Tanjung Pandan, Babel - Ketika Anda berkunjung ke suatu daerah terasa kurang lengkap rasanya jika belum mengunjungi rumah adat yang hanya ada di daerah tersebut. Di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Anda bisa menelusuri rumah Adat Panggong, yang memiliki lima bagian dengan arti dan fungsi yang berbeda-beda.
Rumah adat Belitung kini jumlahnya sangat sedikit. Namun, ketika anda sudah di Belitung mudah untuk menemukan rumah adat tersebut. Terletak persis di tengah kota Tanjung Pandan, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, persis di samping Kantor Bupati Belitung.
Anda cukup menempuh waktu kurang dari 20 menit dari Bandara H.A.S Hanandjoeddin. Diletakkan berdampingan dengan kantor Bupati, menurut Yudi salah satu pengelolanya, agar rumah tersebut dapat dilihat banyak orang, salah satunya tamu dinas.
“Rumah adat ini dibangun mulai tahun 2006, selesai dan diresmikan tiga tahun kemudian. Dulunya di samping kantor bupati ini toko milik warga Tionghoa, lalu dibeli dan dibangun rumah adat, agar mudah dilihat terutama tamu dinas,” ujar Yudi, kepada KompasTravel dalam Corporate Media Gathering BW Suite ke Belitung, Sabtu (12/3/2016).
Sesaat sampai di sana, perbedaan dengan rumah adat lain akan langsung terlihat. Dibangun memanjang dengan lima bagian, semakin ke belakang fungsinya semakin rendah, dari mulai teras untuk tamu hingga ruangan untuk penjaga tau pembantu.
Memiliki fondasi dari batu granit, yang banyak ditemui di Belitung. Selain fondasi, semuanya terbuat dari kayu kokoh, dari mulai lantai menggunakan kayu ulin, tiang penyangga dari kayu nyatoh, sedangkan atap menggunakan kayu medang dan seru.
Begitu masuk pengunjung disambut dengan gemericik kembang goyang yang yang saling bergesekan karena ditiup angin. Kembang ini merupakan ornamen penyambut tamu, dahulunya terbuat dari daun lais, tapi disini menggunakan besi tipis yang dibentuk serupa.
Rumah adat yang terletak di tengah kota ini merupakan miniatur rumah Panggong untuk seorang bangsawan, atau yang dimiliki para pejabat dahulu. Perbedaannya dengan rumah penduduk biasa ialah lebih besar sehingga memiliki lima ruangan, sedangkan rakyat biasa hanya memiliki empat ruangan.
Selain itu beberapa ornamen yang membedakan, salah satunya jumlah anak tangga. Di Belitung sendiri, jumlah anak tangga rumah haruslah ganjil, untuk bangsawan lebih dari tiga anak tangga, tapi rakyat biasa hanya diperbolehkan memiliki tiga anak tangga.
Ornamen lainnya yang terdapat di rumah bangsawan merupakan perpaduan dari model suku lain, tergantung silsilah keuarga bangsawan tersebut. Di rumah ini sendiri, anda bisa menemukan renda penghias atap berbentuk segitiga-segitiga.
Menurut Yudi, ini merupakan adopsi dari rumah adat Kalimantan, yang berarti bangsawan tersebut memiliki saudara dari suku di Kalimantan.
KompasTravel mulai menelusuri dalam rumah Panggong, dari teras yang memiliki luas tiga kali tujuh meter persegi. Hanya tamu laki-laki yang bisa diterima di teras, sedangkan perempuan masuk langsung ke bagian tengah dan bisa ke dapur. Untuk laki-laki hanya sebatas sampai teras.
Ruang kedua merupakan ruangan utama, di mana tempat keluarga beraktifitas. Di sini Anda bisa melihat salah satu ciri khas rumah Panggong Belitung tidak memiliki sekat-sekat kamar. Orang tua dan anak tidur bersama di ruangan tersebut menggunakan kasur tipis atau tikar.
Selain rumah adat, bangunan tersebut juga berfungsi sebagai Museum Budaya Belitung. Anda dapat melihat banyak foto-foto yang menjelaskan budaya Belitung di sana.
Yudi, langsung mengantarkan ke beberapa foto kebanggaannya. Di antaranya foto rumah-rumah Panggong berderet saat masa jayanya, foto "main beripat" yang merupakan permainan tradisional Belitung, dan foto Syekh Abu Bakar Abdullah penyebar agama Islam di sana.
“Di ruangan inilah proses pernikahan berlangsung, pengantin perempuan yang melamar menggunakan kebaya panjang, dan laki-laki dilamar menggunakan pakaian kancing lima bertopi singing,” jelas Yudi sambil menunjukkan ke depan miniatur serba-serbi keperluan pernikahan adat Belitung.
Lepas dari ruangan utama, Anda disambut dengan jembatan sepanjang tiga meter, atau disebut loss. Di tempat ini setiap anggota keluarga berkumpul bersantai sambil bercengkerama, seperti mencari kutu atau mendongeng. Loss tersebut menghantarkan Anda menuju ruang dapur, di mana hasil ikan atau kebun disimpan.
Dapur diletakkan di belakang karena tempat yang melakukan aktifitas lebih kotor dibanding ruang utama. Selain untuk penyimpanan bahan makanan, di sana juga tempat memasak bahan tersebut, hingga disantap bersama-sama keluarga.
Ruang paling belakang ialah ruang untuk penjaga rumah atau pembantu di zaman sekarang. Ruang ini salah satunya yang membedakan bangsawan dengan rakyat biasa, di mana rakyat bisa tidak memiliki ruang penjaga.
Sumber: http://travel.kompas.com