Depok, Jabar - Seni tradisi, seperti wayang, berpotensi mendukung pengembangan budaya populer Indonesia. Namun, belum ada komitmen pemerintah untuk mendesain budaya populer hingga berdampak bukan hanya pada kelestarian budaya, melainkan dapat menunjang fungsi sosial, ekonomi, dan politik.
"Pemerintah saat ini belum mendesain pengembangan budaya populer yang sangat berpeluang kita peroleh dari wayang," kata Ketua Pengarah Komunitas Wayang Universitas Indonesia Sarlito Wirawan dalam konferensi pers pembukaan Gebyar Wayang Universitas Indonesia 2015 di Depok, Jawa Barat. Sarlito didampingi Ketua Komunitas Wayang Universitas Indonesia Dwi Woro Retno Mastuti dan Ketua Pelaksana Gebyar Wayang Universitas Indonesia Desiree Zuraida.
Menurut Sarlito, salah satu contoh produk pengembangan budaya populer dengan menggunakan wayang sebagai inspirasi ialah pembuatan komik wayang oleh RA Kosasih, beberapa dekade lalu.
"Budaya pop Korea sekarang bisa menonjol juga karena ada desain dari pemerintahnya selama 15 tahun terakhir," katanya.
Merespons
Dwi Woro menyampaikan, kegiatan Komunitas Wayang UI diawali sekitar tahun 2000 untuk merespons maraknya pentas band atau jazz digelar di lingkungan kampus. "Mementaskan wayang di lingkungan kampus UI kemudian menjadi gerakan kebudayaan yang berjalan sampai sekarang," kata Dwi Woro.
Dinamika pementasan wayang terjadi. Pada tahun ini, misalnya, dipentaskan seni tradisi wayang kulit Tiongkok Jawa yang sebetulnya bisa dikatakan sudah punah. Wayang kulit Tiongkok Jawa lahir pada periode 1925-1965.
"Wayang kulit Tiongkok Jawa ini bagian dari kegiatan riset saya. Beberapa tahun terakhir ini mulai dihidupkan kembali di Yogyakarta," kata Dwi Woro.
Dalang Ki Aneng Kiswantoro dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta mementaskan wayang kulit Tiongkok Jawa dalam rangkaian Gebyar Wayang UI kemarin. Menurut Aneng, pementasan wayang berdurasi pendek tersebut mengusung kisah Pengembaraan Sie Jin Kwie, tokoh heroik dalam sejarah Tiongkok yang paling digemari masyarakat di Jawa pada masanya.
"Pada hari berikutnya, ada pementasan wayang potehi dan wayang golek Sunda," kata Dwi Woro. Pada hari kedua dan ketiga, akan dipentaskan semalam suntuk wayang kulit purwa. Selain itu, kegiatan pameran dan sarasehan juga digelar.
Perkembangan wayang
Sarlito mengatakan, pementasan seni wayang memiliki karakter pengembangan seni yang kompleks. Pengembangan dimulai dari seni karawitan dengan seni musik tradisionalnya. Pembentukan karakter wayang dengan seni rupa yang tidak sederhana. Kemudian, seni drama juga berkembang untuk pengisahannya.
"Di dalam pementasan wayang, seperti pernah dipentaskan Komunitas Wayang UI di Jerman pada 2008, bahasa penuturan kisah wayang bukanlah faktor penentu yang menghambat penikmatnya," kata Sarlito.
Penikmat wayang tidak hanya disuguhi bahasa seni tutur yang paling kerap menggunakan bahasa Jawa itu. Pementasan wayang menyuguhkan kelengkapan seni yang dapat dinikmati sekalipun tidak mengerti penyampaian kisahnya yang menggunakan bahasa Jawa.
Hal tersebut menyebabkan wayang dapat populer. "Budaya populer bisa dikembangkan dari wayang. Kabuki di Jepang, misalnya, awalnya dari seni tradisi, kemudian dikembangkan menjadi suguhan seni dan budaya populer sekarang," kata Sarlito.
Sumber: http://travel.kompas.com