (emas, perunggu, tembaga), kayu, juga bahan-bahan lain yang lebih lunak seperti daun tal (ron-tal), atau nipah. Sedangkan alat menggores atau memahat aksara, disesuaikan kadar kekerasan bahan yang dipergunakannya semacam tatah/pisau kecil, yang pada bagian ujungnya dibentuk melengkung, pipih, sangat tajam. Selain untuk menorehkan aksara, alat ini juga digunakan untuk mengiris dan menghaluskan bahan (daun) menjadi lempiran-lempiran dengan ukuran yang diperlukan panjang, lebar dan ketebalan tertentu yang siap pakai. Sementara bahan-bahan keras seperti batu atau jenis logam tertentu (perunggu, tembaga emas) dipakai karena dianggap lebih tahan lama. Tentu saja, pilihan bahan (media) dipakai selaras kepentingan dan sumber daya yang diperoleh di lingkungan budayanya. Sesuai alat dan bahan dipakainya kala itu, maka aksara yang nampak lebih memperlihatkan “hasil” goresan berkaitan erat dengan memahat. Alat yang memerlukan ketrampilan ketekunan dan keahlian khusus. Karenanya seorang yang ditugaskan menggores atau memahat aksara (naskah karya sastra atau naskah prasasti) diperani pemahat yang disebut citralekha.

Aksara-aksara yang hadir diwujudkan ke dalam data sumber tertulis merupakan rekaman gambaran bunyi yang telah mengandung karakter dan makna penciptanya. Dicirikan oleh jenis dan gaya pahatan atau goresan pada setiap prasasti yang hadir, bentuk tebal, tipis, posisi tubuh tegak, agak tegak, miring, bentuk persegi, bulat, pipih memanjang, melebar, tambun, dan kokoh tegak. Inilah yang menyebabkan setiap prasasti adalah unicum.

Jikalau naskah prasasti merupakan dokumen resmi, tegas dikeluarkan oleh suatu pemerintahan berdaulat, sehingga isi dan pesannya menyangkut kepada hal-hal yang resmi “berbau istana”. Berbeda dengan karya(/su)sastra (manuscript), sebagian besar isi pesannya merupakan data kemasyarakatan yang kental pertaliannya dengan unsur-unsur kearifan lokal. Berdasarkan katagori, naskah prasasti adalah dokumen peristiwa yang benar-benar terjadi dan dituliskan oleh seorang citralekha istana.

Sementara naskah karya sastra merupakan karya pujangga (kavya), isi dan pesannya mengenai peristiwa-peristiwa, tetapi belum berarti bahwa peristiwa itu yang pernah benar-benar terjadi. Kalimat-kalimat yang dipakai dalam suatu karyasastra secara khusus dirangkai sesuai emosi dan citra pengarang atau penggubahnya. Di dalam upaya menuangkan peristiwa sejarah menjadi kisah sejarah itu, diupayakan unsur-unsur keindahan bahasa dan kesejukan kata-kata yang diharapkan mampu mengajak pembaca larut ke dalam cerita dengan jalinan sedemikian rupa.

Berdasar kepada sifat isi pesannya, prasasti dan karya sastra dikategorikan sesuai lingkungan kebudayaan yang menghasilkannya. Prasasti benar-benar produk dengan latar kebudayaan istana (pusat), bersumber kepada kegiatan negara atau pemerintahan. Bersifat lebih halus dengan sofistikasi tinggi, dengan selera dan gaya penuh kerumitan; sedangkan karya sastra umumnya lebih menampilkan karya masyarakat yang mengandung vitalitas, sarat dengan bakat dan kekayaan terpendam. Tapi pada gilirannya justru dari karya sastra inilah acapkali ditimba hal-hal yang masih gelap dan yang mampu mengisi lorong-lorong peristiwa sejarah.

Aksara, baik yang tampil pada prasasti atau karya sastra (manuscript) dengan ciri kekhasannya masing-masing, keunikan sebagai jejak dan tapak atas pemahaman pengetahuan dan pengalaman pemangku budaya. Aksara merupakan mental template karya seni budaya, pencerminan kualitas empiris individu/ kelompok masyarakat yang kontemporer dengan masanya “Jiwa Zaman.

II
2.2. Sambhanda
2.1. Aksara-Aksara di Nusantara
Sebelum inovasi Arab dan Latin, aksara yang lazim dipergunakan di kawasan Asia Tenggara (kecuali Vietnam dan sebagian kalangan penduduk Cina Selatan) diperkirakan ada pengaruh India. Begitu pun di Nusantara, para sarjana (pribumi dan asing) hampir selalu mengajukan pendapat senada bahwa aksara di Nusantara hadir sejalan dengan berkembangnya “Hindu-Budha” India yang datang dan menetap. Melangsungkan kehidupan dengan menikahi penduduk setempat. Beberapa asumsi tentang kehadiran aksara sebagai pengaruh inovasi India di Asia Tenggara.

Pakar epigrafis Prancis terkemuka, Louis-Charles Damais (l951;1955) menyatakan bahwa pengaruh India “Hindu-Budha” berkembang di Nusantara yang diajukan para ahli itu, sebenarnya tidak pernah disertai penjelasan tuntas. Lagipula pendapat atau asumsinya itu belum benar-benar menegaskan apa, darimana, bagaimana awal kehadiran dan mengalirnya arus kebudayaan India ke Nusantara?

Dari sejumlah data yang telah dihimpun, hadir gaya aksara yang “konon inovasi India” ditengarai tidak berasal dari satu tempat, melainkan dari berbagai tempat, bahkan cukup rumit bila ditelusuri dan ditentukan darimana sebenarnya pengaruh India tersebut. Namun, pendapat atau asumsi yang terutama dilontarkan beberapa penulis Belanda itu dilandasi temperamen dengan tingkat pemahaman yang berbeda-beda itu selalu “seenaknya” menggunakan ungkapan atau istilah-istilah yang masih terlalu kabur. Diantaranya gejala kebiasaan mengistilahkan dan menamai bentuk yang diduga pengaruh India olehnya, dan ditemukan di Nusantara dengan istilah Hindoeisch; Koloni Hindu, Raja-raja Hindu Majapahit, Pulau Hindu untuk menyebut Pulau Bali tanpa disertai alasan dan penjelasan tuntas. Termasuk menilai semua bangunan pusat upacara keagamaan dengan istilah candi, istilah yang benar-benar Hindu-India yang sebenarnya jauh berbeda dengan wujud dan kenyataan yang disebut candi tersebut.

Sarjana kolonial Belanda lainnya yakni J.L.A.Brandes, N.J. Krom dan W.F. Stutterheim. Kendati sarjana ini menonjolkan sifat-sifat asli peradaban Nusantara, namun selalu diembel-embeli istilah “yang memekakkan telinga” atas penyebutannya yakni Masyarakat Hindu-Budha Nusantara dan segala kekaburan maknanya”. Istilah yang mengesankan seakan-akan masyarakat Nusantara di dalam segala aspek sangat berhutang budi kepada orang-orang India (baca Hindu-Budha). Padahal sejauh telah dilontarkannya asumsi-asumsi tersebut, kenyataannya tidak satupun bukti tertulis yang pernah mencantumkan atau merekam peristiwa adanya dominasi Hindu-Budha baik di dalam penggunaan bahasa sehari-hari, bahasa pergaulan maupun komunikasi - interaksi sosial antara sesamanya.

Satu-satunya asumsi yang agak sesuai kenyataan tetapi berkesan “agak dipaksakan” adalah bahwa Indianisasi di Asia Tenggara antara lain disebabkan oleh kehadiran guru-guru agama Budha dan agama Hindu (terutama aliran Siwa, Wisnu dan Brahma), yang memang dari semula berasal dari wilayah India. Namun dari data arkeologis yang ada lebih membuktikan bahwa yang penyebab utama hadirnya pengaruh India di Nusantara adalah karena peran penduduk asli dari berbagai daerah Asia Tenggara kembali ke negeri asalnya setelah lama berada di India.

Dalam hal ini George Coedes dalam Les Etats Hindouises d’Indochine et d’Indonesie yang dengan jujur dan objektif mengutarakan tentang kecenderungan adanya persamaan atas beberapa pengaruh Hindu-Budha di kawasan Asia Tenggara (terutama Indocina dan Nusantara) dengan berbagai ragam daerah di daratan India. Bahwa pengaruh India atas pemakaian sistem perlambangan atau gambaran bunyi (aksara) yang berkembang di Asia Tenggara, penerapannya tidak disebabkan sikap orang-orang asing. Melainkan hubungan interaksi antara guru-guru asing dan segolongan elite lokal, kemudian terjadi penyesuaian.

Fakta tidak dipungkiri bahwa kosakata Sanskerta merupakan pengaruh India telah turut memperkaya bahasa-bahasa Melayu, Jawa, Sunda dan Bali. Namun penerapannya di kawasan Asia Tenggara, sama-sekali bukan disebabkan penguasaan politik India di Asia, melainkan melalui proses penyesuaian antara guru-guru. Dengan kata lain merupakan hasil kesepakatan dari segolongan elite lokal di dalam menentukan pemakaian perlambangan (aksara) menuliskan bunyi-bunyi bahasa. Lagipula bukti-bukti pengaruh bahasa dan aksara unsur pengaruh India itupun sebagian besar terbatas penggunaan istilah-istilah teknik, karena memang semula dilatarbelakangi oleh maraknya peristiwa perdagangan yang secara tegas dan signifikan selalu mengiringi pertukaran kebudayaan. Namun sekali lagi, “tidak pernah ada penaklukan” atau “kolonisasi” bangsa India seperti yang terjadi sekarang.

Bukti tertua aksara pengaruh India itu, antara lain aksara Pallava yang kemudian disinyalir mengiringi perkembangan Pasca-Pallava hingga abad VII Masehi di Nusantara bagian barat. Hadirnya jenis aksara tersebut merupakan hasil seleksi kepiawaian local genius yang tiada lain merupakan diferensiasi aksara-aksara lokal, dan kaitannya dengan Pallava terlampau jauh. Lagipula persebaran aksara pengaruh India di Nusantara (Asia Tenggara umumnya) dan berbagai variannya itu dijumpai hanya pada sejumlah dokumen kuno (a.l. Fu-nan, Campa, Kamboja, Negri Mon, Sunda (Jawa Barat), Jawa Tengah Jawa Timur, dan Kalimantan Timur) dengan alasan utama penyebaran agama Budha (India selatan). Jenis aksara jenis ini ditemukan dan hanya dipakai untuk kepentingan politik yang bersifat nasional-internasional. Diantaranya aksara Siddham[-matrika] yang benar-benar terpatri untuk menulis teks-teks ajaran dan mantra-mantra suci keagamaan. Pula sangat terbatas pada media-media tablet, materai, stupika (terracotta/tanah liat bakar), tanpa disertai pertanggalan, dan sulit ditentukan periodenya secara tepat.

Menurut catatan sejarah, aksara Pallava atau Pasca Pallava hanya bertahan lebih lama di kawasan Sumatra (terutama masa Sri Vijaya) dan di Semenanjung Malayu pada dokumen-dokumen (prasasti) abad II hingga abad VII Masehi (A.D.). L. Malleret menemukan bukti di Oc-Eo (kerajaan Fu-nan) diantara dokumen-dokumen tertua terdapat keterangan pada mata cincin.

Ditengarai pengaruh India terhadap aksara di Nusantara terutama di bagian barat, dengan catatan tidak/bukan sepenuhnya dominasi kebudayaan India. Karena nyata dan tegas, ditemukan pula aksara-aksara dari etnis-etnis Nusantara yang juga dikategori archais. Dengan menampilkan ciri dan gaya kemandirian daerah budaya bersangkutan, khususnya kawasan etnis yang “konon” sedikit sekali sentuhan inovasi India, yakni Nusantara bagian timur.

Keterlibatan aksara dengan daya cipta cendekiawan setempat (lokal) yang telah turut secara aktif ambil bagian dalam kancah pergaulan internasional dapat dijelaskan bahwa secara logika seseorang yang “berani” terjun ke pergaulan internasional, tentu saja disertai bekal kemampuan, sekurang-kurangnya telah memiliki alat/media komunikasi sejalan kepentingan dan kebutuhan interaksi sosial dengan bangsa-bangsa lain di kalangan internasional. Dalam pengertian “melek baca tulis bahasa dan aksara”. Maka aksara-aksara yang ada di Nusantara dengan aneka ragam ciri, meskipun gaya dan jenis bentuknya nampak ada unsur inovasi, tetapi pada klimaksnya yang meramu dan menentukan unsur-unsur asing dari berbagai aliran merupakan kesepakatan cendekiawan Nusantara secara langsung menjaring, mencerna dan menyesuaikannya dengan unsur kepribadian setempat.

Nyatanya pada periode sekurang-kurangnya abad VIII Masehi, di setiap wilayah di kawasan Asia Tenggara Daratan dan kepulauan/Nusantara telah berkembang bentuk aksara yang pada prinsipnya sama tetapi memiliki corak-corak khusus dan tersendiri. Gaya dan jenis aksara sebagian besar mirip sejumlah dokumen di Sumatra dan Jawa memakai jenis bahasa pengantar di masing-masing daerah pendukung budaya (a.l. Malayu, Jawa, Sunda dan Bali).

Batas antara gaya aksara yang satu (lebih tua) dengan yang hadir kemudian sangat sulit ditentukan, karena besar kemungkinannya jenis-jenis aksara itu berkembang secara overlapping, hampir bersamaan. Mungkin pula gaya yang telah ada agak tersilih sementara oleh kehadiran gaya dan jenis aksara yang baru, namun proses peralihan dan pergantiannya sesuai perkembangan zaman seperti munculnya aksara pegon dan latin. Yang baru telah berkembang lebih meluas sedangkan yang lama berkembang secara lokal saja. Inilah bukti atas kuatnya daya cipta kepribadian budaya bangsa (local genius) yang menjadikan ciri aksara Nusantara.

Perlu diterangkan bahwa sejak awal terjadinya proses mempengaruhi di dalam beberapa hal memang ada masalah, namun luwesnya sistem fonetik bahasa-bahasa etnis Nusantara tidak menimbulkan kesulitan besar menuliskan aksara India. Ketika menuliskan atau mengalihaksarakan vokal (tanda bunyi diakritis) yang disebut pepat (tanda yang menyatakan bunyi è; é; ê; æ; ë) dan hiatus (bunyi peralihan dua monoftong yang berdampingan dan membentuk dua suku berurut tanpa jeda atau konsonan antara - sia – sya – sya; dua – duwa – dwa). Unsur-unsur bunyi tersebut benar-benar hanya dikenal di dalam kosakata bahasa-bahasa daerah di Nusantara yang tidak dikenal di dalam kosa kata bahasa ataupun pengaruh India. Ketiadaan komponen inilah yang justru menjadi ciri pembeda sangat signifikan antara aksara pengaruh India dan aksara Nusantara.

Oleh karena itu tatkala peristiwa inovasi berlangsung dan berkembang (difusi) kesulitan untuk menyesuaikan diri tidaklah terasa benar karena pihak yang dipengaruhi (Asia/Nusantara) telah memiliki dasar-dasar mengenal tanda-tanda bunyi. Kiat cendekiawan Nusantara sedapat-dapatnya tidak menuliskan pepat pada akhir suku kata pertama suatu pokok kata; konsonan permulaan suku kata tersebut dirangkap dengan konsonan permulaan dari suku kata kedua seperti terjadi pada dmakan, wdihan, si kbo, lmah, wdus, wkas, kdung pluk dan seterusnya. Namun juga harus diakui jikalau kerap terjadi, dimana sangcitralekha (penulis prasasti) tidak selalu konsekuen pada suku kata yang sulit atau yang tidak mungkin dirangkap, misalnya tanda [Ä•] pepat diganti bunyi [a] seperti suket–sukat; mangagem–mangagam; mapeken- mapekan dan seterusnya.

Inovasi aksara Pallava yang ditemukan pada dokumen-dokumen prasasti memiliki kecenderungan tidak menyertakan unsur pertanggalan. Dijumpai pada prasasti tujuh Yupa (tugu peringatan kurban) dari Kerajaan Kutei (Kalimantan Timur) secara palaeografis diperkirakan sekitar 400 Masehi; dan sejumlah prasasti masa Tarumanagara (Jawa Barat) sekitar 450 Masehi. Prasasti-prasasti masa Tarumanagara yang berhasil ditemukan seluruhnya digoreskan pada tujuh batu alam. Lima prasasti (Bogor: Ciaruteun, Muara Cianten, Cibungbulang; Jakarta:Tugu; Banten: Cidanghiyang) prasasti sloka berbahasa Sanskerta bermetrum Anustubh dan Sragdhara; dua lainnya bergoreskan pilin, umbi-umbian dan sulur-suluran.

Aksara Pallava hampir sejaman dengan periode Taruma dan Kutei, ditemukan pada prasasti-prasasti di Sumatra dengan gaya lokal memakai bahasa Malayu Kuno. Prasasti-prasasti di Sumatra tertua yang menandai periode Kerajaan Sri Vijaya ini disertai unsur pertanggalan ini mewakili gaya aksara periode abad ke VII (682-686 Masehi). Disusul prasasti-prasasti dari Mataram Kuno diantaranya Prasasti Canggal (732 Masehi), sejaman dengan Prasasti Ligor (775 Masehi) dijumpai di Semenanjung Melayu. Prasasti-prasasti yang disebut dianggap paling mewakili gaya aksara periode abad II-VIII Masehi, sekaligus yang menandai peristiwa keseragaman pemakaian aksara dengan pengaruh Dinasti Pallava India Selatan di asia Tenggara. Seiring pengaruh Pallava nampak corak-corak stabil pada aksara-aksara setiap kebudayaan dengan menampilkan corak khas aksara Asia Tenggara dengan memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil pada tampilan bentuk dan gaya goresan yang ditengarai sebagai hasil daya cipta kepribadian lokal (local genius) dengan tanda khas yang sangat khusus. Tanda yang sangat khas itu adalah kuncir (serif) dipakai sebagian besar aksara-aksara di Nusantara bagian barat. Tanda pada aksara-aksara tertentu dan menjadi ikon yang tidak dijumpai pada aksara-aksara pengaru India dan tempat manapun. Melainkan menjadi gaya aksara standar, selanjutnya populer disebut aksara Kavi atau aksara Jawa yang pada prinsipnya menjadi signifikan di Asia Tenggara. J.G.de Casparis (l975) menerangkan bahwa aksara Kavi atau aksara Jawa ini disebut standard form of early kawi mengembangkan sayap ke masa sesudah abad VIII Masehi:

“. . . the script is functional without embellishment but has a certain grace owing to its perfect regularity and the balance achieved in correct spacing. The letter are are slighty sloping . . . the use of serif is systemized that some letters are always withot serif (thus i-, na, da, ja), some others are double-serifed (thus pa, sa, da, a- and ya; in the last case the second and the third verticals are serifed), most of remaining letters have a single serif which is liable to disappereance if an ulu is put on top. Two aksaras, ka and ta, invariably lose their serifs if they have a virama…”

Sejumlah dokumen aksara Kavi ada yang tidak bertanggal ditemukan pada mantra-mantra suci yang digoreskan pada lembaran (tipis) emas, perak, yang biasanya ditanam dalam peripih-peripih bangunan pada tiap-tiap arah mata angin. Gaya dan jenis aksara ini menjadi acuan ke periode selanjutnya setelah melalu adaptasi lingkungan setempat dan perkembangan waktu hingga abad X Masehi.

Sejak abad XI Masehi terjadi perubahan seiring perpindahan pusat kekuasaan Mataram Kuno ke Jawa Timur (menurut tatanan gegografis kini) Oleh karena itu gaya aksara periode abad XI Masehi kerap disebutLater Kavi Script berlangsung hingga abad XII Masehi, periode peralihan Mataram Kuno –Kadiri dipengaruhi gaya Bali. Jikalau gaya aksara bulat lonjong adalah pakem Kavi Mataram Kuno Jawa Tengah, tatkala pusat politik Mataram bergeser lebih Timur berkembang varian aksara dengan gaya tegak, agak bersiku-siku, namun cirinya masih agak sederhana namun sangat bergaya dan dekoratif. Gaya aksara yang hadir karena pengaruh Airlangga (putra mahkota Bali keturunan Raja Jawa) ini selanjutnya menjadi kreativitas ragam dan gaya aksara, antara satu dan lainnya silih berganti dengan keunikan masing-masing selama masa dinasti raja-raja Kadiri.

Diantara gaya aksara-aksara dinasti Kadiri itu melanjutkan perjalanannya hingga pemerintahan dinasti Singhasari- Majapahit, serta dianggap mewakili gaya aksara periode abad XIII – XVI Masehi. Pada gaya aksara Singhasari-Majapahit, goresannya teratur dan anggun, ada yang dihiasi pahatan suluran yang sangat raya. Akibatnya tanda serif yang menjadi ciri karakter aksara Kavi tidak begitu nampak, terselimuti rayanya dekorasi yang variatif. Aksara gaya Kadiri merupakan puncak kreativitas seniman dengan hadirnya aneka variasi yang menadai fenomena kembalinya kekuatan pribumi (millenarisme). Kian ditegaskannya kekuatan lokal yang dicirikan oleh maraknya berbagai gaya aksara produk masyarakat luas yang dikatagori tradisi kecil (Little Tradition), diantara aksara produk istana yang dikatagori tradisi besar (Great Tradition).

Gejala Millenarisme mempengaruhi dan menjiwai aksara-aksara pahatan timbul, tebal dan kaku, yaitu jenis aksara Sukuh pada prasasti-prasasti di Candi Sukuh dan sejumlah prasasti pendek di Gunung Penanggungan (Jawa Timur). Juga hadir jenis aksara yang secara khas disebut gaya Aksara Paku dengan bentuk kaku, dimana komponen tiap karakter aksara nampak dipahatkan “terputus-putus”. Diantaranya pada Prasasti Pasir Jambe (Rabut Macan Petak), prasasti-prasasti di Tatar Sunda (Jawa Barat) seperti Prasasti Kawali, Prasasti Kebantenan, Prasasti Batutulis dan Prasasti Hulu Dayeuh dan diantaranya dipakai pada manuskrip Galunggung.

Variasi lain dari abad XIV-XV Masehi adalah aksara prasasti di kawasan Gunung Merbabu; ada juga yang disebut Aksara Budha atau Aksara Gunung, secara khusus dipakai dan digoreskan pada manuskrip, Merbabu-Merapi Scriptoria. Gaya aksara yang berkembang dipakai pada naskah-naskah Jawa Kuno antara abad XV-XVI Masehi hingga awal abad XVIII Masehi. Jenis aksara hampir serupa, ditemukan di kawasan Sumatra, antara lain prasasti-prasasti dari Sumatra Barat (Adityawarman), prasasti-prasasti di kawasan Lampung (Sumatra Selatan), juga di daerah Aceh dimana aksara dipakai dengan menggunakan dua bahasa (bilingual), bahasa Malayu dan bahasa Arab. Gaya aksara Sumatra Kuno dianggap bukan hasil perkembangan langsung atau bahkan terlepas dari pengaruh Jawa, tetapi lebih menampilkan kekentalan adaptasi lokal dengan pengaruh aksara Pallava. Pada saat yang sama, aksara prasasti-prasasti di daerah Lampung justru lebih menampilkan gaya paku (Prasasti Ulubelu; Prasasti Dadak/Batara Guru), dengan keunikan sentuhan Batak. Gaya aksara yang menjadi cikal-bakal aksara Lampung pada manuskrip kulit (dalung), sejak abad XVIII-XIX Masehi hingga sekarang.

III
Paling menarik adalah aksara Bali terutama karena hampir selalu digoreskan pada daun Tal dan bahan logam. Beberapa prasasti pendek yang ditemukan secara khusus “prasasti mantra” digoreskan pada tanah liat, masih menampilkan aksara Prenagari atau Sidhhamtrika seiring dengan misi keagamaan Budha. Kenyataan ini melahirkan asumsi bahwa aksara Bali di masa lalu dipengaruhi Brahmi Kuno, dengan unsur kemiripan gaya aksara yang berkembang di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara Daratan. Sebelum abad XI Masehi, aksara Bali mendapat pengaruh Jawa Kuno dengan bahasa Jawa Kuno. Tetapi setelah itu di Jawa Timur diemukan satu-satunya prasasti yang erat kaitannya dengan Bali, yakni Prasasti Pucangan atau Calcutta dan sangat terkenal itu. Dikeluarkan oleh seorang pangeran berdarah Bali dan Jawa tahun 963 Saka/1041 Masehi. Namun sebagian besar prasasti-prasasti yang dijumpai di Bali pada masa lebih muda memperlihatkan unsur pengaruh Singhasari-Majapahit (XIII-XVI Masehi). Gaya aksara dengan teknik goresan sangat indah yang berkembang abad XII Masehi, Tribhangga. Gaya pahatan yang sangat indah dan terus ditampilkan manuskrip-manuskrip Bali sekarang.

Pada periode sesudah Klasik, sesudah abad XVI-XVII Masehi, di Nusantara ada aksara-aksara dengan istilah dan penamaan khusus dengan mengacu kepada latar dan budaya etnisnya. Aksara yang diakui oleh sang pemangku budaya ‘aksara asli” etnis, di Sumatra (aksara Aceh, Batak, Kerinci, Rejang, Lampung); di Jawa (aksara Jawa, Sunda); di Sulawesi (aksara Makasar dan Bugis); dan di Kalimantan; Aksara-aksara pengaruh luar yang pemakaiannya disesuaikan dengan kebutuhan etnis yang bersangkutan yakni aksara Arab. Aksara yang ketika Islam bertandang di Nusantara ini disebut Aksara Jawi, Aksara Pegon, Aksara Arab-Melayu. Ada juga yang disebut Aksara Arab “gundul” karena aksara-aksaranya tidak diberi penanda vokal atau penanda konsonan (diakritis); dan Aksara Latin yang merupakan pengaruh inovasi Eropa.

Aksara di Sumatra bagian utara pada umumnya membentuk sudut-sudut lancip yang secara umum mirip dengan aksara Aceh, sudut-sudut lancip tersebut kemudian agak menghilang pada aksara di Sumatra bagian selatan. Pemakaian Jawa dan aksara Sunda menunjukkan kecenderungan hasil perkembangan jaman kuno. Namun pada dasarnya aksara-aksara yang terdapat di berbagai etnis di Nusantara hampir selalu ditampilkan sesuai ‘ego’ pemakainya.

Kendati mungkin aksara Bugis dan aksara Makasar memperlihatkan adanya unsur pengaruh gaya aksara-aksara Sumatra, seperti yang digunakan pada aksara Batak bertaut penyesuaian kepada kebutuhan perlambangan fonem (induk aksara) pemangku budaya daerah bersangkutan. Demikian aksara Lampung dipakai guna melambangkan dua dialek bahasa mereka yakni dialek pesisir dan dialek pedalaman, yang di dalam beberapa hal bentuk dan gayanya tidak berbeda kecuali pada tanda vokalisasi. Sementara aksara Kerinci kerap disebut aksara rencong, penamaan sesuai bentuk dan gayanya aksara.

Perlu dicatat, aksara-aksara yang dikenal di dunia oleh para sarjana diklasifikasikan ke empat kategori: 1) Piktograph (berbentuk gambar seperti Hieroglyph Mesir, dan aksara Cina Kuno); 2) Ideograph (setiap aksara melambangkan obyek, seperti halnya aksara Cina kini); 3) kategori Silabik (melambangkan suku kata seperti aksara India, Jepang, Arab dan aksara-aksara di Nusantara); 4) Fonetik (terdiri dari fonem-fonem seperti halnya aksara Latin).

Ada asumsi berkembangnya aksara-aksara yang ada di dunia, diawali dari Piktograf, namun disesal-kan hingga kini belum ditemukan bukti yang berkenaan kepada asumsi itu. Kecuali ditengarai adanya perkembangan kategori ideografik yang menapaki silabik diwujudkan berupa sukukata. Kategori aksara ideografik agaknya tertancap sebagai ciri aksara Tiongkok kuno, dengan satu dan lain hal tidak sempat menancapkan pengaruh di Nusantara. Meski secara jelas sejarah mencatat para musafir Cina termasuk yang kerap berkunjung ke Nusantara dengan tujuan keagamaan bagi pengetahuan mereka sendiri, yakni mencatat dan menterjemahkan teks-teks agama Buda di Nusantara. Setelah selesai mengerjakannya naskah dibawa pulang kembali ke negerinya. Itu sebabnya aksara Tiongkok Kuna tidak pernah memasyarakat di Nusantara seperti aksara pengaruh India.

Sekurang-kurangnya abad II Masehi dianggap tonggak ditemukannya bukti tertulis Nusantara (bagian barat) hadir aksara kategori silabik, telah memicu daya cipta ”local genius” dengan kekhasannya serta ragam variasinya dalam kancah perkembangan lokal itu, mencapai puncaknya pada abad VIII Masehi. Perkiraan batasan periode sepenuhnya didasarkan analisis dengan metode palaeografis karena sebagian besar data sumber tertulis umumnya tidak bertanggal, antara lain dituliskan pada lempeng atau lembaran kertas emas atau perak yang isinya berupa teks mantra berbahasa Sanskerta. Teks mantra untuk ditanam pada sumuran-sumuran bangunan suci (peripih).

Pada pertengahan abad VIII Masehi ditemukan beberapa teks-teks berbahasa Jawa Kuno dengan pertanggalan, dengan kekhasan gaya aksara yang cenderung agak membulat dan miring ke kanan 15°. Abad IX –X Masehi perlahan-lahan gayanya membulat lebih tambun menuju persegi sehingga pertemuan garis yang membentuk sudut-sudut pada bagian-bagian aksara tertentu nampak menjadi menonjol. Aksara yang selanjutnya mendasari gaya aksara-aksara di Jawa Timur (abad XI-Masehi) dan berbagai variasinya. Baik yang dipahatkan tipis dan halus, bahkan berpadu dengan inovasi gaya Bali sekalipun yang dipahatkan menonjol ke luar, sangat tebal dengan ukuran cukup besar acapkali raya dengan hiasan (sulur-suluran) sehingga bentuk aksaranya sulit dipahami yakni aksara Kwadrat, khusus dipakai menuliskan semboyan-semboyan tertentu, prasasti yang beraksara kwadrat lebih sering dipahatkan pada prasasti-prasasti pendek dan sangat khas pada masa Kadiri.

Gaya dasar menuju perkembangan aksara abad IX Masehi dengan penanda utama hadirnya serif (kuncir) ditemukan di bagian kepala aksara-aksara khusus aksara terbuka ke atas. Tampaknya remeh dan sepele namun kehadiran kuncir justru petunjuk penting yang secara tegas ikon aksara-aksara di kawasan Asia Tenggara yang bukan milik India dan tidak pernah dipakai ataupun ditemukan pada aksara-aksara di India.Pemakaian serif (kuncir) mendominasi gaya dan jenis aksara prasasti prasasti di Sumatra, Jawa dan Bali bahkan menjadi ciri khas hingga masa Singhasari-Majapahit. Di Asia Tenggara Daratan tanda kuncir dikenal hampir serempak pada aksara-aksara yang berkembang di Asia Tengara Daratan seperti Campa, Birma, Kamboja juga Muangthai (Siam), kecuali Filipina. Maka dikatakan aksara senantiasa tidak terlepas dari landasan pengetahuan pemangku budaya suatu etnis (bangsa manusia) tapak walas.

2.2. Aksara: Karyaseni Budaya Adiluhung

Paradigma selalu diajukan para sarjana bahwa bukti tertulis (data tekstual) menandai berlangsungnya masa sejarah, sementara itu sebagian besar bukti tertulis dijumpai di Nusantara bagian barat. Bagaimana dengan kenyataan Nusantara timur yang sangat minim ditemukan sumber tertulis, apakah hal itu harus dipersepsikan masyarakat yang tidak mengalami masa sejarah? Kenyataannya bahwa Nusantara sangat kaya bahasa daerah, tetapi tidak semua etnis memiliki atau meninggalkan bukti tertulis.

Dikenalnya ragam hias indegenous pada beberapa wilayah di kawasan Nusantara timur, antara lain “Garonto Passura” di Sulawesi. Keistimewaan daya cipta setempat yang telah sangat tua didasari kemapanan kreativitas sesuai kondisinya. Namun juga sangat complicated, dimana individu/kelompok masyarakat suatu lingkungan kebudayaan memiliki konsep tersendiri di dalam cara mengembangkan gaya dan bentuk aksara selanjutnya melahirkan tipe-tipe khas pendukung budaya. Dengan kata lain, gaya dan jenis suatu aksara di Nusantara memiliki Style yang mencerna unsur motif, unsur hubungan, dan unsur kualitas yang seluruhnya itu berakar pada inti budaya (hoe) sarat ide-ide atau gagasan pendukung budayanya. Keberadaan sesuatu yang dipahatkan atau apa yang digoreskan pada suatu bahan yang disebut naskah dengan kategori-kategori prasasti, karya(/su)sastra secara keseluruhan disebut sumber tertulis dalam kategori data tekstual.

Sejauh yang telah dibuktikan, aksara tertua di Nusantara adalah prasasti-prasasti Tarumanagara. Dicirikan bentuk pilin, pilin gandha ataupun sulur-suluran merupakan citra gaya seni geometris yang paling tua dikenal di belahan dunia termasuk Nusantara. Sementara itu, sepanjang berlangsung periode Klasik, di Nusantara bagian timur tidak begitu banyak menghasilkan bukti-bukti secara tertulis apalagi pengaruh India dengan cap Indonesia Hindu atau jaman Hindu seperti diistilahkan sarjana Belanda, melainkan tetap mempertahankan kepribadian corak ”ASLI” pribumi. Corak kepribadian yang akrab sejak nenek moyangnya (periode prasejarah), corak kehidupan budaya yang merupakan kontinuitas budaya perundagian akhir masa Epipaleolitik sampai awal Neolitik. Kepribadian yang menyiratkan bahwa masyarakat Nusantara timur mengenal gambaran bunyi sebagai alat komunikasi dalam rangka melaksanakan interaksi sosial.

Nyatanya di wilayah ini terdapat lukisan cadas (rock art) (dengan pengecualian Sumatra dan Jawa) antara lain di Sulawesi Selatan, Muna, Seram, Kei kecil, Flores, Lomblem, Papua, Kalimantan timur dan barat yang secara kronologis motifnya menunjukkan runutan yang dapat ditelusuri. Lukisan gambar tersebut ada yang dipahatkan dengan disemprot sesuatu cairan berwarna (negatif), ada yang dicap (positif) dan digores (dipahat). Tema yang tampil dalam rock-art berupa simbol kognitif yang erat kaitannya kepada budaya agraris yang berpatokan kepada unsur kesuburan, lambang persatuan sesama, keselarasan dan keseimbangan terhadap alam dan Sang Cipta.

Gambar, lukisan, goresan yang dipahatkan pada cadas menampilkan citra khusus sebagai visualisasi verbal di dalam upaya berkomunikasi ke generasi sesudahnya diungkapan melalui sentuhan estetika oleh seniman zamannya. Sebab apa yang digambarkan bukan sesuatu yang ganjil terhadap hal-hal atau objek di luar gagasan masyarakat pendukung budaya, melainkan gagasan dari pengalaman empiris dituangkan ke dalam motif-motif lukisan secara langsung dimengerti dan dipahami keturunannya masa kemudian sebagai bagian kebudayaannya. Maka lukisan cadas adalah alat transformasi yang tiada berbeda peran dan fungsi bahasa tertulis atau aksara. Gambar atau lukisan dengan anekaragam motif-motifnya adalah bukti paling awal pola aksara, konsep komunikasi yang disepakati dan secara efektif mampu menjalin interaksi sesama.

Nusantara timur yang oleh bagi sebagian pendapat dianggap “tidak mengenal budaya tulis” justru realitas yang melandasi pengetahuan budaya yang paling awal, dituangkan melalui lukisan cadas (rock art) Adanya lukisan cadas (rock art) tersebut, tentu saja disertai maksud dan tujuan tertentu, selain merupakan simbol pengetahuan empiris juga harapan kepada generasi akan datang agar merasakan makna komunikatif dirinya dan leluhurnya yang telah melampui perjalanan waktu berabad-abad. Lukisan cadas (rock art) itu adalah gambar, lukisan ataupun pahatan yang dapat dikategori piktografik seperti yang dikenal peradaban Mesir Purba dan Tiongkok kuno merupakan gambar atau lukisan konkrit melalui perkembangan waktu beralih kepada Ideografik berbeda hal dengan Nusantara yang mengambil bentuk Silabik (suku kata).

Lukisan cadas (rock art) adalah perwujudan karyaseni manusia sejak masa prasejarah yang sarat simbol dan lambang; media komunikasi budaya yang sifatnya kognitif serta membuka peluang untuk dapat dipahami. Sarat makna setara yang membuktikan kemampuan manusia protosejarah mengeksternalisasikan gagasan pengetahuan ke dalam keahlian karya seni menggores dan memahat. Maka sesungguhnya rock art adalah prototipe aksara Nusantara yang melanjutkan perkembangannya ke masa-masa kemudian sebagai kekuatan dasar atas kemampuan yang dimiliki masyarakat Nusantara dengan segenap kekayaan etnisnya.

Dikembalikan kepada definisinya, aksara yang sebenarnya pinjaman atau interferensi kata bahasa Sanskerta, yakni akshara. Didefinisikan sesuatu yang imperishable letter, words syllable, the sacred syllable, sound letter, document, epistle. Istilah yang awalnya ditujukan sebagai sebutan khusus dan hormat kepada the supreme deity, a supreme creational principle, a term used equivalently to bijak. Oleh karena itu senarai dengan definisinya, maka semula aksara dicipta dan hadir dalam wacana teks, ditujukan khusus kepada segala sesuatu hal yang bersifat keagamaan (mantra-mantra suci).

Demikian juga tatkala aksara hadir sebagai teks menggunakan bahasa daerah atau wilayah, di dalam rangka menuliskan segala sesuatu yang “keramat” sesuai dengan keyakinan dan unsur kepercayaan para pemangku budayanya. Dikala itu mungkin belum ada gejala pengaruh atau inovasi luar, sehingga belum diperlukan menyerap kosa kata atau istilah bahasa lain. Ketika mobilitas sosial menyeruak dan marak mewarnai kehidupan mulai merasa perlu serapan serapan bahasa yang berada di luar kebudayaan. Unsur-unsur luar itu diadaptasi dan diserap sesuai kebutuhan budaya yang dipengaruhinya. Maka sesungguhnya aksara bukan sekedar gambaran bunyi yang berkaitan kepada konsep asasi manusia sebagai mahluk sosial, Animal Simbolicum; melainkan gift of the supreme deity kepada daya cipta manusia, karena itu pada awalnya digunakan menuliskan segala sesuatu bersifat sakral, yang imperishable letter. Lambat laun fungsinya menjadi pragmatis sebagai media pokok menjembatani komunikasi antar manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam kaitan ini tatanan geografis Nusantara telah membuka peluang hubungan terjadinya inovasi sebagai peristiwa (proses) interaksi sosial. Dalam proses interaksi sangat wajar bilamana terjalin komunikasi saling membutuhkan antara unsur yang mempengaruhi dan unsur yang dipengaruhi. Apakah pengaruh tersebut terjadi searah atau dua arah (secara timbal balik), tergantung faktor-faktor peranan pemakainya dan peranan hubungan diantara para pemangku budaya.

Ditemukannya aneka ragam motif lukisan cadas (rock art) merupakan bertahannya konsep dasar gaya seni tersebut, yang diimposisi ulang sebagai motif dasar baik menggambar atau menggores panil-panil pada bangunan suci yang merupakan unsur dan komponen bangunan, alat atau benda-benda upacara, peralatan sehari-hari, juga motif-motif yang ditemukan pada kain (tenun ikat, batik).

Salah satu tradisi menggambar dan menggores, di dalam rangka menuangkan pengalaman empiris hingga kini ditemukan antara lain naskah yang disebut prasen masyarakat Bali. Digoreskan pada daun tal atau kain (fabric), isinya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat puja sastra. Oleh karena itu kerap dijumpai prasen bergambar Mahabharata, Ramayana dan Bharatayuddha dan cerita-cerita yang bertaut kepada ajaran-ajaran suci tentang kehidupan dunia dan akhirat atau semacam kalender yang di dalam istilah lokal disebut Palintangan. Bukti lainnya adalah corak pada kain tenun, baik tenun ikat ataupun batik seperti adanya motif flora, fauna, unsur alam yang dipersonifikasi dan diadaptasi ke bentuk modifikasi sedemikian rupa. Sebenarnya representasi wujud atas pemahaman simbol atas makna budaya di lingkungan kehidupannya.

IV
Diantara motif motif flora adalah pohon dengan komponennya mengacu simbol pohon kehidupan, tree of life yang kerap dipahat sebagai relief utama bangunan-bangunan suci, seperti kalpawreksa, kalpadaru, kalpadruma, kalpavalli. Lambang kalpa ”keinginan, masa dunia, harapan”; wreksa, daru, druma atau valli dengan kesataraan arti pohon atau kayu. Maka kalpawreksa, kalpadaru, kalpadruma, kalpavalli adalah simbol bermakna pohon pengharapan, pohon masa dunia, pohon yuga (jaman), atau pohon keinginan.

Pohon adalah unsur kayu (Jawa: kekayon) dengan pusatnya gunung, maka pohon, kayu dan gunung bermakna setara yang melambangkan ke-Esa-an sebagai simbol kesatuan jagat semesta. Termasuk motif meru yang melambangkan tingkatan surgawi, karena itu di dalam pengggabaran pohon kehidupan kerap disertakan unsur fauna. Kiranya pula pada tenun ikat juga ditemukan motif-motif manusia (bagian-bagian tubuh seperti badan, genital telapak tangan, atau telapak kaki) manusia tengah memegang senjata dengan posisi berperang, binatang (lipan, babi, anoa, ikan, cumi-cumi), kuda (adakala tampil penunggang), perahu, dan lambang-lambang lainnya.

Aksara karya seni kesenian dalam berbagai pengertian, aktivitas yang terjadi oleh proses “cipta-rasa-karsa” tidak sama tetapi tidak seluruhnya berbeda dengan science dan teknologi. Cipta bidang kesenian mengandung pengertian terpadu antara kreativitas (invention), inovasi yang dipengaruhi rasa (emotion, feeling). Namun logika, daya nalar, mengimbangi emosi dari waktu ke waktu dan terkadang dalam kadar cukup tinggi; rasa, timbul karena dorongan kehendak naluri yang disebut karsa, bersifat personal (kolektif), bergantung kepada lingkungan kebudayaan (But Muchtar dan Soedarsono 1987:01; cf., I Made Bandem 1991:49). Aksara berkait kepada kesenian (sistem) dengan melibatkan bahasa, organisasi sosial, ekonomi, teknologi, kepercayaan dan pengetahuan. Penampilan ekspresif kesenian inilah yang berhubungan erat dengan kebudayaan yang dinyatakan melalui goresan, pahatan gambaran-gambaran tertentu.

Suatu karya dan kesenian adalah kreativitas senantiasa berkembang selaras kreativitas zaman. Maka tiap-tiap jenis dan gaya aksara tampak dengan memiliki keunikan tersendiri merupakan representasi yang diproyeksi sesuai masa, zaman dan lingkungan, tempat dimana individu/kelompok pemangku budaya itu hidup. Di dalam mekanisme menampung dua sektor terpenting kehidupan manusia yang selalu mengalami perluasan berbagai bidang kegiatan. Sektor kebutuhan teknologi dan kebutuhan sektor ilmu pengetahuan. Maka perkembangan gaya dan bentuk aksara berkaitan kepada upaya penyesuaian terhadap perubahan lingkungan dan ilmu pengetahuan teknologi.

Semua gambar yang dipahatkan, dilukiskan dan digoreskan pada berbagai media media, dengan hiasan motif dan gaya aksara, tiada lain berpangkal kepada konsep dasar yang dikenal sejak masa proto sejarah yakni ragam hias geometris (geometrical ornament) dengan dasar ungkapan garis tidak beraturan, pola segitiga (tumpal) a.l. (anyam)-kepang, pilin-(berganda), double spiral, medallion (bulatan), meander dan swastika. Rangkaian pola inilah yang mendasari konsep pengalaman pengetahuan manusia secara kognitif tatkala mewujud bentuk aksara Piktograf –Ideograph - Silabik – Fonetik. Sebagaimana fungsi bahasa, aksara memiliki fungsi alat komunikasi dengan tingkat mutu tertentu. Dalam hal efektivitas penyampaian pesan dalam jangka waktu lebih panjang, juga kemampuan secara langsung berbicara melampaui waktu tentang aspek-aspek kebudayaan tanpa kecuali. Dalam pengertian, aksara adalah pencerminan kebudayaan setelah melalui proses penyesuaian yang lebih sempurna.

3. Pamungkas: Aksara “Tat Tvam Asi”

Aksara merupakan karya agung yang merefleksikan kualitas diri manusia sebagai animal simbolicumdalam tataran fenomenologis. Aksara bukan sekadar gambaran bunyi ke dalam wujud simbol angka, tulisan, dan gambar, juga bukan sekadar karya seni budaya. Melainkan seutuhnya penampilan tertinggi kesadaran manusia, kreativitas manusia menangkap struktur kehidupan dengan keberadaan dunia sebagai-mana dianugrahkan Yang Maha Tinggi (Gift). Representasi aksara dalam berbagai aspeknya, secara induktif manusia menyimpulkan esensi kehidupan menjadi bermakna; dan secara abstraktif (nirsadar) membedakan hal-hal yang essensial dan hal-hal yang tidak essensial.

Secara sistematik, aksara berada pada tataran filsafat (imperishable letter), manusia mengetengahkan kodrat (gift of the supreme deity) atas subyektifitasnya, yakni manusia dalam dimensi subyek (Aku). Yang mencakupi ontologik, Fungsional dan Mitik. Aku Ontologik mendasari dimensi ketika Aku mengambil jarak pada objek, meneliti dan menguasai secara instrumental–teknologik, penerapan sistematikal akal budi (daya cipta) kolektif di dalam lingkup kebudayaan. Proses pembudayaan yang berlangsung secara dialektik, yakni subyek yang merujuk kepada obyek dan pada saat yang sama berlangsung obyek merujuk kepada subyek. Aku Fungsional adalah manusia melihat dirinya secara intensioanalitas bersumber kepada subyek. Dimana Aku manusia adalah makhluk dinamika secara abstrak menangkap dan memaknai warna-warna kehidupan. Di sini yang dimaksud makna adalah persepsi atau ekspresi internal (gagasan) yang dipresentasi ke bentuk aksara dan bahasa (langue – parole).

Aksara (dan bahasa) sebagai daya cipta akal budi manusia dalam tatanan Aku Mitik. Proses dimana Aku manusia melebur (sublim) dengan kekuatan alam tiada lain adalah sikap religius dengan kekuatan transedensinya mengatasi kesadaran dirinya sebagai makhluk yang mewujud karena gift tadi (Aku adalah dirinya, Aku ada karena tiada, tiada yang ada jika tidak ada yang tiada).

Aku ontologik, Aku Fungsional, Aku Mitik merupakan proses pengejawantahan manusia dengan segenap unsur biologisnya menempatkan, menyeimbangkan dan menyatukan dirinya ke dalam tatanan unsur-unsur dan energi-energi alam semesta. Sebab manusia sebagai organisme dengan struktur yang subsisten, artinya secara biologis selalu memperbaharui diri (bermakna), dimana Aku sebagai subyek bukan sekedar tindakan melainkan subyek dari pemikiran yang refleksif yang membawa kepada pengenalan diri ”ego-cogito”. Aksara merupakan wujud pengenalan diri dengan menjalin hubungan terhadap alam, disamping kelangsungan menghayati diri sebagai hakikat ”transedensi” yang bereksistensi. Sebagaimana dikemukakan oleh M. Marleau-Ponty, bahwa:

”... at the root off all our experiences and all our reflections, we find then , a being which immediately recognize itself, because it is knowledge both of itself and all the things, and which knows its own existence, not by observation and as a given fact, not by inference from any idea itself, but through direct contrast with that existence...”. Aksara adalah eidos, mitik simbolik dari fungsi-fungsi somatik keberadaan dan keunggulan karyaseni budaya manusia sebagai makhluk historis Aku Dalam Budaya ” Cogito Ergo Sum” atau ”Tat Tvam Asi”.

Cag-Peun
Tlas sinurat ing Bintaro
Juni 2009
RKK

Sumber Tulisan:
http://www.wacananusantara.org/2/465/aksara-nusantara---dwipantara

Aksara Jawa Rumit?

Oleh Muhaemin iskandar

Banyak bangsa beradab yang masih memanfaatkan tulisan gambar dalam tradisi tulis menulisnya. Bangsa Jepang yang maju industrinya masih memanfaatkan aksara kanjinya dalam tradisi komunikasi tertulisnya, demikian juga dengan Cina, Korea, negara-negara di Timur Tengah. Mengapa orang-orang Jawa bersikukuh dengan huruf latinnya, sementara mereka juga memiliki aksara Jawa? Kapan generasi muda dapat mem"feysen"kan aksara Jawa dalam pergaulannya seperti halnya terjadi negara-negara maju. Jepang begitu fashionable dengan kanji, Arab Saudi fashionable dengan huruf Arab, India yang maju industri filmnya juga fashionable dengan huruf Hindinya, dan sebagainya. Kalau saja aksara Jawa dapat digunakan seperti halnya aksara Hindi (India), mungkin kita telah maju selangkah lagi dalam pembudidayaan budaya lokal.

Bahasa Jawa memiliki unsur-unsur yang sangat kompleks, antara lain: gramatikal, aksara, kosa kata, peribahasa, dasa nama, tata krama bahasa. Masing-masing unsur memiliki bagian-bagian yang lebih lengkap lagi. Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf: ha na ca ra ka; da ta sa wa la; pa da ja ya nya; ma ga ba tha nga dengan 20 pasangannya.

Aksara Jawa mengandung legenda di dalam penyusunannya, yang kurang lebih demikian: Konon tersebutlah dulu Aji Saka yang telah menjadi penguasa di sebuah kerajaan (disinyalir Medang Kamulan). Kemudian dia mengutus seorang yang dipercayainya untuk mengambil barangnya yang dia tinggal di tempat lain. Utusan itu (caraka) segera pergi menemui orang yang dimaksud. Akan tetapi utusan yang membawa barang tadi (penjaga) sepertinya tidak percaya kalau orang yang datang kepadanya itu juga caraka dari Aji Saka.

Keduanya saling beradu pendapat, saling ngotot mempertahankan keyakinan masing-masing: siapa yang berhak membawa barang milik Aji Saka, siapa yang lebih dipercaya sama tuannya. Keduanya tidak menemukan komunikasi yang efektif, yang ada hanya perang mulut berlanjut ke perang uji kesaktian. Keduanya terbukti sakti semuanya, tidak terkalahkan dan tidak terpisahkan. Akhirnya keduanya mati bagai bangkai. "Anjing rebutan tulang" itulah perumpamaannya. Begitu Aji Saka melihat kenyataan tersebut, maka tersusunlah huruf Jawa.

"Ha Na Ca Ra Ka, Da Ta Sa Wa La, Pa Da Ja Ya Nya, Ma Ga Ba Tha Nga".

Ada dua caraka, yang saling berselisih paham, sama-sama hebatnya, mati bersama

Untuk menghasilkan bunyi, aksara Jawa memiliki seperangkat pasangan dan sandhangan yang menyertai suatu huruf baik di bawah, atau di atasnya, atau samping kiri kanannya. Layar (/) di atas huruf akan menghasilkan huruf r mati. Bulatan besar di atas huruf berbunyi e seperti pada kata demam, renang, senang, tegang. Taling di depan huruf berbunyi e seperti pada kata-kata mete, merah. Taling tarung yang berada di samping kiri dan kanan huruf untuk membentuk suku kata bervokal o, contohnya pada moto, tomat, mohan, molto. Kalau dalam bahasa Indonesia ada huruf kapital maka di dalam bahasa Jawa ada aksara murda.

Harapannya di masa mendatang Aksara Jawa bernasib sama seperti halnya aksara kanji di Jepang, aksara Korea, aksara Hindi, aksara Arab di Timur Tengah. Jika film-film yang diimpor memakai aksara-aksara dalam bahasa mereka, maka, misalnya, seorang Hanung Bramantyo memproduksi sebuah film dengan penulisan nama kru-krunya dengan aksara Jawa. Indofood pun menuliskan label halal juga dengan aksara Jawa. Siapa lagi yang akan melestarikan aksara Jawa, kalau bukan generasi muda. Orang-orang Jepang tidak membuat mereka terasing dengan aksara Jepangnya. Sudah siapkah generasi muda Indonesia, khususnya di Jawa.

Dagadu, sebuah perusahaan di bidang industri kreatif garmen, telah menyisipkan sepenggal kata atau dua patah kata bertuliskan Jawa. Demikian juga dengan Jogja TV yang secara pelan tetapi pasti mengenalkan aksara Jawa dalam program yang mudah dipahami, karena berupa satu dua kata, kemudian dibaca, dan diberi makna. Banyak mula generasi muda yang memakai rok dengan coretan aksara Jawa.

Apa bedanya antara Javanese dengan Japanese, Java dengan Japan. Suatu kosa kata yang hampir sama bukan. Akan tetapi memang Japan telah maju ke depan. Kenapa tidak kita mulai dari generasi muda sekarang untuk merintis gerakan "Fashionable of Javanese Letters".

Sumber Tulisan: http://korden.multiply.com

Ribuan pengunjung banjiri Ketep Pass

Sawangan - Malam pergantian tahun 2009-2010, objek wisata Ketep Pass yang berada di antara Gunung Merapi dan Merbabu dibanjiri pengunjung. Bukan hanya masyarakat Magelang, tetapi banyak pula yang sengaja datang dari berbagai daerah seperti Sleman, Yogyakarta, Solo, Semarang, bahkan Jakarta.

Sejak siang, kawasan objek wisata andalan Jateng itu diguyur hujan. Namun saat hari beranjak malam, hujan reda. Bahkan bintang dan sinar bulan nampak terang menghiasi langit. Tak berlebihan, jika warga yang semula enggan keluar rumah, kembali bersemangat menantikan datangnya tahun 2010 dengan berkunjung disejumlah tempat seperti di sini.

Sebagian pengunjung nampak sengaja mengha-biskan malam pergantian ta-hun hingga pagi hari. Pada umumnya, mereka ingin me-lihat momen terbitnya matahari pertama kali pada tahun 2010. Secara kebetulan, ma-lam hingga pagi di tempat itu, tidak turun hujan. Sinar bulan nampak terang benderang. Puncak Gunung Me-rapi dan Merbabu pun terlihat jelas. Ketika pukul 00.00 tiba, para pengunjung secara serempak tanpa dikomando membunyikan terompet, me-sin sepeda motor dan mobil.

Direktur Badan Pengelola Objek Wisata (BPOW) Ketep Pass, Drs H Soenarno mengatakan, jumlah wisatawan pada malam Tahun Baru mencapai sekitar 10.000 orang.

Pada esok paginya, pengunjung berjalan-jalan sambil me-nikmati keindahan pemandangan alam serta beragam fasilitas yang ditawarkan seperti menonton film tentang Gunung Merapi di Vulacano Theater, atau berkunjung ke museum.

Soenarno mengatakan, se-jak libur 1 Suro, 18 Desember lalu, pengunjung memang terus meningkat. Setelah sebelumnya mencapai 2.000 orang per hari, naik menjadi 2.500 orang per hari, dan pada Sabtu (26/12) mencapai 3.500 orang per hari. Sementara itu, kondisi serupa juga terjadi di objek wisata Candi Borobudur.

Kepala Unit PT Taman Wi-satacandi Borobudur Pudjo Suwarno SH mengatakan, pada malam pergantian tahun 2009-2010, jumlah pengunjung mencapai sekitar 25.000 orang. TB-skh

Sumber: http://www.wawasandigital.com

Berpetualang di Wisata Alam Cimahi

Cimahi - Banyak pilihan bagi orangtua untuk mengisi liburan, termasuk libur Tahun Baru. Salah satunya dengan mengunjungi tempat wisata alam di Cimahi, Jawa Barat. Selain bisa menyegarkan tubuh, wisata jenis ini juga bisa mendekatkan anak dengan alam, sekaligus melatih imajinasi dan keberanian anak.

Tantangan di tempat ini antara lain berkuda. Awalnya mungkin menakutkan bagi seorang anak, namun sekali mencoba tidak mustahil anak Anda akan meminta lagi. Naik kuda hanyalah satu dari beberapa jenis hiburan di tempat wisata ini. Selain memiliki koleksi beberapa jenis satwa, tempat ini juga menyediakan berbagai macam permainan, terutama bagi anak-anak.

Misalnya, kalau bosan naik mobil atau sepeda motor, di sini kejenuhan itu bisa diobati dengan naik kendaraan jenis semi off-road. Bila ingin melatih keberanian anak, mungkin keberanian Anda juga, bisa mencoba permainan tali luncur atau flying fox yang mendebarkan.

Sebagai penutup rekreasi alam ini, Anda dapat menikmati nasi liwet, makanan khas Sunda yang dilengkapi dengan lauk pauk dan lalapan segar.(ADO) Patria dan Taufik Hidayat

Sumber: http://berita.liputan6.com

Sejumlah Pantai di Indramayu Disesaki Pengunjung

Indraimayu - Sejumlah pantai di wilayah pantai utara Indramayu, Jawa Barat, seperti Pantai Karangsong, Eretan, Glayem, dan Tirtamaya, disesaki pengunjung yang merayakan libur tahun baru 2010.

Selain karena obyeknya, masyarakat memilih berlibur ke pantai karena alasan lebih ekonomis dan tiket masuknya juga relatif murah.

Mereka datang dengan menggunakan kendaraan roda dua, mobil, bahkan berrombongan menggunakan bus, kata pengurus tempat wisata pantai Glayem, Dedy Aryanto, di Indramayu.

Menurut dia, pengunjung mulai berdatangan dari sebelum perayaan malam tahun baru. Mereka ramai-ramai menyalakan kemabang api pada malam pergantian tahun tersebut.

"Pengunjung akan dimanjakan dengan suasana laut yang alami, hidangan ikan bakar sebagai menu makan malam mereka. Selain murah meriah, ikan di tempat wisata Glayem masih segar karena dekat dengan tempat pelelangan," katanya.

Menu ikan bakar yang tersedia di pantai Glayem beraneka ragam mulai dari kakap merah, kakap putih, cumi-cumi, bawal laut putih, juga baronang, katanya.

Sartini, seorang pengunjung asal kota Sumedang, mengaku,sudah berkunjung tiga kali ke pantai Glayem selain pemandangan yang alami, hidangan ikan laut bakarnya mantap dan murah.

"Menikmati suasana pantai di wilayah pantura Indramayu cukup hemat karena semua fasilitas wisata masih terjangkau seperti masuk hanya Rp10 ribu/mobil, sedangkan tiket masuk per orang hanya Rp2000, kendaraan roda dua masuk Rp2000/motor," katanya.

Hidangan ikan bakar laut pun masih murah bila dibandingkan dengan obyek wisata pantai yang lain. Harga ikan kakap bakar untuk satu keluarga hanya Rp50 ribu lengkap sambal dan lalap ditambah nasi putih.

"Jarak dari Kota Sumedang ke pantai Glayem kurang dari 120 kilometer. Perjalanan paling antara dua hingga tiga jam dengan menggunakan kendaraan pribadi," katanya.

Sumber: http://www.antaranews.com

Ketika Asmirandah Bicara Seks Pranikah...

JAKARTA, KOMPAS.com - Asmirandah (20) terus berkibar di layar kaca. Setelah membintangi sejumlah sinetron, antara lain Sekar dan Nikita, mulai 1 Maret 2010, ia akan muncul di sinetron Kemilau Cinta Kamila lewat RCTI.

Perannya kali ini cukup istimewa. Pasalnya, sosok Kamila yang diperankan Asmirandah adalah perempuan kuat yang berani melanjutkan hidup setelah terpuruk. Kamila, yang hamil di luar nikah, ditinggal kekasih yang tak mau bertanggung jawab.

”Kalau buat aku pribadi, seks sebelum menikah itu enggak boleh. Sayangnya, ada saja remaja yang melanggar kemudian hamil di luar nikah dan memilih aborsi,” ujar Anda, panggilannya, saat ditemui Rabu (24/2/2010) di Jakarta.

Anda tentu saja prihatin dengan perilaku seks pranikah. Tetapi, menurut dia, kesalahan tak bisa begitu saja ditimpakan kepada si pelaku.
”Pendidikan dari orangtua dan pendidikan seks di sekolah juga penting,” kata Anda yang bermain dalam film Ketika Cinta Bertasbih 2.

Selain sibuk berakting, Anda—yang belajar di The Next Academy jurusan Sutradara Film ini—makin menikmati dunia tarik suara. Setelah berkolaborasi dengan Robin Hood dalam lagu ”Salahkah Kita”, dia akan merilis mini album berisi lima lagu.

”Aku pede (percaya diri) saja karena memang suka nyanyi,” ujar Anda memberikan alasan. (DOE)

Sumber: http://entertainment.kompas.com

Optimistis dengan Tahun Kunjung Museum 2010

Jakarta - Sukses program Visit Indonesia Year yang telah meningkatkan kepariwisataan Indonesia, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 melaksanakan program yang lebih optimistis lagi, yaitu Tahun Kunjung Museum 2010. Program ini memiliki peranan strategis sebagai wahana pengguat program revitalisasi museum.

Demikian diungkapkan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dan Direktur Museum Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Intan Mardiana, yang dihubungi secara terpisah hari Jumat (1/1) di Jakarta. "Program Tahun Kunjungan Museum 2010 dicanangkan 31 Desember 2009 guna meningkatkan wisatawan, baik domestik maupun asing tahun 2010," kata Jero Wacik.

Data sementara kunjungan wisata mancanegara (wisman) ke Indonesia sebesar 6.459.665 wisatawan, mengalami peningkatan sebesar 0,4 persen dibandingkan dengan kunjungan wisman pada tahun 2008 yang sebesar 6.429.027 wisatawan.

Devisa dari wisman ke Indonesia pada tahun 2009 berdasarkan data sementara sebesar 6,4 miliar dollar AS, mengalami penurunan sebesar 12,3 persen dibandingkan dengan penerimaan devisa pada tahun 2008 sebesar 7 ,3 miliar dollar AS.

Penurunan disebabkan menurunnya pengeluaran per wisman per kunjungan pada tahun 2009 sebesar 995,93 dollar AS dan lama tinggal 7,69 hari dibandingkan tahun 2008 yang masing-masing 1.178,54 dollar AS dan 8,58 hari.

Jero Wacik menjelaskan, program Tahun Kunjung Museum yang didukung dengan berbagai kegiatan di museum seluruh Indonesia tersebut, bertujuan untuk memperbesar jumlah pengunjung museum serta meningkatkan apresiasi dan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya bangsa.

"Program yang dibarengi dengan mereposisi museum, gairah masyarakat berkunjung ke museum akan semakin meningkat, sehingga museum menjadi lebih semarak dan hidup dalam pengelolaannya," ungkapnya.

Direktur Museum Intan Mardiana mengatakan, Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan momentum awal memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang dilaksanakan selama 5 tahun (2010-2014). Salah satu kegiatan dalam program GNCM adalah revitalisasi museum untuk mewujudkan museum Indonesia yang dinamis dan berdaya guna sesuai dengan standar ideal pengelolaan dan pemanfaatan museum. Dengan program GNCM, tahun 2014 akan terwujud museum Indonesia yang menarik dan informatif serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya penggalangan kebersamaan antarpemangku kepentingan dan pemilik kepentingan dalam rangka pencapaian fungsionalisasi museum guna memperkuat apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa," katanya.

Kegiatan tahun Kunjung Museum pada prinsipnya dilaksanakan di museum seluruh Indonesia, tetapi untuk prioritasnya akan diselenggarakan di tujuh provinsi, yaitu di DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

Sepanjang tahun 2010, sebanyak 89 museum di Indonesia sudah mengagendakan kegiatan unggulan, selain pameran budaya lokal, upacara adat, pagelaran kesenian dan diskusi, juga ada workshop. (NAL)

Sumber: http://travel.kompas.com

Berlibur di Alam Terbuka

Libur merupakan berkah untuk melepaskan diri dari aktivitas sehari-hari. Tak sedikit yang mengisi waktu libur ke alam terbuka ketimbang bermain di mal, seperti Sugiman (39) dan istrinya, Jaruna (36), serta kedua anaknya, Yuliani Oktarina (9) dan Devi Permatasari (5).

Bersama dua keluarga saudara iparnya, Sugiman rela menyewa angkutan kota dari Kelurahan Tangga Takat, Kecamatan Plaju, menuju Taman Wisata Alam Punti Kayu, Palembang, Jumat (1/1). Biaya sebesar Rp 150.000 harus dikeluarkan penjual pulsa itu untuk memenuhi keinginan anak-anak berlibur di tempat wisata yang berjarak sekitar 20 kilometer dari kediamannya.

Dia bersama sang adik bisa menikmati sejumlah wahana permainan yang ada, seperti kincir air, komidi putar, pesawat terbang gantung, dan mandi bola. Anak-anak juga bisa mengenal sejumlah satwa yang menjadi koleksi Punti Kayu, seperti burung, ikan, kera, dan ular. ”Tetapi, aku paling senang naik gajah dan naik kuda,” kata Yuliani.

Sebagai orangtua, Sugiman juga lebih senang mengajak keluarga ke tempat wisata seperti Punti Kayu ketimbang ke mal. Selain mengenalkan pesona alam kepada sang anak, biaya berlibur di Punti Kayu cukup terjangkau. ”Anak-anak lebih leluasa bergerak dan puas bermain lepas di alam bebas. Selain itu, anak saya tidak tergoda macam-macam seperti kalau jalan-jalan ke mal,” ungkapnya.

Biaya masuk satu-satunya tempat wisata alam di Palembang ini hanya Rp 5.000 untuk dewasa dan Rp 2.000 untuk anak berusia di bawah enam tahun. Sementara itu, untuk tiap wahana permainan, pengunjung hanya dikenai biaya Rp 3.000 hingga Rp 4.000 sekali masuk.

Rumput hijau
Rochmawati (42), warga Alang-alang Lebar yang datang bersama suami, Rozak (45), dan dua anaknya, Abdullah (8) dan Rasyid (5), ke Punti Kayu karena ingin menggelar tikar sambil menyantap makan siang di atas hijaunya rerumputan. ”Di sini keluarga tak hanya berlibur, tetapi juga rekreasi. Hal ini tidak bisa kami dapatkan di mal,” ungkap Rochmawati.

Konsep inilah yang menjadi alasan masyarakat menggemari tempat wisata yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1931 untuk tempat beristirahat itu. Menurut Kepala Bagian Humas Punti Kayu Antony Puspo, lebih dari 4.000 orang berkunjung pada libur Tahun Baru kali ini. Jumlah tersebut menjadi yang terbanyak selama ini. ”Saat Idul Fitri tahun ini saja pengunjung tak sampai 2.500 orang,” katanya.

Sayang, antusiasme masyarakat kurang mendapat respons positif dari Pemerintah Kota Palembang. Sejak beberapa tahun terakhir tidak ada pembenahan yang signifikan ataupun penambahan fasilitas di Punti Kayu.

”Semestinya Punti Kayu dilengkapi fasilitas outbond yang lengkap dan menarik karena menantang, seperti yang tersedia di tempat wisata alam daerah lain. Mumpung masyarakat belum jenuh untuk berkunjung ke alam terbuka,” kata Steven (24), salah seorang pengunjung. (RIZ)

Sumber: http://cetak.kompas.com

Lowongan Kerja pada PT. Surya Madistrindo

PT. Surya Madistrindo adalah subsidiary dari PT Gudang Garam Tbk yang bergerak dibidang pendistribusian rokok produk PT. Gudang Garam, Tbk.

Sehubungan dengan perkembangan bisnis, kami sedang mencari kandidat yang muda dan dinamis untuk bergabung dengan kami. Kami mencari individu yang berbakat dengan keinginan untuk maju dan membantu kami mengukir masa depan bisnis yang lebih baik, dengan posisi sebagai berikut:

1. ADMINISTRATION (ADM)
2. ADMIN GUDANG(GUDANG)
3. MARKETING SUPERVISOR (NIS)
4. MERCHANDISER (MD)

Kualifikasi:
1. Pria (2,3,4)
2. Wanita (1)
3. Usia Maks 35 tahub (1,2,3,4)
4. PendidikanMinimal D3/S1 (1,2,3,4)
5. Bisa mengoperasikan komputer minimal Windows dan Office (1,2,3)
6. Lebih disukai yang berpengalaman di bidang Consumer Good minimal 1 tahun (1,2,3,4)
7. Berpengalaman sebagai supervisor minimal 1 tahun ( 3 )
S. Mempunyai keahlian mengelola uang / arus kas ( 1 )
9. Bersedia kerja lembur bila diperlukan (1,2,3,4 )
10. Bersedia untuk ditempatkan di area Pekanbaru, Dumai, Padang, Bukittinggi, Batam, Tj. Pinang (1,3,4)

Lamaran harap ditujukan ke alamat

PT. SURYA MADISTRINDO
HRD Department

JI.Tuanku Tambusai No.37-38 Pekanbaru, Telp. 0761- 44588.
Cantumkan kode posisi yang dilamar disudut kanan atas amplop.
Lantaran kami terima selambat-lambatnya 2 minggu setelah penerbitan.

Sumber: http://www.riaupos.com

Warga Batam Padati Pantai Tanjungpinggir

Batam - Libur tahun baru ini, banyak dimanfaatkan warga Batam untuk mendatangi tempat wisata. Salah satu tempat yang banyak dikunjungi adalah pantai.

Di Pantai Tanjungpinggir, Sekupang misalnya, ribuan warga memadati kawasan wisata bahari murah meriah itu, Jumat (1/1).

Salah satu pengunjung, Sugeng mengaku hampir setiap liburan tanggal merah ia dan keluargannya berlibur ke pantai. “Suasananya tenang dan bisa hilangkan stres,” katanya ketika ditanya alasannya memilih pantai.

Dalam liburan kali ini, Sugeng mengajak serta 11 anggota keluarga lainnya. Keluarga ini datang pukul 10.00 WIB dan baru beranjak meninggalkan pantai sore harinya. “Kita bawa perlengkapan yang lengkap mulai baju renang, makanan sampai tikar. Anak-anak lebih suka menghabiskan waktu dengan berenang, kalau yang dewasa bakar-bakar ayam,” terangnya.

Selain menikmati panorama laut yang biru di cuaca tahun baru yang cerah, para pengunjung juga bisa menikmati naik banana boat yang disediakan B4 outbond training. “Dengan Rp20 ribu per orang, pengunjung bisa menikmati naik banana boat selama 15 menit,” kata pengelola B4 outbond training, Denny Tondanu.

Denny mengaku, saat liburan tahun baru tersebut, warga Batam yang mengantri naik banana boat mulai jam 06.00 WIB dan tidak berhenti sampai sore hari. “Kita baru buka enam bulan lalu. Kami hanya sediakan saat hari minggu dan libur nasional saat pengunjung sedang banyak-banyaknya,” terangnya.

Menurut Denny, untuk naik banana boat tersebut tidak perlu pandai berenang karena keamanan standar seperti life jacket disediakan pengelola. “Kita siapkan 20 orang kru sehingga apabila ada yang terjatuh kami segera angkat ke darat,” tuturnya.

Lina, salah satu penikmat banan boat mengaku senang adanya wisata bahari seperti ini. “Kalau di resort harganya mahal. Di sini murah jadi senang bisa nikmati petualangan air yang menantang,” imbuh-nya.(cr6/rpg)

Sumber: http://www.riaupos.com

Wali Kota Sambut Turis Perdana Tahun 2010

Rombongan turis dari Singapura tiba sekitar pukul 08.00 WIB menggunakan ferry Penguin. Mereka disambut bak tamu istimewa. Kalungan bunga diberikan pada dua turis pertama yang datang. Wali Kota juga memberikan mereka cinderamata berupa parsel.

“Batam sudah seperti rumah kami. Masyarakat Batam sudah seperti saudara karena kita serumpun, sama-sama melayu. Tak Melayu Hilang di Bumi,” ujar Azhar, seorang turis Singapura kepada Dahlan usai menerima kalungan bunga.

Asnah, turis berikutnya juga mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat dari Wali Kota. “Mudah-mudahan Batam akan lebih berjaya di tahun ini,” harapkan disambut ucapan selamat datang oleh Wali Kota.

Dahlan sendiri mengharapkan di tahun 2010, sektor pariwisata di Batam bisa lebih ditingkatkan “Beberapa waktu belakangan memang terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan.

Namun saya melihat itu hal wajar karena dunia saat ini sedang mengalami krisis global, intensitas perjalanan masyarakat dunia sedikit berkurang. Saat ini target riil jumlah kunjungan wisata ke Batam adalah sebanyak 1,2 juta orang,” ujarnya.

“Bali terkenal sebagai tempat kunjungan para wisatawan, namun meraka butuh waktu panjang untuk mewujudkan hal itu. Saya berharap kerjasama semua masyarakat untuk menunjang Visit 2010 ini.

Pemerintah berperan sebagai pendorong saja, berikutnya kami mengharapkan peran masyarakat dan swasta,” tambah Dahlan.

Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Batam, cara yang akan ditempuh adalah dengan memberikan kemudahan akses informasi dan peningkatan fasilitas infrastruktur di Kota Batam. “Visit Batam tidak hanya difokuskan untuk meningkatkan jumlah wisatawan, namun bagaimana cara kita secara bersama-sama menata dunia wisata tersebut dengan baik,” cetus Wali Kota.

Sebelumnya, Dahlan mengatakan pengembangan dunia wisata tidak lengkap hanya pada penataan infrastruktur dan memperbanyak event. Masyarakat juga perlu sadar wisata hingga membuat tamu yang datang aman dan nyaman.

Seluruh komponen masyarakat dan instansi terutama yang terdepan dalam penyambutan tamu perlu menunjukkan sikap ramah dan melayani tamu dengan senyum. “Dengan demikian wisatawan benar-benar bisa menikmati keanekaragaman budaya dan objek wisata yang kita miliki di sini. Itulah dia, experience it,” sebut dia, beberapa waktu lalu.

Pada saat penyambutan turis tersebut, Dahlan juga didampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Guntur Sakti, Kepala Disperindag Ahmad Hijazi, Kepala Dinas Kebersihan dan Pasar Azwan, Kepala Dinas Tata Kota Gintoyono, Kabag Humas Yusfa Hendri. Terlihat pula Kasub Bag Humas dan Dokumentasi BP Batam diwakili Dwi Joko Wiwoho. (san)

Sumber: http://tribunbatam.co.id

Maulid Nabi dan Kraton Kesepuhan Cirebon

Cirebon - Arak-arakan "panjang jimat" rangakaian memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Kraton Kesepuhan Cirebon, Jumat malam, tampak dihadiri puluhan ribu pengunjung dengan undangan dari berbagai daerah, termasuk dari Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.

Pangeran Arif Natadiningrat dari Kraton Kesepuhan mengatakan, "panjang jimat" antara lain merupakan akronim panjang yang artinya diperingati secara terus menerus. Sedangkan "jimat" artinya `siji di rumat` yaitu dua kalima syahadat yang secara terus menerus dipelihara.

Dikatakannya, arak-arakan `panjang jimat` yang setiap tahun semakin semarak mempunyai hikmah mengingat peringatan kelahiran Nabi Muhammad SWA menjadi momentum guna meningkatkan kadar keimanan dan ketaqawaan kepada Allah SWT.

Prosisi arak-arakan dengan simbol-simbol tersebut sarat dengan makna kelahiran seorang Nabi dan itu merupakan media dakwah bagi para pengunjung, katanya.

Sementara itu, Humas Kraton Kanoman Cepe H, mengatakan berbondong-bondongnya masyarakat mengikuti "panjang Jimat" merupakan tradisi masyarakat secara turun menurun.

Menurut dia, bagi masyarakat merupakan silaturrahim di Kraton menjadi kebanggaan.

Karena itu, tidak heran ada masyarakat yang rela berjalan kaki berkilo-kilometer seperti yang ditunjukkan warga desa Trusmi yang dipimpin kepala desa berduyun-duyun datang ke Kraton berkaitan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tersebut.

Hadir dalam acara tersebut di Kraton Kesepuhan antara lain, Dirut Perum LKBN ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf beserta istri, Direktur Perum Bulog, Wakil Wali kota Cirebon Sunaryo dan anggota DPR RI Koemar.

Selain itu, hadir pula Bupati Wajo Sulsel Drs. Andi Burhanuddin Unru bersama sembilan staf yang hadir atas undangan Kraton Kesepuhan sebagai anggota Forum Silaturrahmi Kraton-kraton Nusantara. (Ant/R009)

Sumber: http://www.antaranews.com

Ratusan PSK Diambil Sidik Jarinya Terkait Trafficking

Pangkalpinang - Jajaran Polresta Pangkalpinang, Bangka Belitung (Babel) mendata dan mengambil sidik jari ratusan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi kota itu.

"PSK di lokalisasi kami data dan diminta sidik jarinya untuk mengantisipasi terjadinya tindakan kriminalitas di lokalisasi," kata Kapolresta Pangkalpinang, AKBP Margiyanta melalui Kasat Reskrim AKP Eko Novan P di Pangkalpinang, Kamis.

Pendataan dan pengambilan sidik jari tersebut, kata dia, menjalankan instruksi Kapolresta Pangkalpinang menyikapi seringnya terjadi tindak kriminal di lokalisasi.

"Seperti terungkapnya kasus trafficking (perdagangan manusia) di lokalisasi dan sejumlah kasus lainnya, ini harus disikapi dengan serius," katanya.

Ia mengatakan, pengambilan sidik jari para PSK di lokalisasi dilakukan secara berkesinambungan.

"Semua PSK yang menghuni lokalisai itu diambil sidik jarinya, namun tidak sekaligus tetapi dilakukan secara berkesinambungan," ujarnya.

Dengan diambilnya sidik jari PSK tersebut, kata dia, memudahkan aparat kepolisian melakukan penyidikan jika ada dugaan kasus kriminal yang terjadi di lokalisasi.

"Kami sudah mendata dua lokalisasi yang penghuninya mencapai ratusan orang," katanya.

Pihaknya bertekad mengusut tuntas dugaan kasus perdagangan manusia di lokalisasi.

"Makanya penghuni lokalisasi tersebut harus jelas identitasnya, apakah mereka masih di bawah umur dan dipaksa bekerja di sana atau tidak," katanya.

Sumber: http://www.antaranews.com

MUI Batam Tolak Pengenaan Pajak PSK

Batam - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batam menolak pengenaan pajak daerah terhadap jasa pekerja seks komersial (PSK) untuk menambah pendapatan asli daerah.

"Pengenaan pajak seperti itu terkesan melegalkan PSK, tentu saja kami menolak dengan tegas," kata Ketua MUI Batam, Usman Ahmad di Batam, Selasa.

Ia mengatakan meskipun mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) hingga Rp6 miliar per tahun, namun, pajak PSK tidak baik untuk masyarakat.

"Dengan alasan apa pun, ulama menolak pemberlakuan pajak, yang kemudian uangnya digunakan untuk masyarakat," kata dia.

Hal senada dikatakan Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Kepulauan Riau (Kepri) Chablullah Wibisonoyang, yang mengatakan pemberlakuan pajak sama saja dengan melegalkan prostitusi.

Karena bentuk jasa ilegal, kata dia, melanjutkan, maka uang yang dihasilkan juga ilegal. Pengenaan pajak daerah terhadap PSK, lanjut dia, juga bertentangan dengan semangat Batam Bandar Dunia Madani.

"Itu tidak sesuai dengan Bandar Dunia Madani, jadi tidak seharusnya pajaknya kita ambil," kata dia.

Namun, kata dia melanjutkan, jika Pemerintah Kota Batam mengenakan pajak daerah terhadap jasa yang berada di sekitar kawasan prostitusi, maka tidak apa-apa.

"Misalnya, pajak kepada restoran, hotel, taksi dan ojek yang berusaha di sekitar kawasan, maka itu tidak apa-apa," kata dia.

Di tempat terpisah, anggota Komisi I DPRD Kota Batam Riki Syolihin mengatakan jika pemakai jasa PSK dikenakan pajak 10 persen, maka Batam bisa meraup PAD sekitar Rp6,4 miliar tiap tahun.

Ia mengatakan, di Teluk Pandan memiliki 40 bar yang masing-masing memiliki 30 PSK.

"Jika nilai pajak Rp150.000, dikalikan 1.200 PSK, kali 30 hari kali 12 bulan, maka PAD yang bisa didapat Rp6,4 miliar," kata dia.(Y011/A024)

Sumber: http://www.antaranews.com

KPA: Satu PSK Mampu Layani Tujuh Orang

Batang - Seorang pekerja seks komersial mampu melayani hingga tujuh pelanggan lelaki hidung belang setiap harinya, demikian hasil survei Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

"Itu jumlah tertinggi yang kami dapat sesuai pengakuan para PSK di lokalisasi Penundan dan Banyuputih. Ternyata, seorang PSK mampu melayani tujuh pelanggan sehari," kata Koordinator Program Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Batang, Muh Fajar Sajidin, di Batang, Minggu.

Menurut dia, kemampuan setiap PSK untuk mendapat pelanggan memang berbeda, ada yang belum tentu mendapat pelanggan dalam sehari, tetapi rata-rata mereka melayani dua sampai empat orang laki-laki per hari.

Maraknya, kegiatan prostitusi tersebut, katanya, sudah dalam kondisi mengkhawatirkan karena akan mempermudah peluang terjadinya penyebaran penyakit human immunodeficiency virus/acquired immuno-deficiency syndrome (HIV/AIDS) di Kabupaten Batang.

Perkembangan jumlah penderita penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Batang selama 2008 telah mencapai 46 orang dan meningkat pada 2009 menjadi 57 orang.

"Penyebaran jumlah penderita HIV/IADS ini terus meningkat pada Januari 2010 menjadi 65 orang. Kondisi ini memang sudah memprihatinkan dan akan meningkat lagi jika tidak ada kesadaran dari masyarakat," katanya.

Menurut dia, saat ini jumlah PSK yang tersebar di sejumlah lokalisasi di Kabupaten Batang sebanyak 562 orang dan dalam jangka setahun terakhir ini, jumlah laki-laki pengguna jasa PSK sebanyak 23.340 orang.

Untuk mengantisipasi penyebaran penyakit HIV/AIDS, Pemkab Batang dan Komisi Penanggulangan AIDS sudah membangun klinik infeksi menular seksual (IMS) dan vountary conceling, dan testing (VCT) di Kecamatan Banyuputih.

Ia mengatakan, klinik ini difokuskan melayani penyakit yang diderita PSK di wilayah Batang Timur dan pada 2010 ini RSUD Kalisari Batang juga siap menangani penderita HIV/AIDS.

Selain itu, katanya, pemkab setempat juga menyediakan kondom gratis dilokalisasi, memeriksa kesehatan pelacur, dan sosialisasi.

"Namun, upaya yang telah kami lakukan sering diabaikan PSK. Mereka tetap melakukan praktik dan terus menularkan penyakit itu. Usulan dari Komisi B DPRD setempat untuk mengarantinakan atau melarang pelacur buka praktek juga sulit karena dianggap melanggar HAM," katanya.

Sumber: http://www.antaranews.com

Kecanduan Seks Bisnis Besar Bagi Klinik

Jakarta - Kecanduan seks bukan hanya jadi masalah bagi jawara golf Tiger Woods, tapi itu adalah bisnis besar bagi klinik yang menyediakan perawatan bagi kondisi semacam itu.

Woods, pegolf terbaik di muka Bumi ini, bukanlah pesohor pertama yang memasuki pusat rehabilitasi kecanduan seks, tapi ia barangkali adalah yang terheboh dan kasusnya telah membantu mengangkat kasus kecanduan seks sebagai penyakit serius.

Ketika berbicara Jumat dalam permintaan ma`af yang ditayangkan televisi karena kisah mengenai banyaknya hubungan di luar nikah dengan penyaji minuman keras, pegawai klub malam dan aktris film porno, Woods mengatakan, ia sudah menerima "bimbingan" selama 45 hari di satu klinik.

Pada Sabtu (20/2), ia kembali menjalani "bimbingan".

Kendati menghadapi sejumlah keraguan nyata dari masyarakat mengenai kecanduan seks, para profesional di bidang itu mengatakan kasus tersebut dapat disejajarkan dengan kecanduan alkohol dan bukan hanya alasan buat para perayu.

"Tokoh seperti Woods telah menarik banyak perhatian ke masalah itu, tapi saya telah berurusan dengan kondisi tersebut selama bertahun-tahun," kata Craig Gross, ahli mengenai kecanduan seks dan penulis beberapa buku mengenai masalah itu, sebagaimana dikutip kantor berita Prancis, AFP.

"Sangat banyak hubungan menghadapi kekacauan akibatnya. Itu menjadi masalah yang berkembang karena lebih banyak orang daripada yang kita perkirakan menghadapinya," katanya.

Gross mengatakan, pengobatan di satu klinik sama dengan yang dilakukan di instalasi Pine Rrove di Mississippi, yang digunakan oleh Woods, berharga antara 20.000 dan 40.000 dolar AS selama enam babak.

Banyak ahli mengatakan, pengobatan terdiri atas fisioterapi, penggunaan obat dan diskusi kelompok sejalan dengan program 12-langkah "alcohollics anonymous".

Kadangkala kerabat atau orang lain yang dekat dengan pasien akan ikut. Obat anti-depresi digunakan selain pengobatan yang dirancang untuk menurunkan dorongan seks.

Satu klinik di Arizona menawarkan pengobatan dengan dasar "intensif", dan pasien berobat jalan selama empat hari.

Michael Johnson, ahli mengenai kecanduan seks dari Austin, Teksas, mengatakan, kesembuhan nyata hanya mungkin diperoleh dalam dua tahun, "kadangkala malah lebih lama dari itu".

Para ahli medis arus utama berhati-hati saat membahas masalah itu dan Perhimpunan Dokter Jiwa Amerika tak mengakui gangguan tersebut sebagai penyakit sesungguhnya.

Tetapi Johnson mengatakan, kegiatan seksual yang mendesak-desak dan tak tertahankan mengakibatkan bahaya.

"Dalam pekerjaan saya, ada orang yang tak seterkenal Woods tapi orang-orang yang berhasil yang membuat hidup mereka terancam," katanya.

"Woods adalah satu contoh: lihatlah resiko apa yang ia hadapi, ia berada di puncak dunia dan melakukan tindakan bodoh," katanya.

Satu contoh lain ialah Gubernur New York Eliot Spitzer, yang sedang terbang tinggi, lalu meletakkan jabatan pada 2008 --setelah terungkap bahwa ia berulangkali mengunjungi pekerja seks komersial, dan membayar sampai 5.000 dolar AS setiap kali ia datang.

Meskipun membicarakan masalah tersebut adalah komponen dasar bagi kebanyakan terapi kecanduan, Johnson mengatakan, kasus Woods tidak lumrah.

"Saya pernah memiliki bermacam klien yang datang ke klinik kecanduan seks dan tak pernah mendengar mengenai ada dari mereka yang menyampaikan permintaan ma`af terbuka sebagai bagian dari pengobatan," katanya.

Gross mengatakan, pengakuan terbuka adalah keberhasilan."Pernyataannya dengan jelas memperlihatkan bahwa ada yang telah ia pelajari. Ia dapat dipercaya dan tulus," kata Gross.(C003/A038)

Sumber: http://www.antaranews.com

Bimbim Slank Lelang Amal Sandal Jepit

Jakarta - Drumer Slank, Bimbim akan melelang sandal jepit dan "merchandise" Slank lainnya untuk penggalangan dana organisasi "Charity Club Indonesia" (CCI) yang bertujuan membantu musisi dan seniman yang sakit.

"Slank memberikan merchandise untuk dilelang," kata Bimbim mewakili Slank pada jumpa pers acara konser amal dan peluncuran CCI, di Jakarta, Selasa.

Merchandise Slank antara lain sandal jepit, sepatu, berbagai kaos, beberapa album dari album pertama sampai album terakhir yang bertanda tangan personil Slank, jaket sampai dengan stik drum Bimbim.

Bimbim yang ditemani basis Slank Ivanka dan Bunda Ivet mengatakan Slank tidak dapat tampil pada acara konser amal CCI dikarenakan harus melakukan rekaman.

Konser amal CCI sendiri direncanakan digelar pada Jumat malam (26/2) di Twin Plaza, Jakarta.

Bimbim mengharapkan CCI ini bisa menjadi organisasi mempunyai dana abadi untuk membantu seniman dan wartawan musik pada masa senja.

"CCI di masa mendatang agar terus bergulir penggalangan dana bagi seniman," katanya

Slank sendiri, tegas Bimbim, siap membantu CCI kapanpun dan dengan cara apapun.

"Kita juga pernah melakukan pengumpulan dana untuk almarhum Imanez waktu dia sakit dan kemarin untuk Yudhi Grass Rock (Yudhi Tamtama Adji,bassis grup rock 80-an Grass Rock)," katanya.

Pada kesempatan yang sama, inisiator CCI, Bens Leo mengatakan CCI didrikan untuk membantu para seniman yang menderita sakit.

"Tujuan utama CCI adalah membantu para seniman yang mengalami kesulitan biaya untuk mengobati penyakit yang dideritanya," kata Bens.

Dia menyebutkan beberapa seniman yang saat ini sedang menderita sakit seperti penyanyi keroncong senior Waldjinah, komedian Pepeng alias Ferrasta Soebadri, penyanyi Katara Singers Deddy Hasan, basis grup Makara Januar Irawan dan penyanyi keroncong Mus Mujiono.

Mengawali kegiatan sosial dan sekaligus menggalang dana, CCI menggelar konser amal pada Jumat (26/2) dengan menghadirkan beberapa musisi seperti Vina Panduwinata, grup band The Dance Company, Yuni Shara, Bondan Prakoso, Thinkerbell, Kadri Jimmo The Prinzes of Rhythm featuring Once Dewa dan dengan iringan Audiensi Band.

Selain merchandise Slank, pada konser amal tersebut juga akan dilelang berbagai barang milik para musisi seperti vokalis ST12 Charly, Gigi, Ussy Sulistiawaty, Gilang Ramadhan dan Guruh Soekarnoputra.

CCI digagas oleh sejumlah pekerja seni dalam industri musik seperti musisi, pengamat musik, wartawan, event organiser, bahkan sampai dokter, pengacara dan anggota DPR.

Penggagas CCI tersebut antara lain Bens Leo, Remmy Soetansyah, Ati Ganda, Dion Momongan, Nini Sunny, Buddy Ace, Harry Koko, Kadri Mohammad, Tere, Tiro Sanchabahtiar, Doddy Katamsi, Rudite dan sebagainya. (T.N006/R009)

Sumber: http://www.antaranews.com

Ribuan Warga Hadiri Cap Go Meh

Palembang - Ribuan warga, termasuk turis asing, memadati Pulau Kemaro Palembang, Jumat malam, untuk merayakan Cap Go Meh, sejak sore hari, hinga pukul 24.00.

Perayaan itu dihadiri Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf dan Kakanwil Departemen Agama Najib Haitami serta unsur Muspida lain.

Wakil Gubernur mengatakan, Cap Go Meh adalah ritual keagamaan yang dilaksanakan setahun sekali dan tanda kerukunan umat beragama.

"Selain itu Cap Go Meh sebagai keanekaragaman budaya dan kekayaan Indonesia yang perlu disukseskan," ujar Eddy.

Berbagai hiburan dan seremoni warga Tionghoa disajikan di tempat itu sehingga menambah meriah suasana.

Ketua Panitia Pelaksana Cap Go Meh, Chandra Husin mengatakan, Cap Go Meh adalah perayaan menyambut bulan purnama terakhir atau tepatnya hari ke-15 setelah Imlek.

Cap Go Meh selalu menjadi tujuan utama karena pengunjung memadati perayaan tersebut, ujarnya.

Dalam acara itu warga Tionghoa menggelar seni drama di panggung kehormatan dan atraksi barongsai. U005/AR09

Sumber: http://www.antaranews.com

Wisata Blanakan Miliki 300 Buaya

Bandung - Wisata Alam Penangkaran Buaya Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang sudah memiliki 300 ekor buaya hasil penangkaran dari F-1 (induk utama) dan F-2 (induk kedua), belum bisa menjual buaya, hasil penangkarannya.

Manajer Agro Forestri dan Usaha Lain Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten, Atty Thurniaty di Subang, Minggu, yang membawahi wisata alam itu mengatakan, pihaknya masih dibatasi perizinan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk menjual buaya dalam keadaan hidup.

"Untuk menjual seekor buaya umur satu tahun dengan harga Rp1 juta, diperlukan waktu yang tidak sebentar karena harus menjalani berita acara pemeriksaan (BAP) sebagai prosedur tetap. Kami baru menjual kepada perajin dengan mengikuti protap yang berlaku. Itu pun hanya menjual kulitnya," katanya.

Atty yang didampingi Kasi Humas Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Ronald G Suitela, mengatakan, pengelola baru dapat menjual buaya dari kelompok F-2 dan F-3 dengan harga jual antara Rp1 juta dampai Rp6 juta/ekor.

Selain mengambil keuntungan dari penjualan buaya yang relatif masih belum maksimal, demikian Atty, Perhutani masih tetap mengandalkan dari retribusi wisata.

Menurut Atty, pada hari-hari libur, pengunjung mencapai 200 orang/hari, tetapi pada hari-hari biasa hanya berkisar antara 25-50 orang saja.

Sementara Santoso, salah satu pengelola Wisata Alam Penangkaran Buaya di Blanakan, mengatakan, penangkaran itu sudah memiliki dua pejantan berusia 22 tahun dengan ukuran panjang lima meter. Dua pejantan dari kelompok F-1 itu adalah Baron dan Jack yang menghuni kolam utama.

Keduanya penguasa yang memiliki home range (daerah kekuasaan) masing-masing di satu kolam dengan lima betina."Mereka tidak pernah berebut daerah kekuasaan meskipun tinggal di satu kolam," ujar Santoso.

Idealnya, lanjut Santoso, untuk kepentingan penangkaran, setiap satu ekor jantan berpasangan dengan 5-6 betina. Tapi di Blanakan, perbandingan antara jantan dengan betina satu berbanding tiga, bahkan satu berbanding dua, karena kebutuhan makanan sang pejantan masih relatif sedikit.

"Kami hanya memberi mereka makan tiga hari sekali yaitu 150 kg daging untuk semua. Tetapi biasanya mereka mendapat extra fooding dari para pengunjung yang ingin berfoto bersama atau melihat atraksi Baron dan Jack," kata Santoso.

Baron dan pejantan lainnya biasa memasuki masa kawin pada September hingga November. Kemudian pada Desember betina mulai bertelur, lalu mengerami.

Masa penetasan secara alami bisa berlangsung hingga 80 hari, sedangkan jika penetasan dengan semialami relatif lebih cepat.

"Selain itu, kita bisa menentukan apakah yang akan ditetaskan itu jantan atau betina. Bergantung pada kebutuhan. Kita tinggal menyesuaikan suhunya saja," kata Santoso. [*/mor]

Sumber: http://www.inilah.com

Indonesia Gaet Agen Perjalanan AS

New York - Konsulat Jenderal RI di New York berupaya menggaet agen-agen perjalanan di Amerika Serikat untuk mendatangkan wisatawan ke Bali dan berbagai tujuan wisata lainnya di Tanah Air.

KJRI New York mengumpulkan para pelaku bisnis pariwisata pada acara makan malam dan pameran mini di New York, baru-baru ini.

Acara yang berlangsung di Gedung KJRI dan dihadiri oleh sekitar 100 orang - sebagian besar dari kalangan agen perjalanan, diisi dengan pameran dan presentasi dari perusahaan penerbangan Garuda North America dan Emirates; agen perjalanan Pacific Holidays dan Orient-Flexi; jaringan hotel COMO; serta perusahan asuransi perjalanan, Travelex.

Menurut Konsul Jenderal RI di New York, Trie Edi Mulyani, ada alasan tersendiri mengapa acara tersebut diadakan pada tengah pekan ini. "Kita mencoba memanfaatkan momentum. Karena pada pekan ini, pelaku-pelaku bisnis perjalanan dan pariwisata sedang berdatangan dan berkumpul di New York dalam rangka New York Times Travel Show. Jadi sekalian kita gaet mereka untuk membuat paket-paket perjalanan ke Indonesia," kata Trie.

Acara makan malam bertajuk Visit the Wonders of Indonesia itu digarap KJRI New York bersama PATA (Pacific Asia Travel Association) Cabang New York.

Sekitar 100 kursi makan malam yang disediakan terisi penuh oleh para peserta - yang masing-masing diwajibkan membayar tiket US$20 dolar AS untuk dapat mengikuti acara. Hasil penjualan tiket disumbangkan untuk korban gempa Sumatera Barat.

Selain berbagai masakan Indonesia, para tamu juga dijamu dengan penampilan gamelan dan tari Bali yang dibawakan oleh kelompok Dharmaswara. Kelompok yang hampir seluruh anggotanya terdiri dari para warga Amerika itu, akan tampil dalam Pekan Seni Bali 2010 di Bali.

Sementara itu, seperti yang dilakukan setiap tahun, Indonesia melalui kerja sama KBRI Washington DC dan KJRI New York, kembali berpartisipasi pada pameran tahunan New York Times Travel Show 2010. Pameran berlangsung pada 26-28 Februari di Jacob Javits Convention Center, New York. [*/mor]

Sumber: http://www.inilah.com
-

Arsip Blog

Recent Posts