Suasana kompleks pekerja seks komersial (PSK) Argorejo-akrab disebut lokalisasi Sunan Kuning-di kawasan Kalibanteng, Semarang, malam itu lengang. Sejak awal Ramadhan, satu per satu "kaum perayu" lelaki hidung belang mudik Lebaran ke kampungnya.
Cuti Lebaran tampaknya sudah bukan monopoli pegawai negeri sipil (PNS) ataupun para pekerja swasta. Pekerja seks komersial pun rupanya ingin memiliki posisi sama. Mereka ingin istirahat total, jika perlu malah sebulan penuh. Meski di kota pekerjaan yang mereka lakoni tergolong nista, setiba di kampung halaman mereka dianggap sebagai pahlawan.
"Sebab, selain membawa uang banyak ke desa, masyarakat juga tidak tahu kalau di kota kami menjadi PSK. Para tetangga tahunya kami bekerja di pabrik," tutur Yuni (22), salah seorang PSK Sunan Kuning asal Jepara, yang malam itu mengemasi barangnya untuk mudik esok paginya.
Didampingi Anik, Neni, dan Tike, lebih lanjut Yuni bertutur, untuk menciptakan suasana khusyuk beribadah bagi umat Islam di bulan Ramadhan kali ini, dia bersama teman-teman seprofesi sepakat berpuasa dan menolak melayani hasrat lelaki hidung belang. "Kami menolak uang yang ditawarkan lelaki hidung belang karena kami menghormarti umat yang beribadah puasa," kata Tike.
Mengapa mudik di awal Ramadhan? "Ya, inilah solidaritas kami untuk menghormati bulan puasa. Kami juga ingin bertobat dan mencari ampunan di bulan suci ini," kata Neni.
Jika niat para anak asuhnya untuk menghormati bulan suci Ramadhan sudah bulat, dengan meninggalkan lokalisasi sejak awal, bagaimana kesibukan para muncikari atau orang tua asuh mereka? Ternyata mereka pun mengimbangi semangat anak-anak asuhnya dengan membanjiri Masjid Al Hidayah yang berdiri megah di samping pintu masuk lokalisasi Sunan Kuning, untuk menjalankan shalat Tarawih.
Bulan suci Ramadhan benar-benar luar biasa. Kehadirannya mampu mengubah total perilaku umat manusia yang sesat sekalipun menjadi santun dan penuh iman. Salah satu bukti, Masjid Al Hidayah yang pada hari-hari biasa jarang dijamah para induk semang beserta anak asuhnya, kini senantiasa luber saban malamnya. Gairah induk semang yang mulai ditinggal mudik anak asuhnya begitu besar, tidak hanya terlihat di Masjid Al Hidayah saja. Tapi, juga tampak di mushala, atau rumah-rumah warga yang sengaja dimanfaatkan untuk menjalankan shalat Tarawih berjemaah.
Sunan Kuning setiap malam kini menjadi berubah warna. Sekelompok orang tua (bapak/ibu), remaja, serta anak-anak para induk semang, yang memang terlahir dan besar di sana, selalu tampil dengan kitab suci Al-Qur'an dalam dekapan dada. Pemandangan seperti ini tentu sangat kontras dengan hari-hari biasanya, di mana saban malam hanya diwarnai deru suara kendaraan yang dikemudikan kencang para pemabuk minuman keras, suara suit-suit dari mulut nakal, serta desahan porno para penghuni lokalisasi Sunan Kuning.
Selain ingin khusyuk beribadah dan menstop segala kegiatan maksiat selama Ramadhan, menurut seorang ibu asuh di Sunan Kuning, Purkiyati, pihaknya juga menutup usaha sejumlah rumah karaoke. Jadi jangan heran, sekadar lantunan musik cadas pun kini tak lagi terdengar di lokalisasi terbesar di Jawa Tengah tersebut.
"Saya sangat bersyukur, anak-anak asuh rajin menabung selama 11 bulan kerja. Dengan demikian, mereka bisa membawa uang banyak saat pulang kampung," ujar Purkiyati.
Dia mengakui, selama anak binaannya cuti sebulan penuh, momentum itu dimanfaatkan ibu-ibu untuk shalat Tarawih dan melakukan tadarus di masjid. "Ini wujud pertobatan kami setahun sekali," ujar dia. (Pudyo Saptono)
Sumber : http://www.suarakarya-online.com