Jakarta - Seiring masuknya pengaruh budaya asing, keberadaan budaya wayang di Indonesia kian tergerus. Menyadari hal tersebut, Universitas Indonesia mencoba mempertahankan eksistensi wayang melalui Gebyar Wayang Universitas Indonesia (GWUI).
Gebyar wayang di UI sebenarnya telah berlangsung sekitar dua tahun lalu. Gerakan ini digalakkan oleh Komunitas Wayang UI. Namun, respon yang didapat belum sepopuler Jazz Goes To Campus (JGTC) atau acara K-POP di Indonesia.
"Dulu kami menyelenggarakan ini supaya enggak kalah dengan JGTC, band itu kenceng di kampus kalau wayang enggak diperkenalkan maka UI cuma jadi agen band. UI harus mengisi kekosongan budaya melalui wayang, " kata Perwakilan Komunitas Wayang UI, Woro Retno Masturi di Rektorat UI, Jakarta, Kamis (21/5).
Ketua pengarah, Sarito Wirawan juga menambahkan, gebyar wayang ini juga menjadi salah satu cara untuk menangkal pengaruh buruk dari budaya luar, termasuk paham radikalisme.
Kendati demikian, gerakan pelestarian wayang ini perlu didorong terus. Pemerintah dan kampus dalam hal ini, bisa meniru cara Korea mengembangkan K-POP mereka.
"Pemerintah Korea sistematis mendesain sejak 15 tahun lalu sudah mengkader dan dianggarkan dan di-plot. Budaya kita itu sudah bisa dijual dan bisa dibeli karena potensial," tandas Sarito.
Acara GWUI dimulai dari tanggal 21 sampai 23 di Balairung UI. Rangkaian acara dimulai dengan lomba mading dan gamelan tingkat universitas. Selanjutnya, acara puncak di hari kedua ada pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon Tripama Kawedhar dengan Dalang Ki Manteb Sudharsono.
Hari terakhir pertunjukan wayang Potehi dan wayang Golek Purwakarta dari mahasiswa dan ditutup dengan wayang kulit Purwa lakon Rama Tambak dengan Dalang Ki Enthus Susmono.
Dalam acara ini, Ki Manteb Sudharsono juga akan menerima pengharagaan Makara Utama. Ki Manteb dianggap telah berdedikasi dan berkontribusi sebagai pegiat dan pelestari wayang Indonesia.
Sumber: http://www.merdeka.com