Jakarta - Sebagai kota metropolitan dan pusat globalisasi di Indonesia, ternyata DKI Jakarta juga memiliki beragam budaya tradisional yang patut dilestarikan. Salah satu yang hingga kini masih bisa dilihat adalah tradisi palang pintu.
Palang pintu sebenarnya dibagi menjadi tiga bagian yakni pantun, silat dan selawat. Ketua Sanggar Seni Betawi Setu Babakan Sahroni menuturkan, setiap bagian memiliki makna tersendiri.
Beradu pantun pada tradisi palang pintu memiliki arti suami harus bisa membahagiakan istri dan anaknya kelak. Selain itu, pantun juga melambangkan keluarga harusnya ceria.
"Pantun dalam palang pintu itu melambangkan keluarga harus ceria," ucap Sahroni kepada merahputih.com di Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa (29/3).
Silat dalam palang pintu melambangkan bahwa seorang suami harus bisa melindungi keluarga baik gangguan dari dalam atau pun dari luar. Terakhir selawat melambangkan suami harusnya menjadi tuntunan bagi istri dan anaknya.
"Nah, kalau selawat itu melambangkan laki-laki harus menjadi imam bagi keluarga," lanjut pria lulusan Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) Jakarta ini.
Tradisi ini dulunya hanya dipakai dalam acara pernikahan. Namun seiring perkembangan zaman, palang pintu juga bisa dipakai untuk menyambut pejabat yang datang ke suatu daerah.
Nah, untuk palang pintu yang biasa dipakai di penyambutan pejabat, bagian selawat dihilangkan. Bahkan, tak jarang pula saat pernikahan palang pintu tidak selalu menggunakan semua bagian.
"Kalau pernikahan juga tergantung permintaan. Kadang bagian selawat dihilangkan jadi biar dipercepat waktunya," jelas Sahroni.
Berbicara masalah waktu, Sahroni menjelaskan, durasi untuk palang pintu bila memakai seluruh bagian bisa mencapai 30 menit. Namun, tak jarang pula durasi tersebut dipercepat tergantung permintaan.
"Kalau mau dipercepat juga bisa. Paling cepet 15 menit, jadi semua bagiannya dipercepat. Itu semua tergantung permintaan," jelasnya.