Fabio Kraiczyk dan Adriana Kraiczyk banyak melemparkan senyum kepada para peserta lomba layar atau Straits Regatta, Sabtu (30/1). Ia, isterinya, dan anaknya yang masih berusia empat tahun turut dalam lomba menantang ini.
Keluarga ini berasal dari Brasil. Walau baru lima hari di Batam, mereka mengaku sangat senang dan bahagia.
Fabio mengatakan suasana darat dan laut Batam sangat mengesankan. Saat perlombaan di tengah laut, ia dan ke-14 peserta yang tergabung di dalam kapal Strewth Rore merasa enjoy. Bahkan isteri dan anaknya sangat kagum dengan keindahan perairan Batam.
“Indonesia sangat indah dan menakjubkan. Alamnya bagus, udaranya nyaman, dan kondisi cuacanya sangat menyenangkan,” ujar Fabio dalam bahasa Inggris bercampur Portugis.
Begitu juga dengan isterinya, Adriana Kraiczyk. “Setelah perlombaan ini kami akan mengikuti perlombaan sejenis di Filipina. Mungkin lain waktu saya dan keluarga berencana akan berlibur dan keliling Indonesia,” ujar Adriana sambil memeluk anaknya.
Saat ditanya mengenai teroris dan permasalahan bom di Indonesia, ia mengatakan bahwa itu hanya ada dalam berita. Buktinya setelah berada di Batam, ia bersama keluarga dan kawan-kawannya tetap merasakan aman dan tenteram.
Berbeda dengan pengakuan Neil Pryde, seorang peserta dari Hongkong. Ia sangat bersedih karena kapalnya yang bernama HIFI terlambat masuk garis finish. Meski sudah berupaya maksimal, timnya tetap kalah.
Menurutnya, saat detik-detik terakhir akan memasuki finish, kapal pesaingnya sangat dekat dengan kapalnya. Bahkan langsung menyalib kapalnya.
“Ya sangat kecewa, padahal tadi sudah saling berhimpitan dan berebut untuk memasuki finish. Saya dan tim merasa bersedih. Tapi jangan khawatir, tahun 2009 lalu kami juara umumnya,” ujar Neil diamini krunya yang lain.
Meski menggunakan kapal layar, Neil ditunjuk sebagai pengemudi kapal. Ia menyebutkan bahwa kecepatan saat perlombaan mencapai tujuh knots. Bahkan suasana di laut tadi sangat menegangkan, tetapi juga membuat detak jantung berdebar-debar.
“Namanya saja perlombaan, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Tapi kita sangat bangga bisa mengunjungi Indonesia. Jangan salah, kita sudah 12 kali mengunjungi Batam dalam ajang perlombaan ini,” kenang Neil.
Saat ditanya berapa jumlah ongkos yang harus dikeluarkan untuk ajang perlombaan yang mewah ini, Pryde mengaku mengeluarkan kocek 1 juta dolar AS. Ia berharap tahun depan bisa meraih dan mempertahankan juara umum yang pernah diraihnya.(candra p pusponegoro)
Sumber: http://tribunbatam.co.id
Keluarga ini berasal dari Brasil. Walau baru lima hari di Batam, mereka mengaku sangat senang dan bahagia.
Fabio mengatakan suasana darat dan laut Batam sangat mengesankan. Saat perlombaan di tengah laut, ia dan ke-14 peserta yang tergabung di dalam kapal Strewth Rore merasa enjoy. Bahkan isteri dan anaknya sangat kagum dengan keindahan perairan Batam.
“Indonesia sangat indah dan menakjubkan. Alamnya bagus, udaranya nyaman, dan kondisi cuacanya sangat menyenangkan,” ujar Fabio dalam bahasa Inggris bercampur Portugis.
Begitu juga dengan isterinya, Adriana Kraiczyk. “Setelah perlombaan ini kami akan mengikuti perlombaan sejenis di Filipina. Mungkin lain waktu saya dan keluarga berencana akan berlibur dan keliling Indonesia,” ujar Adriana sambil memeluk anaknya.
Saat ditanya mengenai teroris dan permasalahan bom di Indonesia, ia mengatakan bahwa itu hanya ada dalam berita. Buktinya setelah berada di Batam, ia bersama keluarga dan kawan-kawannya tetap merasakan aman dan tenteram.
Berbeda dengan pengakuan Neil Pryde, seorang peserta dari Hongkong. Ia sangat bersedih karena kapalnya yang bernama HIFI terlambat masuk garis finish. Meski sudah berupaya maksimal, timnya tetap kalah.
Menurutnya, saat detik-detik terakhir akan memasuki finish, kapal pesaingnya sangat dekat dengan kapalnya. Bahkan langsung menyalib kapalnya.
“Ya sangat kecewa, padahal tadi sudah saling berhimpitan dan berebut untuk memasuki finish. Saya dan tim merasa bersedih. Tapi jangan khawatir, tahun 2009 lalu kami juara umumnya,” ujar Neil diamini krunya yang lain.
Meski menggunakan kapal layar, Neil ditunjuk sebagai pengemudi kapal. Ia menyebutkan bahwa kecepatan saat perlombaan mencapai tujuh knots. Bahkan suasana di laut tadi sangat menegangkan, tetapi juga membuat detak jantung berdebar-debar.
“Namanya saja perlombaan, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Tapi kita sangat bangga bisa mengunjungi Indonesia. Jangan salah, kita sudah 12 kali mengunjungi Batam dalam ajang perlombaan ini,” kenang Neil.
Saat ditanya berapa jumlah ongkos yang harus dikeluarkan untuk ajang perlombaan yang mewah ini, Pryde mengaku mengeluarkan kocek 1 juta dolar AS. Ia berharap tahun depan bisa meraih dan mempertahankan juara umum yang pernah diraihnya.(candra p pusponegoro)
Sumber: http://tribunbatam.co.id