Karimun, Kepri - Kesibukan mengurusi rumahtangga dengan empat orang anak, tidak lantas membuat Raini menyerah untuk berkarya. Merintis usaha membatik sejak 2009, usahanya ini memang belum besar dari segi kuantitas produksinya, namun dari sisi kualitas seperti kekayaan corak dan motif, batik khas Melayu produksi Raini kerap mendapat pujian dan antusiasme pengunjung.
"Alhamdulillah, walau dengan keterbatasan (modal dan pembinaan), saya masih selalu diundang kalau ada pameran, baik di Batam maupun di Provinsi Kepri. Kalau kita lagi ikut pameran, pengunjung biasanya selalu tertarik pada batik produksi kita. Mungkin dari motif dan corak yang kita buat membuat pengunjung banyak yang tertarik," ujar Raini di lokasi workshop-nya di Kelurahan Tebing Kecamatan Tebing, belum lama ini.
Ketertarikan pengunjung saat pameran batiknya berlangsung biasanya tidak langsung berakhir dengan pemesanan. Mengingat batik yang ditawarkan rata-rata berkualitas tinggi sehingga harga yang ditawarkan pun tinggi. Hanya yang berkantong tebal saja biasanya yang selanjutnya berakhir dengan pemesanan atau pembelian di tempat pameran.
"Batik kita harganya mulai dari Rp 350 ribu hingga Rp 1 jutaan. Itu tergantung motif juga, makin beragam motifnya makin tinggi harganya. Tapi bagi masyarakat yang tahu kualitas biasanya langsung beli atau kemudian pesan untuk kita buatkan," ujar Istri dari Sujono ini menjelaskan.
Corak atau motif yang dihasilkan Raini semuanya bercirikan khas batik Melayu. Motif-motif batik khas Melayu itu di antaranya; rumput laut, siput, kerang, cengkeh, bunga kantong semar, bunga semangkok, tepak sirih, buah karet, buah pinang dan sisik trenggiling.
Keahlian membuat batik yang Raini tekuni bersama sejumlah ibu-ibu tetangga rumahnya ini berawal dari pelatihan-pelatihan yang digelar instansi pemerintah Kabupaten Karimun, seperti Dinas Perindustrian Perdagangan dan Kantor Pemuda Olahraga. Ide-ide motif muncul dari kepala Raini sendiri ketika mulai menyenangi menggambar di atas kain tersebut.
Batik yang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari budaya Indonesia menjadi motivasi besar wanita kelahiran Tanjung Balai Karimun ini. Dia mengatakan batik khas Melayu juga harus bisa memperkaya khasanah batik Indonesia selain tentunya Batik yang berasal dari daerah Jawa yang kerap lebih dikenal masyarakat.
"Selama ini orang kan kenalnya batik Jawa, dan sebenarnya kita orang Melayu juga bisa. Dengan kehadiran batik khas Melayu ini harapan saya khasanah batik nusantara bisa lebih beragam dan lebih kaya lagi," ujarnya diplomatis.
Bahan baku yang dibutuhkan Raini dalam membatik cukup beragam. Seperti perajin batik umumnya, yakni menggunakan canting, lilin atau malam, kuali untuk merebus malam bahan kain dan pewarna pakaian. Harga untuk bahan baku seperti malam dan pewarna pakaian ini cukup tinggi karena masih didatangkan dari daerah Jawa.
Proses pembuatan batik juga cukup rumit dan banyak melalui tahap-tahap. Kesabaran dan ketelitian pembuatnya sangat dibutuhkan. Proses pertama, Raini terlihat mengerjakan pembuatan motif di atas dasar kertas yang kemudian dimal atau dicopi ke atas kain.
Selanjutnya dia muai mencanting. Ini dilakukan setelah hasil copian atau cetakan jadi kemudian dicanting di atas kain. Proses ini harus sesuai dengan ide awal baik dari warna maupun lekukan-lekukan gambar cetakan di atas kain tersebut.
Setelah proses canting, kemudian kain direbus hingga memakan waktu sekitar satu sampai dua jam agar canting meresap ke dalam kain. Setelah direbus kain dilorot atau diperas kemudian dijemur. Setelah dijemur kain dilipat dan siap untuk dipasarkan.
Saat ini usaha yang dibantu tenaga sejumlah tetangga Raini masih terus berjalan walau sebenarnya masih banyak mengalami keterbatasan. Keterbatasan dimaksud di antaranya tidak adanya sponsor sehingga modal untuk pengembangan usaha belum teratasi. Kedua pembinaan dari pemerintah daerah juga masih sangat kurang.
Kepada Tribun, Raini mengaku punya harapan agar upayanya mengembangan budaya lokal sekaligus meningkatkan usahanya ini mendapat perhatian pemerintah daerah setempat.
"Sebenarnya usaha batik saya ini berpotensi mengangkat nama daerah. Wisatawan asing juga sudah banyak mencari batik saya. Sayangnya modal saya terbatas. Kami sangat butuh bantuan modal usaha dan pembinaan supaya karya usaha kami ini bisa terus berjalan," ujarnya.
Sumber: http://batam.tribunnews.com