Makassar, Sulsel - "Kukuruyuuuuuk...," tiruan suara ayam berkokok menggema di lantai satu gedung Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar. Awam Prakoso, pendongeng nasional, tampil jenaka menirukan suara ayam berkokok di depan puluhan mahasiswa jurusan pendidikan guru untuk anak usia dini pada siang itu.
Penampilannya makin menarik perhatian. Bukan hanya suara ayam. Ia juga berperan menjadi ayam jantan yang hendak ke ladang. Setiap langkah kakinya diiringi bunyi-bunyian yang keluar dari mulutnya. Hal itu membuat mahasiswa terus tertawa.
"Kalian saja tertawa, apa lagi anak kecil yang senang dengan hal lucu dan dekat dengan lingkungannya," ujar Awam di sela workshop Dongeng Bersama untuk mahasiswa ini. Ia pun menjelaskan pentingnya pembelajaran mendongeng bagi calon guru pendidikan anak usia dini. Sebab, nantinya mereka harus menceritakan dongeng kepada murid-muridnya. "Dan tidak ada alasan seorang guru tidak bisa mendongeng," ujar pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, ini.
Mahasiswa jurusan Pendidikan Guru untuk Anak Usia Dini Universitas Hasanuddin Makassar harus menguasai teknik mendongeng. Di UNM, ada mata kuliah khusus media pembelajaran yang membahas teknik penyampaian materi agar mudah diterima oleh murid. Mata kuliah ini diberikan pada semester III.
Intan Ayu Fitriani, mahasiswa Pendidikan Guru Anak Usia Dini angkatan 2010, mengatakan workshop ini sangat membantu mahasiswa yang mengikuti mata kuliah media pembelajaran. "Dongeng menjadi media pembelajaran yang paling efektif bagi anak-anak," katanya.
Menurut Intan, jika pelajaran disampaikan dengan cara mendongeng, anak-anak akan menerima dan menyimpan pelajaran itu sebanyak 85 persen. "Anak-anak masih ingat, kita hanya perlu mengulangnya dan tidak lagi menjelaskan dari awal," kata dia.
Awam mengatakan tidak seorang pun yang tidak bisa bercerita. Banyak juga guru atau orang tua yang mengaku kekurangan referensi, padahal lingkungan sekitar kita bisa menjadi referensi. Misalnya, metamorfosis kupu-kupu dapat diceritakan secara menarik. "Imajinasi anak-anak sangat kuat. Mereka akan berimajinasi pada kupu-kupa yang mereka lihat," ia memaparkan.
Ia menyarankan agar calon guru memilih jenis cerita sesuai dengan umur anak-anak. Untuk umur 3-8 tahun, usahakan menceritakan hal-hal lucu atau dengan penokohan hewan. Sedangkan untuk umur 8-12 tahun, guru dapat bercerita tentang sejarah yang menampilkan jiwa patriotisme anak, seperti cerita Sultan Hasanuddin.
Agar tidak membosankan, cerita sejarah dapat dikreasikan selama pakem ceritanya tidak berubah. "Terserah memakai media apa, tokohnya siapa, yang terpenting olah vokal yang baik. Menirukan suaralah yang paling disenangi oleh anak-anak," ujarnya sambil menirukan suara kuda. Dan jangan lupa, ia menambahkan, dengan alat peraga atau media untuk menggambarkan karakter tokoh dongeng, seperti boneka binatang atau gambar untuk memancing imajinasi anak.
Selain penokohan dan suara, cerita dongeng tidak perlu terlalu panjang. Sebab, batas konsentrasi anak hanya 5 menit. Jika telah menampilkan satu adegan dalam cerita, usahakan menarik kembali perhatian anak-anak. Awam terkadang memakai yel-yel atau tepuk tangan dan anak-anak akan menirukan serta meneriakkan "yes" seperti yang dilakukan para mahasiswa itu. Spontan puluhan mahasiswa angkatan 2009/2010 PG-PAUD tampak seperti anak TK yang duduk manis menirukan Awam.
Bukan hanya itu, saat mendongeng langkah di atas panggung juga memiliki aturan. Menurut Awam, jika ingin berpindah, tentukan langkah dulu baru bercerita atau bercerita baru melangkah. Adapun jumlah maksimal langkah adalah empat langkah. "Jangan pernah melakukan keduanya kecuali saat menggunakan efek suara," katanya.
Awam juga mengajarkan cara menciptakan suasana akrab sebelum bercerita, yaitu memperkenalkan diri dengan cara yang lucu dan tidak kaku. Sedangkan saat cerita sudah dimulai, pendongeng harus membuat mereka terlibat dalam cerita. Suruh mereka menebak kata yang akan diucapkan, saling berinteraksi, dan ada lagu baru di sela-sela cerita. "Lagu lama juga tetap bisa. Hanya liriknya yang diubah sesuai dengan tema cerita," katanya.
Pada kesempatan ini, Awam juga memberikan pelatihan oleh vokal dasar agar mahasiswa bisa membuat berbagai macam karakter suara. Suara rendah, sedang, dan tinggi. Dalam mendongeng, usahakan hanya menggunakan tiga tokoh dengan karakter suara yang berbeda. "Jangan lebih, anak-anak bisa bingung membedakannya," katanya. Dan, Awam melanjutkan, untuk lebih menarik perhatian, ketiga karakter suara dibuat melengking dengan penekanan pada perut dan tenggorokan. "Karena itu sangat penting. Latihan menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan sambil menyebut huruf vokal. Lakukan ini setiap pagi selama seminggu, kemudian beralih meniru suara hewan," katanya.
Sumber: http://www.tempointeraktif.com