Tari Rapai Geleng Pukau Masyarakat Mesir

Abu Simbel, Mesir - Tari Rapai Geleng dari Aceh yang dimainkan oleh 13 mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar, Kamis (21/2/13) malam di Abu Simbel (sekitar 1260 km arah selatan kota Kairo), memukau sekitar 2000 penonton.

Tari Rapae Geleng mengandalkan keserasian antara gerak kepala dengan ritme bunyi rebana yang ditabuhnya. Gerakannya bervariasi, lambat, cepat, sangat cepat, dan diam tanpa gerak. keserasian gerak, gelengan kepala, dan bunyi rebana yang ditabuh secara ritmik diiringi dengan syair religi dalam bahasa Aceh.

Konsentrasi penuh merupakan kunci kesenian ini, karena jika ada salah satu pemain yang salah gerak, maka akan mengakibatkan rusaknya permainan secara keseluruhan. Secara filosofis, hal itu menunjukkan dinamis dan harmonisnya kehidupan. Jika semua orang berpegang pada aturan main yang tepat, maka terjadilah Keharmonisan. Jika tidak, yang terjadi adalah saling bertabrakan satu sama lain.

Acara Festival Seni Budaya Internasional di kota Aswan yang berlangsung dari tanggal 20 - 25 Februari 2013 ini merupakan yang pertama kali. Kegiatan ini merupakan kerja sama antara kementerian Kebudayaan Mesir dengan Pemerintahan Provinsi Aswan. Beberapa negara, termasuk Indonesia diundang untuk meramaikan festival tersebut.

KUAI/Wakil Dubes RI untuk Mesir, Teuku Darmawan mengatakan, partisipasi Indonesia itu merupakan dukungan bagi Mesir dalam upaya menghidupkan geliat pariwisata yang hingga kini masih belum sepenuhnya pulih. Sebagai salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia, hubungan bilateral Indonesia dengan Mesir selama ini terbina dengan baik dalam berbagai bidang, termasuk di bidang sosial budaya.

Festival tersebut dimaksudkan untuk merayakan hari dimana muka patung Ramses II yang berada di dalam kuil Abu Simbel dapat tersinari matahari selama beberapa menit. Peristiwa ini hanya terjadi dua kali dalam setahun, yaitu tanggal 22 Februari dan 22 Oktober.

Kuil Abu Simbel merupakan salah satu peninggalan luar biasa monumental dari Mesir kuno yang telah diakui oleh Unesco sebagai warisan dunia. Pada masa Ramses II sekitar tahun 1250 SM kuil tersebut dibangun dan menghabiskan waktu 20 tahun.

-

Arsip Blog

Recent Posts