Sulit Memburu Aset Hasil Korupsi, KPK Undang Belasan Pakar Asing

Denpasar—Merasa kesulitan dalam memburu aset-aset hasil korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang belasan pakar dan penyidik korupsi bertaraf internasional. Selama tiga hari penuh mereka berkumpul di Nusa Dua, Bali, untuk membahas berbagai strategi pengembalian aset hasil korupsi melalui kerja sama lintas negara atau Asset Recovery & Mutual Legal Assistance (AR&MLA).

Pembahasan berupa seminar internasional itu merupakan kerja sama antara KPK, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), serta The Basel Institute on Governance itu berlangsung mulai hari ini hingga 7 September 2007. Bertindak sebagai tuan rumah, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki hari ini membuka seminar bertajuk ``Making international anti-corruption standards operational: Asset Recovery and Mutual Legal Assistance``.

Seminar ini menghadirkan sejumlah pakar, penyidik hukum dengan reputasi internasional, antara lain Patrick Moulette, Kepala Divisi Anti Korupsi OECD, dan Dimitri Vlassis, Chief Crime Conventions Section, Division of Treaty Affairs, UN Office on Drugs and Crime.

Pembicara lainnya Mallam Nuhu Ribadu, Executive Chairman Economic and Financial Crimes Commission Nigeria, yang dinobatkan sebagai tokoh tahun 2004 dan 2005 oleh sejumlah suratkabar di negeri itu. Mallam dinilai berhasil memerangi korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya, serta sukses melacak dan mengembalikan aset mantan penguasa Nigeria, Sani Abacha. Sementara Timothy Daniel dikenal sebagai pengacara yang berhasil membantu pemerintah Nigeria dalam upayanya mengembalikan aset Abacha. Sedangkan Jean Bernard Schmid, Investigating Magistrate, Jenewa Swiss, manangani kasus pengembalian aset mantan presiden Filipina Ferdinand Marcos.

Seminar ini membahas tiga studi kasus yang disampaikan oleh para penyidiknya secara langsung, mengenai liku-liku upaya pengembalian aset hasil korupsi. Antara lain kasus mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos, kasus mantan Presiden Nigeria Sani Abacha, serta kasus Vladimoro Montesinos, tangan kanan serta penasehat keamanan mantan presiden Peru, Alberto Fujimori.

``Kami berharap tiga kasus ini dapat memberi motivasi para penyidik dan penegak hukum pemberantasan korupsi di Indonesia untuk bertindak lebih aktif menjalin kerjasama dengan pihak-pihak atau lembaga penegak hukum internasional,`` kata Taufiequrachman Ruki seperti dikutip kantor berita Antara hari ini.

Melalui kegiatan ini, KPK berharap bisa memberikan dasar atau patokan bagi para penegak hukum di Indonesia untuk memuluskan upaya penarikan aset-aset hasil kejahatan yang berada di luar negeri.

Seminar AR&MLA dihadiri 170 peserta dari 30 negara di Asia Pasifik yang merupakan pejabat yang memiliki kewenangan di negaranya masing-masing dalam menangani pengembalian aset hasil korupsi yang berada di luar negeri. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan konferensi/seminar internasional lain, yang bertujuan menyampaikan informasi dan pengetahuan mengenai perkembangan internasional terkait kerjasama hukum dalam upaya pengembalian aset hasil tindak korupsi.

Forum itu sekaligus menjadi ajang tukar menukar pengetahuan dan diskusi mengenai langkah, baik formal dan informal, untuk memperoleh bantuan hukum internasional dalam jurisdiksi dan area tertentu.

Penyelenggaraan seminar AR&MLA merupakan tindak lanjut pertemuan ADB/OECD Initiative Steering Group Meeting tanggal 3-5 September 2007 yang diprakarsai OECD dan ADB dengan KPK sebagai tuan rumah. Kegiatan ini bertujuan menyusun Rencana Aksi Anti Korupsi untuk Asia Pasifik serta bagaimana menerapkannya.

``Seminar ini diharapkan dapat semakin membuka keinginan untuk meningkatkan kesadaran mengembangkan prinsip-prinsip antikorupsi yang umum dan universal, serta memperkenalkan praktek-praktek anti korupsi internasional yang baik,`` jelas Taufiequrrahman Ruki. Ia menambahkan, korupsi merupakan kejahatan keuangan yang tidak mengenal batas negara, mengingat hasil-hasil kejahatan itu seringkali dicuri dan disembunyikan ke luar negeri. Pelacakan dan pengembalian aset yang dicuri tersebut menjadi perhatian dunia internasional.

Hal itu terutama dengan adanya konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi, United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC), sejak bulan November 2005, yang telah diratifikasi oleh Indonesia, yang sebagian ditujukan dalam kerangka kerja bagi pengembalian aset melalui kerjasama internasional.

Tahun ini Indonesia memiliki agenda kegiatan antikorupsi yang padat dengan menjadi tuan rumah seminar dan konferensi internasional. Indonesia telah sukses menyelenggarakan seminar tentang Konflik Kepentingan yang diselenggarakan di Jakarta bulan lalu dan seminar tentang Asset Recovery & Mutual Legal Assistance di Bali ini.

Selanjutnya Indonesia akan menyelenggarakan seminar internasional mengenai Pengadaan dan Penyuapan, Konferensi International Association of Anti-Corruption Authorities ke-2, menuju puncak kegiatan yakni CSP (Conference of States Parties) UNCAC ke-2 bulan Januari 2008 di Bali.

Sumber: Inilah.com, Rabu, 05 September 2007
-

Arsip Blog

Recent Posts