Yogyakarta - Beksan Bandabaya dan Beksan Lawung Ageng bakal menjadi sajian utama Gelar Budaya Yogyakarta 2010 di Bangsal Sewatama Istana Pura Pakualaman Yogyakarta, 30 Juni hingga 4 Juli 2010. Keduanya adalah ikon tari Pura Pakualaman dan Keraton Yogya.
“Tema utama acara ini memang tentang pelestarian adat dan budaya Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman,” kata Heru Handono Warih, ketua seksi pertunjukan Gelar Budaya Yogyakarta 2010 saat ditemui di Pura Pakualaman, Yogyakarta, Rabu siang tadi.
Gelar Budaya Yogyakarta 2010 akan dibuka di Bangsal Sewatama Istana Pura Pakualaman malam ini. Acara yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini adalah untuk pertama kalinya dan direncanakan akan digelar secara rutin setiap tahun.
“Tahun depan, temanya bisa berubah, misalnya tentang tradisi. Dengan demikian, tempat penyelenggaraannya juga tidak harus di Pura Pakualaman atau Kraton Yogyakarta,” ujar Heru, yang juga karyawan Dinas Kebudayaan Provinsi DIY itu.
Pada pembukaan Gelar Budaya Yogyakarta 2010 akan diisi dengan gending-gending Soran Istana Pura Pakualaman. Gending-gending Soran adalah irama gamelan yang bersifat riang dengan intonasi keras dan biasanya dibunyikan pada awal suatu acara. Setelah pertunjukkan gending-gending Soran dilanjukan dengan peragaan busana adat Istana Pura Pakualaman dan pergelaran tari klasik kraton Yogyakarta, seperti Srimpi Pandelori, Pethilan Arjuna Suprabawati, dan Pethilan Anilo Prahasta.
Pada hari kedua, akan diisi dengan gending-gending Soran Kraton Yogyakarta, disambung dengan pergelaran busana adat Kraton Yogya serta pentas tari istana Pura Pakualaman, seperti Bedhaya Sri Kawuryan dan Beksan Bandabaya. Sedangkan pada hari ketiga akan ditampilkan gending-gending Soran Pura Pakualaman disambung dengan upacara adat Pura Pakualaman serta upacara adat Tarapan dan pagelaran tari Srimpi Gambirsawit.
Lalu, pada hari keempat (Sabtu malam), bakal diisi dengan gending-gending Soran Kraton Yogyakarta disambung dengan upacara adat dan upacara Pengantin Agung Kraton Yogyakarta serta pergelaran Bedaya Sangaskara dan Beksan Lawung Ageng. Menurut ketua panitia Maryono, pergelaran Beksan Bandabaya dan Beksan Lawung Ageng akan menjadi daya tarik utama acara Gelar Budaya Yogyakarta 2010.
“Beksan Bandabaya dan Beksan Lawung Ageng adalah ikon tari untuk Pura Pakualaman dan Kraton Yogyakarta. Keduanya selalu ditampilkan pada acara resmi di masing-masing kraton,” kata Maryono saat ditemui Tempo di Pura Pakualaman, Rabu siang tadi.
Beksan Bandabaya, yang dimainkan empat penari laki-laki ini, diciptakan oleh KGPAA Pakualam II sekitar 1825 hingga 1850. Tari ini menggambarkan kegagahan dan keterampilan prajurit Pura Pakualaman berlatih perang dengan menunggang kuda dilengkapi peralatan tameng dan pedang panjang. “Tari ini terinspirasi dari tari Gebugan, sebuah tarian rakyat Madiun. Ketika itu Pakualam II tengah berkunjung ke Madiun dan disuguhi tari rakyat Gebugan,” ujar Maryono menjelaskan.
Adapun Beksan Lawung Ageng, yang dimainkan oleh 16 penari laki-laki dan berdurasi sekitar satu jam ini, diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono I sekitar tahun 1759. “Keunikan beksan ini adalah pada dialognya yang menggunakan bahasa campuran Jawa, Madura, dan Melayu,” kata Maryono. “Beksan Lawung ini juga menjadi sumber untuk penciptaan tari gaya laki-laki di lingkungan Kraton Yogya.”
Gelar Budaya Yogyakarta 2010 akan ditutup dengan pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk oleh dalang Ki KMT Timbul Cermo Manggala dengan lakon Arjuna Wiwaha, pada Ahad malam mendatang. Khusus pentas wayang kulit ini akan digelar di regol (pintu gerbang) Pura Pakualaman. (HERU CN)
Sumber: http://www.tempointeraktif.com