Pariaman, Sumbar - "Perang Karbala" dengan saling lempar gendang dan nyaris baku hantam warnai pelaksanaan prosesi keempat Pesta Budaya Tabuik Pariaman, Sumatera Barat, perayaan memperingati Hari Asyura 10 Muharram.
"Ada perselisihan jalan saat dua nagari melakukan prosesi mengarak "panja" atau jari-jari lambang jari tangan Hasan-Hosen, kemudian mereka akan beradu ibarat perang karbala," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pariaman Effendi Jamal di Pariaman, Rabu.
Ia menjelaskan, prosesi mengarak jari-jari dilakukan pada Selasa (6/12/2011) malam, melibatkan nagari Pasa dan Subarang serta seluruh warga Pariaman yang memenuhi pusat kota.
Pertengkaran dimulai saat rombongan anak dua nagari yang masing-masing mengarak "Tabuik Lenong" (mini) berselisih di jalan.
Warga nagari Pasa sudah berada di depan tugu Tabuik (pusat kota) sambil memukul gendang dan mengguncang Tabuik mini sebelum kembali ke nagari mereka.
Sama halnya dengan nagari Subarang yang justru berada di daerah Pasa sambil bergendang sebelum kembali ke nagari Subarang.
Pantauan di lapangan, perang dipicu oleh perang memukul gendang, kemudian perang mulut dan saling menghampiri minuman kemasan.
Gendang tambur, alat musik tradisional yang biasa dipadukan dengan gendang tasa, kemudian beterbangan karena dilempar oleh pihak masing-masing nagari.
Pemuda nagari Pasa lalu berlarian menghampiri pemuda nagari Subarang, tetapi bentrok dapat dihindari karena banyak yang melerai.
"Kami dari Subarang sedikit sehingga tidak bisa maju melawan," kata salah seorang pemuda Subarang.
Malam itu, pusat kota Pariaman dipenuhi ratusan warga yang ingin menyaksikan prosesi langka tersebut.
"Baku-hantam itu biasanya memang benar-benar terjadi seperti tahun lalu, bahkan sampai mereka terluka karena pertengkaran itu. Namun, sesudah itu mereka akan berdamai lagi," kata Effendi Jamal.
Effendi menjelaskan, prosesi menjelang acara puncak masih akan digelar, seperti prosesi "Maarak Saroban" yang digelar pada Rabu (7/12/2011) malam.
Pada Minggu (11/12/2011), prosesi akan dilanjutkan dengan "Tabuik Naik Pangkek", kemudian pada sore harinya Tabuik akan dilarung ke laut.
Tabuik pertama kali diperkenalkan oleh pasukan Islam Thamil yang menjadi pasukan Inggris pimpinan Thomas Stamfort Raffles pada tahun 1826 di Bengkulu.
Setelah perjanjian London dibuat pada tanggal 17 Maret 1829, pasukan Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura.
Sumber: http://oase.kompas.com