Pelacuran Anak, Dari Truk Sampai Kuburan China

Oleh Sumadi Wijaya

Pelacuran anak atau yang dikenal sebagai ESKA (Ekploitasi Seksual Komersil Anak) di Sumatera Utara (Sumut) masih menjadi persoalan pelik yang perlu segera dicari jalan keluarnya.

Berdasarkan temuan PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) ESKA tidak hanya terjadi di daerah perkotaan Sumut seperti Medan. Di daerah Kabupaten/kota Sumut ESKA sangat potensial terjadi. Hasil penelitian PKPA di beberapa kabupaten/kota di Sumut menunjukkan pelacuran anak melibatkan anak-anak berumur belasan tahun. Jumlahnya pun tidak sedikit.

Staf Penelitian dan Investigasi Litigasi PKPA, Suryani Guntari menyebutkan, seperti yang terjadi di Serdang Bedagai (Sergai) misalnya, jumlah anak-anak yang menjadi korban mencapai ratusan, tersebar merata di berbagai wilayah.

Berdasarkan observasi yang dilakukan PKPA di desa-desa (bahkan sampai ke rumah anak) tersebut tercatat dua anak di tiap-tiap desa/kampung, tuturnya.

Di Kota Tanjung Balai, sebut Suryani Guntari, berdasarkan data dari Yayasan Karang menunjukkan, dari 150 Pekerja Seks Komersial (PSK) yang ada, sedikitnya terdapat 20-60 PSK yang masih di bawah umur. Namun, karena perpindahan mereka tidak bisa dilacak, menjadi penyebab sulitnya pendataan.

Menurut data Dinas Sosial dan Keluarga Berencana (Dinsos & KB) Kota Tanjung Balai, lanjut Suryani Guntari, tercatat sedikitnya 150 PSK yang masih aktif di Kota Tanjung Balai. Usia mereka umumnya 14-25 tahun. Tidak ada lokalisasi atau panti rehabilitasi di kota ini sehingga mobilitas PSK tidak terpantau dan tidak terawasi. Lebih jauh lagi, dampaknya adalah penyebaran PMS/Virus HIV/AIDS terus melaju tanpa bisa ada hambatan yang signifikan.

Di Kabupaten Langkat, tambahnya, ESKA terjadi dengan sindikat yang terorganisir secara teramat rapi. Di daerah ini beberapa germo beroperasi hampir di tiap kecamatan. Di Sei Lepan dikenal La dan Na yang mempunyai belasan anak ayam dan di Stabat ada Gi. Tetapi germo yang terbesar dan paling banyak anak ayamnya adalah Iy alias Sa, 45 tahun, waria senior yang memiliki anak ayam mencapai 200 orang.

Selain Iy, di Sei Bilah ada juga sindikat human trafficking untuk tujuan seksual yang dikelola oleh Her dkk untuk tujuan Batam. Selain itu, berdasarkan pengamatan PKPA ada juga sindikat yang terorganisir secara rapi di kawasan Besitang yang sudah dilokalisir dan Stabat (pasar 10) arah ke Sei Penjara.

Sampai Kuburan ChinaBerdasarkan penelitian dan investigasi PKPA, perilaku ESKA di daerah-daerah ini pun sangat variatif. Di Langkat misalnya, lokasi terjadinya ESKA dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pertama kelas truk dan kuburan, yakni ESKA yang dilakukan di dalam truk dan tempat- tempat gelap. Para korban bahkan hanya dibayar dengan Rp30-Rp50 ribu. Lokasi transaksi biasa dilakukan di kawasan Bahagia By Pass dan kuburan China Simpang Empat.

Kedua, kelas penginapan. Di Brandan sendiri terdapat beberapa penginapan yang sudah dikenal bagi kalangan tertentu sebagai lokasi esek-esek. Selain ke penginapan lokal, banyak pula ABG yang dibawa ke Medan, Langsa atau lokasi yang tidak diketahui untuk dieksploitasi. Lokasi transaksi biasanya dilakukan di kawasan Simpang Empat dan Sei Bilah.

Ketiga, kelas lokalisasi. Ini yang paling banyak anak-anaknya untuk saat ini. Di Kabupaten Langkat di kawasan Besitang terdapat lokasi prostitusi yang melibatkan anak-anak di bawah umur yang berasal dari berbagai daerah. Tarifnya berkisar 200 - 400 ribu rupiah.

Keempat kelas cafe. Kelas seperti ini merupakan kelas PSK yang lebih mandiri yang tidak diorganisir oleh sindikat ESKA, tetapi modelnya lebih bersifat panggilan dengan kontak person terbatas. Model ini banyak ditemukan di kawasan Stabat-Bukit Lawang.

Biasanya para wisatawan lokal dapat memesan ABG-ABG ini melalui orang-orang lokal yang berprofesi sebagai juru kunci penginapan murah atau guide yang ada di kawasan wisata Bukit Lawang.

Kelima kelas luar negeri. Dalam seminggu ABG Langkat terkirim 2-4 orang ke Malaysia. Diperkirakan, di Brandan terdapat lebih dari satu sindikat pemasok gadis-gadis untuk dijadikan gendak orang Malaysia.

Menurut Suryani, para ABG belasan tahun dijual dan dipesan ke sejumlah lokasi di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri anak-anak dipesan oleh pelanggan yang berasal dari Medan, Aceh, Batam dan Langkat (Stabat, Brandan dan sekitarnya). Seperti Her, beberapa waktu yang lalu menawarkan 17 ABG kepada Cina Batam dengan modus casting Telesindo, 4 ABG terbaik telah dikirim ke sana.

Lain cerita lagi di Tanjung Balai, lanjut Suryani, umumnya anak-anak yang di bawah usia 18 tahun adalah korban eksploitasi non komersial, yang dalam istilah lokalnya disebut Kempor. Mereka melakukan hubungan seks dengan lebih dari seorang pria, yakni pacar mereka sendiri (bisa sampai 4 cowok) dan menikmati kesenangan bersama teman kencannya itu. Hidup di jalanan dengan pola hidup dan reproduksi yang tidak sehat membuat anak-anak yang menekuni budaya Kempor ini sangat rentan dengan PMS (penyakit menular seksual) termasuk HIV/ AIDS.

Tidak Ada ProgramMelihat banyaknya anak-anak korban ESKA di Sumut, Direktur eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Ahmad Sofian, sangat menyayangkan tidak adanya program yang spesifik untuk anak di Dinas Sosial di Kabupaten/kota tersebut.

Seperti dituturkan Misra Pohan, Kasub Dis Bina Program Dinas Sosial dan KB Tanjung Balai. Program yang mereka tangani khusus terkait ESKA belum ada. Program yang dilakukan terkait PSK masih sangat terbatas, yakni pada kesehatan produksi dan pelatihan.

Di Kabupaten Sergai pun demikian, tidak ada penanggulangan khusus yang dilakukan pemerintah. Kendati demikian, Marzuki, Kabag TU dan Data di kantor, Dinas Sosial Sergai, mengaku Dinas Sosial mengakui masih melakukan penanggulangan masalah sosial yang lebih umum dalam menangani masalah pelacuran dan café-café liar yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma budaya. Sejak tahun 2006 hingga saat ini sudah dua kali dilakukan razia besar-besaran. Namun, hingga saat ini pihaknya belum menemukan adanya keterlibatan anak di bawah umur.

Setelah PKPA menjelaskan adanya beberapa temuan, pihak Dinas Sosial sangat terkejut dan mengaku itu merupakan temuan yang sangat berharga bagi pihaknya. Pihak Dinas Sosial berharap agar PKPA dapat bekerjasama dengan Dinas Sosial Sergai dalam rangka mengatasi masalah anak-anak korban eksploitasi seksual.

Di Langkat, lanjut Sofyan, Kasub Bagian Pembinaan Program dan Rehabilitasi, Dinsos Langkat Drs. Adham mengatakan pihaknya selama ini telah melaksanakan program pembinaan terhadap PSK. Namun sejauh ini pihaknya belum pernah menemukan adanya PSK yang di bawah umur saat melakukan penertiban di lapangan.

Adham juga mengaku terkejut, karena berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, anak-anak yang terlibat PSK tidak ada dan menurutnya bukan berasal dari Langkat, tetapi dari daerah lain, karena kata dia, saat razia dilakukan mereka tidak mempunyai KTP.

-

Arsip Blog

Recent Posts