Pekanbaru, Riau - Banyak pihak atau kelompok memperjualbelikan adat istiadat yang menjadi tradisi Melayu secara ilegal hingga terus mengikis "cita rasa" sesungguhnya, kata Monda Gianes, sutradara dalam lakon teater berjudul "Pratagonis".
"Atas nama tradisi Melayu yang diperjualbelikan, Melayu hanya jadi sebutan, tidak lagi sebagai roh untuk memperkuat identitas kaum itu sendiri. Maka dengan sewenang-wenang Melayu diperalat untuk kepentingan kelompok tertentu," kata Monda di Pekanbaru, Minggu (24/3/2013).
Untuk memperkuat atau mempertahankan cita rasa sesungguhnya adat istiadat Melayu tersebut, Monda memutuskan untuk membuka seni teater terbuka berjudul "Pratagonis" yang mendefinisikan sang pemeran utama.
Dalam pantas tersebut, kata dia, Pratagonis merupakan adat Melayu yang kini terus memudar akibat tergerus seni modern yang begitu agresif. Pemanggungan teater tersebut dilakukan bersama para seniman teater yang mengatasnamakan "Matan".
Pementasan teater tersebut dilakukan selama tiga hari sejak Sabtu (23/3/2013) hingga Minggu (24/3/2013) di Gedung Anjung Tintin Kompleks Bandar Serai Purna MTQ.
Monda Gianes sebagai sutradara juga memunggah tokoh-tokoh teater tradisi Riau, seperti Mak Yuong, Mamanda, Mendu, Bangsawan, dan Randai.
"Seluruhnya menjadi tokoh sentral yang berhadapan dengan masalah antara idealis menjadi tradisi dan keagamaan hidup. Pada satu sisi tugas juga memelihara tradisi untuk tetap terjaga dan di sisi lain tradisi sepertinya tidak dapat bertahan dari gempuran budaya asing," katanya.
Dalam naskahnya, Monda yang juga pernah menjadi aktor terbaik Riau itu menceritakan tentang tradisi Melayu yang hanya menjadi penyangga orang-orang modern, bahkan tidak jarang tradisi menjadi tambang yang dieksploitasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Pria yang pernah menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR) dalam pentasnya menggarap penggabungan unsur teater tradisi Riau dengan teater modern.
Untuk tarian, Monda juga menggabung tarian zapin dengan berlatarkan tarian modern dan, begitu pula untuk musik, digabungkan dengan musik modern.
"Apa yang kami lakukan bisa diterima atau ditolak, bahkan menjadi cemoohan. Tetapi, sudah berazam bahwa setiap pementasan yang kami bentangkan harus memiliki identitas untuk membedakan kami dengan yang lain," ujarnya.
Ia menambahkan, tradisi tak mungkin ditinggalkan, kebudayaan asing tak mungkin dibuang begitu saja. Makanya, harus tetap berkarya dan menjadi kekuatan tersendiri di teater Matan.
Sumber: http://oase.kompas.com