Salatiga—Banyaknya kasus korupsi di Indonesia, karena masih banyak pejabat pusat atau daerah yang belum memahami UU Anti Korupsi. Namun demikian ada juga pejabat yang sudah mengetahui, tetapi tetap saja melakukan korupsi, bahkan dengan cara korupsi berjamaah. Media menjadi salah satu unsur ikut memberantas korupsi di Indonesia.
Hal itu terungkap dalam seminar `Peranan media dalam pemberantasan korupsi`, yang diselenggarakan FH UKSW Salatiga dan Yayasan Bina Darma, Senin kemarin. Sebagai pembicara seminar Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Manua, Ketua PWI Jateng Sasongko Tedjo SE MM, dosen FH UKSW Ari Siswanto SH, dan Prof Erhard Blankenburg (Belanda), sebagai moderator Alex Litay (UKSW). Seminar diikuti mahasiswa dan dosen itu dibuka oleh Rektor UKSW Prof Dr Khris H Timotius.
Abdullah lebih lanjut mengatakan, korupsi tidak hanya dilakukan di lembaga pemerintah yang memang memungkinkan seorang pejabat itu melakukan korupsi uang negara. Namun di lembaga KPU (Komisi Pemilihan Umum) juga terjadi korupsi berjamaah.
Anehnya, kata dia, mereka yang jadi tersangka korupsi di KPU adalah yang tahu tentang hukum, UU, tingkat keintelektualannya tinggi. Mereka dari kalangan dosen, LSM dan pejabat. Mereka ini sebenarnya tidak ada niatan melakukan korupsi, namun karena ada kesempatan.
“Seorang dosen belum pernah melihat uang Rp 1 miliar, begitu tahu uang miliaran rupiah, maka niat untuk korupsi pun dilakukan, mereka lupa bahwa itu perbuatan melawan hukum,” kata Abdullah. Menurut dia, ada tiga puluh bentuk korupsi di Indonesia, yang paling banyak dilakukan ada tujuh katagori, yakni korupsi yang menjadikan kerugian negara, suap menyuap (aktif dan pasif), penggelapan jabatan, perbuatan pemerasan (seperti membuat KTP, STNK, SIM dan lain-lain), korupsi curang dengan mengurangi campuran (seperti capuran beton 1 : 4, menjadi 1 : 10), lelang pengadaan barang dan jasa konstruksi serta gratifikasi.
Sebagai nara sumber seminar dari KPK, kata Abdullah, pihaknya tidak mau dijemput dari bandara ke UKSW. “Saya minta maaf tidak mau minum air di gelas ini (air yang disuguhkan, red.), karena hal ini sudah termasuk katagori gratifikasi (hadiah/pemberian), saya sudah makan di jalan dan juga sudah membawa minuman sendiri,” kata Abdullah yang mendapat aplause dari peserta seminar.
Masih kata Abdullah, korupsi memiliki dampak yang sangat luas, yakni laju ekonomi menjadi lambat, jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah, negara akan miskin dan Indonesia pada saatnya nanti bisa menjadi negara bagian dari sebuah negara super power karena terlilit hutang. “Tahun 2025 mungkin Indonesia akan kehilangan hutan dan kondisinya sudah masuk stadium 4 (kritis), kalau korupsi tidak segera diberantas,” tegas Abdullah.
Sasongko Tedjo mengatakan, media memiliki peranan penting dalam ikut memberantas korupsi, karena sejak tahun 1999 agenda setelah reformasi adalah kekebasan pers dan pemberantasan korupsi. “Saya berharap KPK masih memiliki nafas dan tenaga untuk tetap terus memberantas korupsi,” kata Sasongko. Dikatakan, tidak menutup kemungkinan wartawan bisa ikut andil dalam korupsi. Karena dikondisikan oleh pihak tertentu untuk tidak memuat berita korupsi di lembaga tertentu. “Ini menjadi tugas masyarakat untuk tetap mengontrol pers,” katanya.
Sebagai Pemimpin Redaksi Suara Merdeka, Sasongko mengaku, sering ditelepon oleh oknum pejabat yang akan diperiksa kejaksaan atau polisi karena kasus korupsi. Pejabat itu meminta agar wartawan tidak memuat foto dirinya. Namun imbauan itu tetap diabaikan. Sebab kata dia, dalam pemberitaan korupsi di media memiliki efek psikologis dan efek jera. “Pejabat yang diberitakan terus menerus oleh media akan kapok dan merasa malu untuk melakukan korupsi lagi,” jelas Sasongko.
Prof. Erhard Blankenburg mengatakan, hasil penelitian di beberapa kota di Belanda dan Jerman, menunjukkan bahwa pers memiliki peranan penting dalam ikut memberantas korupsi. Pers sangat getol mengincar pejabat-pejabat yang korup. Akhirnya sedikit demi sedikit korupsi hilang, karena pejabat takut jika kasus korupsinya diberitakan di media.
Ari Siswanto mengatakan, korupsi ternyata sudah merampah ke semua lini, termasuk pers. Seperti yang diungkapkan Sasongko. Kehadiran KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi sangat diharapkan masyarakatluas. Menurut Ari, kehadiran KPK menjadi tantangan bagi lembaga penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian. Lembaga ini saling bersaing untuk memberantas korupsi. “Saya berharap media tetap menjalankan tugasnya, mengkritisi kasus-kasus korupsi, dan jangan sampai terjebak oleh situasi dan kondisi,” katanya.
Sumber: Wawasan, Selasa, 03 April 2007