Kendari, Sultra - Patut dipertanyakan motivasi pemerintah untuk tetap mempertahankan gedung museum Kendari. Pasalnya, bangunan beserta koleksinya tampak hanya dibiarkan begitu saja tanpa tersentuh perawatan. Kondisi tersebut sebenarnya cukup ironis, karena tahun ini telah dicanangkan sebagai "tahun kunjungan museum Indonesia".
Karena itu, belasan anggota Komisi X DPR RI yang dipimpin ketua tim Abdul Hakan Naja (PAN), sangat prihatin saat mengunjungi museum Kendari pekan lalu. Namun, diantara anggota tim, Utut Adianto yang tampak paling geram. Mulai dari luar gedung, ia sudah terlihat trenyuh karena ditumbuhi ilalang liar, apalagi kondisi koleksi museum sebagian besar telah diselimuti sarang laba-laba dan debu.
"Tahun ini, kunjungan museum Indonesia, tapi kondisi museum Kendari memprihatikan. Artinya bahwa, perhatian pemerintah Sultra terhadap kebudayaan di daerahnya kurang, dan itu harus dipertanyakan," katanya.
"Tidak terawatnya gedung dan kantor museum, membuktikan bahwa penentu kebijakan di daerah kurang memahami dan mencintai kebudayaan," imbuh grand master catur Indonesia.
Menurut politisi PDIP itu, seharusnya museum diberikan suntikan dana yang memadai setiap tahunnya. Dana tersebut katanya, digunakan untuk pemeliharaan berbagai koleksi benda bersejarah.
"Museum itu sendiri menjadi bagian dari industri kreatif sehingga semua pihak harus proaktif mengemas potensi museum secara menarik dan atraktif," ujarnya.
Beberapa gedung museum yang sudah dikunjungi komisi X DPR RI katanya juga mengalami nasib yang mirip museum Kendari, tapi tidak separah kondisi museum yang bersebelahan dengan MTQ Square itu, karena masih mendapat perhatian dari pemerintah dan pihak pemilik modal.
Kepala Seksi Bimbingan di Museum Kendari, Rustam Tombili mengatakan kondisi yang memprihatinkan di museum Kendari itu sudah berjalan 3-4 tahun terakhir. Penyebabnya bersifat klasik yakni pendanaan. "Ada sekitar lima ribu koleksi benda bersejarah kita yang tersimpan di gudang, namun tidak mendapatkan perawatan yang semestinya karena tidak ada dana untuk melakukan pemeliharaan," jelasnya.
Sebelumnya kata Rustam, kondisi museum masih relatif lebih terawat karena mendapatkan suntikan dana dari pemerintah pusat. Tapi seiring otonomi daerah, semua pembiayaan museum dialihkan ke daerah. Bukanya lebih baik, kondisi museum justru jadi lebih tidak diperhatikan.
"Untuk merawat lima ribuan benda bersejarah itu, kita membutuhkan anggaran sekitar Rp100-150 juta setiap tahunnya. Sebagian besar itu digunakan untuk pengadaan bahan-bahan kimia yang sulit ditemukan di Kendari, jadi harus dibeli di luar Sultra," ungkap Rustam. "Kalau tidak salah, ada alokasi dana dari Direktorat Permuseuman Pusat Rp130 juta ke daerah untuk kegiatan pameran, tapi sampai saat ini belum dilaksanakan," tambahnya.