Melbourne, Australia - Pako Festival, festival budaya multikultural terbesar di Australia berlangsung setiap tahun di Geelong, sekitar 75 km dari pusat kota Melbourne. Festival ini setiap tahunnya dihadiri oleh lebih dari 10 ribu penonton dan paradenya diikuti oleh hampir semua komunitas yang ada di Victoria, termasuk komunitas Indonesia, seperti ditulis oleh Agustina Wayansari berikut.
Terkadang, tinggal di luar negeri membuat kita lebih “Indonesia” dan lebih sadar akan budaya Indonesia.
Secara tidak sadar, kita sering mempresentasikan diri kita sebagai “Indonesia” dan mempromosikan budaya dan hal-hal ke-Indonesiaan lainnya seperi makanan, tempat wisata, bahasa dan buku-buku ke komunitas di sekitar kita.
Komunitas Indonesia di Geelong dan sekitarnya yang dikenal dengan nama Indonesian Association of Geelong (IAG) merupakan komunitas warga kita yang sangat bangga dan rajin mempromosikan budaya Indonesia di Australia.
Tahun ini, IAG kembali berpartisipasi dalam Pako Festa termasuk dalam Parade Jalanan mengusung tema Upacara Perkawinan, membuka tenda makanan yang menjual berbagai menu tradisional Indonesia dan memberikan workshop membatik bagi pengunjung.
Pako Festa diselenggarakan setiap tahun di akhir bulan Februari. (Foto: Indonesian Association of Geelong)
Pako Festa diselenggarakan setiap tahun di akhir bulan Februari. (Foto: Indonesian Association of Geelong)
Gendang bertalu-talu, laki-laki berbaju beskap berjalan gagah, disampingnya wanita-wanita cantik mengenakan baju gemerlap berjalan beriringan dalam arak-arakan penuh keriaan.
Sekelompok lelaki berbaju hitam, peci hitam dan kain kotak-kotak melilit kaki membawa kita pada suasana upacara di Pulau Dewata. Anak-anak gadis menari-nari dalam berbagai pakaian adat Nusantara.
Pako Festa merupakan festival budaya terbesar di Australia pada akhir Februari lalu. Pako Festa telah digelar selama 34 tahun oleh komunitas non profit Diversitat dan tahun ini, Pako Festa melibatkan sekitar 40 komunitas etnis yang tinggal di kota Geelong dan sekitarnya.
Geelong merupakan kota terbesar kedua setelah Melbourne di negara bagian Victoria. Sekitar 60an organisasi lain seperti sekolah, komunitas hobi dan bisnis juga berpartisipasi dalam event andalan negara bagian ini.
“Kami bangga bisa mewakili Indonesia di ajang budaya yang dianggap terbesar di Australia ini. Ada sekitar 40an komunitas etnis dari berbagai belahan dunia yang (tinggal di Geelong dan sekitarnya) yang ikut ambil bagian dalam Pako Festa tahun ini,” ujar Santi Sherry, Ketua IAG saat ini.
Dia menjelaskan bahwa biasanya, komunitas IAG mengikuti Parade Budaya, pertunjukan di panggung (tarian dan musik), dan juga menjual berbagai makanan lezat kebanggan Nusantara.
Siang itu, warga Indonesia di Geelong berbaur dengan berbagai komunitas lain seperti Bosnia Herzegovina, Kelompok Warga Macedonia, Nepal, Ukraina, Maori, Filipino, Komunitas Ortodoks Rusia, Warga Iran, dan banyak lagi.
Sekitar 100 ribu pengunjung diperkirakan menyaksikan berbagai atraksi budaya, mencicipi berbagai makanan etnis seperti sate ayam Indonesia, momosa atau semacam dumpling ala Nepal, buritto dari Mexico, sosis bratwurst German, nasi paella Spanyol dan kebab ala Timur Tengah, jajanan-jajanan dari Yunani, dan masih banyak lagi.
Festival ini dibuka hampir sehari penuh dari jam 9 pagi dan berlangsung sampai dengan jam 8 malam dan gratis untuk umum.
Santi menjelaskan bahwa IAG sendiri telah mengikuti Pako Festa sejak 20 tahun yang lalu, awalnya diarahkan oleh Konsulat Indonesia di Melbourne.
“Bagi warga IAG, Pako Festa adalah acara terbesar kedua setiap tahunnya selain perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus,” ujarnya, seraya menambahkan kalau saat ini ada sekitar 200 anggota IAG yang aktif dalam pertemuan-pertemuan rutin mereka. Secara resmi, IAG dibentuk pada tahun 2010 dan tidak hanya beranggotakan warga Indonesia dan pasangannya yang tinggal di kota Geelong dan sekitarnya, namun juga warga Australia yang berminat dengan budaya Indonesia atau pernah tinggal di negeri kita.
Bagi warga Indonesia sendiri, berpartisipasi dalam ajang budaya semacam ini sangatlah menarik. Selain makanan, yang umumnya menjadi daya tarik utama bagi warga Indonesia di luar negeri, berpartisipasi dalam ajang semacam ini membuat warga bangga akan eksistensi negeri kita.
“Kami juga ingin mempromosikan kekayaaan budaya bangsa dan sekaligus melestarikan aspek-aspek ini dalam kehidupan kami di sini, meskipun jauh dari rumah,” ujar Bimo Soeharto, salah seorang sesepuh IAG yang telah bermukim Geelong sejak beberapa dekade lalu.
Siang itu, Warung Indonesia menjual sate ayam, ayam bumbu Bali, rendang dan berbagai macam gorengan seperti lumpia, pastel dan risoles.
Para pengunjung Festa, baik warga Indonesia atau bukan, sepertinya sangat tergoda aroma sate yang sedang dibakar dan rela mengantri cukup lama untuk dapat mencicipi kuliner Nusantara. Ratusan porsi sate dan rendang yang populer di kalangan warga non Indonesia ludes dalam beberapa jam.
Mungkin terdengar klise, tetapi tampaknya acara-acara semacam ini juga menjadi ajang silaturahmi dan merekatkan persaudaraan bagi sesama perantau di negeri Kanguru ini.
“Juga membuat kami merasa relevan karena eksistensi kita diakui dan berbeda itu tidak masalah malahan unik dan dihargai sekali di negeri ini,” ujar Bimo lagi.
Sumber: http://www.republika.co.id