Singkawang, Kalbar - Sebuah pentas didirikan. Dua tenda terpasang berpisah. Tengah halaman kosong. Sengaja untuk rangkaian kegiatan kesenian. Nuansa melayu terlihat kental. Dijaga aparat Polres Singkawang. Tumpahan Sallok yang di pandu MC Bang Olang berjalan lancar.
Dihadiri Wali Kota Singkawang Hasan Karman, Ketua MABM Kota Singkawang Edy R Yacoub, Tokoh Masyarakat Singkawang, Awang Ischak, H. Sumardi, Irwan, Ketua Kadin Mulyadi, Waka Polres Singkawang Kompol Heri Susanto, serta dari Komasi. Sabtu (18/9) malam, diisi dengan berbagai kegiatan kesenian. Diawali sambutan Wali Kota, Ketua MABM, Ketua Komasi Eka Juniawan.
Kesenian yang ditampilkan antara lain, Syair melayu, tarian Seribu Tahar dari Sanggar Simpur Singkawang, atraksi Pencak Silat, dan lainnya. Hasan Karman mengatakan, bahwa Budaya Melayu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Singkawang. Hantaman globalisasi dan pengaruh dunia barat yang luar biasa, bisa menjadi ancaman lunturnya suatu budaya.
“Kalau bukan kita sendiri yang mempertahankan apa yang kita punya, siapa lagi yang akan mempertahankannya,” katanya. Ia mengatakan, memang ada tradisi seminggu setelah lebaran untuk makan ketupat bersama-sama. Menurut dia, tradisi itu mungkin ada sebagian masyarakat yang sudah lupa. Tetapi, banyak juga masyarakat yang di tempat lain masih mengingatnya. Ia mengatakan, untuk menjadikan even tahunan, itu kembali kepada masyarakatnya sendiri, dimana budaya itu hidup.
“Kalau masyarakatnya tidak mau peduli dan mempertahankan apa yang dimiliki, tidak bias kita membinanya. Kalau mau, gampang kita membinanya,” kata dia. Karman mengajak agar unsur-unsur budaya yang ada di masyarakat dipertahankan. Even Cap Go Meh dan Naek Dango juga setiap tahun digelar, biasanya tanpa ada dorongan dari pemerintah. Dia juga memuji atraksi Pencak Silat.
Harusnya pencak silat ini lebih dipopulerkan lagi. Ketimbang karate, yang mengadopsi budaya dari Negeri Sakura, Jepang. Ketua MABM menambahkan, Tumpahan Sallok sangat penting dan memiliki esensi sebagai forum silaturahmi momen Idul Fitri. “Diharapkan bukan hanya dari Melayu saja yang terlibat, tapi dari potensi masyarakat yang lain juga. Sebagaimana apresiasi yang lain, misalnya Cap Go Meh dan Naek Dango.
Semangat kebersamaan harus ditonjolkan,” kata Wakil Wali Kota Singkawang itu. Ia berharap dari Tumpahan Sallok ini, dapat mempererat persaudaraan antara sesama manusia. “Kita harus sering menggelar even seperti ini. Karena ini sebenarnya juga sebagai sebuah sosialisasi terutama untuk generasi muda, bahwa ada khasanah budaya lokal yang perlu mereka ketahui,” terang Edy Yacoub.
Minggu (19/9) pagi, suasana di Mess Daerah tambah beda. Banyak ketupat bergantungan. Ada berbentuk ketupat bawah, dan ketupat segi empat. Ribuan warga sudah memadati kawasan bersejarah bagi Kota Singkawang itu, sejak pagi. Mereka siap untuk makan ketupat bersama. Sekitar pukul 09.30 WIB, acara puncak dimulai, yakni makan ketupat.
Rebutan ketupat tidak terelakan. Ini membuat panitia sedikit kewalahan. Warga berdesak-desakan untuk mendapatkan ketupat yang sudah dibungkus dalam kantong plastik hitam. Mesti rela berpanas-panasan, warga mengantre. Hanya untuk mendapatkan ketupat yang menghabiskan kurang lebih 400 kilogram beras kampung itu. Hanya dalam waktu kurang lebih satu jam saja, ketupat itu selesai dibagikan.
Ketua Komasi Eka Juniawan mengatakan, bahwa bagi masyarakat tidak ada batas jumlah untuk makan ketupat itu. Selagi masih ada, tidak masalah. Diperbolehkan membawa pulang. “Tapi, kita juga tetap mengutamakan orang yang datang dari jauh. Ada sedikit prioritas,” kata dia. Samsina (59) warga Kelurahan Roban mengaku, dia membawa serta cucunya untuk makan ketupat di Mess Daerah Singkawang tersebut.
Dia sudah mendapatkan bagian ketupat itu. “Tadi ikut berebut juga,” katanya, polos. Ia mengaku senang, bisa mendapatkan ketupat untuk dimakan. “Semoga nanti ada lagi,” harapnya. Edy, melihat, saat ini generasi mudah masih kurang peduli terhadap potensi budaya-budaya lokal yang ada. Misalnya, ia mencontohkan, pada saat lebaran, tidak semua rumah menyediakan ketupat.
Menurut dia, ketupat sebagai salah satu ciri khas masyarakat melayu saat merayakan lebaran, sudah mulai ditinggalkan. Padahal, kata dia, ini merupakan budaya lokal yang mesti dilestarikan. Maka dari itu pentingnya untuk mensosialisasikan khasanah budaya ini, mulai dari proses pembuatannya sampai finishing.
“Sekarang ini masyarakat cenderung kalau lebaran itu menyediakan kue lapis, dan sebagainya,” katanya.
Dengan demikian, makan ketupat ini perlu dilestarikan dan disosialisasikan. Terutama generasi muda kita,” kata Edy Yacoub. Ia menambahkan, karena MABM Singkawang baru dibentuk maka dukungan yang diberikan untuk kegiatan semacam ini tetap menjadi bagian dari program MABM ke depannya. “Kita akan gali potensi budaya-budaya lokal yang ada di negara kita,” katanya.
Tokoh Masyarakat Singkawang Awang Ischak mengatakan, kebudayaan melayu identik dengan muslim. Dalam ajaran Islam, ada yang namanya hubungan manusia dengan Allah SWT (Hablumminallah) dan hubungan sesama manusia (Habluumminnas). Manusia juga harus saling memaafkan. Tumpahan Sallok ini, dipakai sebagai sarana untuk saling memaafkan, dan mempereat hubungan sesame manusia, tanpa membeda-bedakan suku agama dan lainnya.
“Harapan saya lebih jauh, partisipasi masyarakat lebih besar. Bukan incar MURI-nya, tapi hubungan baik sesama kita yang perlu dijaga,” katanya. Ia melihat sekarang ini, masyarakat dalam merayakan lebaran, cenderung lebih banyak berekreasi. Sehingga lupa dengan makna lebaran itu sendiri, saling memaafkan. Ia menegaskan, bahwa ke depan harus lebih banyak lagi acaranya. Misalnya, lomba tari japin, syair melayu, serampang 12.
Di masyarakat Tionghoa, kata Awang, Cap Go Meh juga dikaitkan dengan religius. Begitu juga dengan masyarakat Dayak, Naek Dango dihubungkan dengan ungkapan terima kasih atas rezeki yang diberikan oleh Tuhan. Ke depan, kata dia, Komasi lewat MABM Singkawang bisa mengajukan proposal lalu ditujukan ke Pemkot Singkawang dan DPRD Singkawang, untuk menggelar kegiatan ini menjadi lebih besar lagi.
“Kita harapkan ada sumbangan juga, baik dari masyarakat maupun Pemkot. Harapannya, dari masyarakat yang lebih besar,” ujar anggota DPRD Singkawang ini. Ia mengatakan, bisa saja ini masuk dalam kalender wisata. Kendati demikian, menurut Awang, pada dasarnya Tumpahan Sallok ini bukanlah semata-mata untuk wisata, tetapi untuk kebersamaan.
Kita menginginkan Singkawang tidak hanya menjadi Kota Wisata, tapi Kota Kuliner dan Kota Pelajar,” kata Awang. Mulyadi Qamal juga berpesan, agar ke depan dapat diselenggarakan acara yang lebih besar lagi daripada yang ada sekarang ini. Ia sangat mendukung digelarnya even-even seperti ini. (ody/zrf)
Sumber: http://www.pontianakpost.com